Sabtu, 06 Desember 2014

ASKEP DIARE

Diposting oleh Unknown di 02.14
BAB II
PEMBAHASAN

1.      DIARE
Menurut WHO (1980), diare adalah buang air besar encer lebih dari 3 x sehari. Menurut Haroen N, S. Suraatmaja, dan P.O Asdil (1998), diare adalah defekasi encer lebih dari 3 kali sehari dengan atau tanpa darah atau lendir dalam tinja. Menurut C.L Betz, dan L.A Sowden (1996) diare merupakan suatu keadaan terjadinya inflamasi mukosa lambung atau usus. Menurut Suradi, dan Rita (2001), diare diartikan sebagai suatu keadaan dimana terjadinya kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan yang terjadi karena frekuensi buang air besar satu kali atau lebih dengan bentuk encer atau cair.
Enteritis adalah infeksi yang disebabkan virus maupun bakteri pada traktus intestinal (misalnya kholera, disentri amuba). Diare psikogenik adalah diare yang menyertai masa ketegangan saraf / stress.

2.      FISIOLOGI USUS BESAR
Kolon atau usus besar terdiri dari kolon asenden, transversum, desenden dan sigmoid yang bermuara di rektum dan anus. Arteri yang memperdarahi usus besar meliputi eteri mesenterika superior (untuk kolon bagian kanan), arteri mesenterika inferior (untuk kolon bagian kiri), serta arteri hemoroidales. Sistem saraf yang mempengaruhi kerja usus besar adalah sisten saraf otonom kecuali spingter eksterna oleh sistem saraf volunter.
Fungsi usus besar yang paling penting adalah absorpsi air dan elektrolit yang sebagian besar berlangsung di usus besar bagian kanan, fungsi sigmoid sebagai reservoir untuk dehidrasi massa feses sampai defekasi berlangsung. Sekresi kolon merupakan mukus dan HCO3, mukus bekerja sebagai pelumas dan melindungi mukosa kolon sedangkan HCO3 berperan dalam kestabilan jumlah bakteri dalam kolon dan menjaga tingkat keasaman dalam kolon,  pada peradangan usus, peningkatan sekresi mukus yang banyak sekali mungkin bertanggung jawab akan kehilang protein dalam feses, juga menyebabkan kehilangan HCO3 yang bertanggung jawab terhadap sebagian gangguan keseimbangan asam basa.
Bakteri dalam kolon melakukan banyak fungsi yaitu mensintesis vitamin K dan beberapa vitamin B, serta melakukan pembusukan sisa makanan yang tidak bisa diabsorpsi usus halus. Selama proses pembusukan dihasilkan berbagai peptida, indol, skatol, fenol dan asam lemak serta beberapa gas (amonia, H2, H2S, dan CH4). Sebagian zat-zat ini dibuang bersama feses dan yang lainnya diabsorpsi dan ditransfor ke hati untuk diubah menjadi senyawa yang kurang toksik dan diekskresi melalui urin.

3.      ETIOLOGI
§  Bakteri            : Escherichia coli, Salmonella typhi, Salmonella para typhi A/B/C, Shigella dysentriae, Shigella flexneri, Vivrio cholera, Vibrio eltor, Vibrio parahemolyticus, Clostridium perfrigens, Campilobacter (Helicobacter) jejuni, Staphylococcus sp, Streptococcus sp, Yersinia intestinalis, Coccidiosis.
§  Parasit : Protozoa (Entamoeba hystolitica, Giardia lamblia, Trichomonas hominis, Isospora sp) dan Cacing ( A. lumbricodes, A. duodenale, N. americanus, T. trichiura, O. velmicularis, S. stercoralis, T. saginata dan T. solium)
§  Virus : Rotavirus, Adenovirus dan Norwalk.
§  Faktor malbabsorpsi : karbohidrat, lemak, protein
§  Faktor makanan : makanan basi, beracun, terlampau banyak lemak, sayuran yang dimasak kurang matang, kebiasaan cuci tangan
§  Faktor psikologis : rasa takut, cemas.

4.      PATOFISIOLOGI

Sebanyak kira-kira 9-10 liter cairan memasuki saluran cerna setiap hari yang berasal dari luar (asupan diet) dan dari dalam tubuh sendiri (sekresi cairan lambung, empedu dan sebagainya). Sebagian besar jumlah tersebut diresorbsi di usus halus dan sisanya sebanyak 1500 ml memasuki usus besar. Sejumlah 90% dari cairan usus besar akan diresorbsi sehingga tersisa sejumlah 150-250 ml cairan ikut membentuk tinja.

Faktor-faktor fisiologis yang menyebabkan diare sangat erat hubungannya satu sama lain. Misalnya, cairan dalam lumen usus yang meningkat akan menyebabkan terangsangnya usus secara mekanis karena meningkatnya volume sehingga motilitas usus meningkat. Sebaliknya bila waktu henti makanan di usus terlalu cepat akan menyebabkan gangguan waktu penyentuhan makanan dengan mukosa usus sehingga penyerapan elektrolit, air dan zat-zat lain terganggu.

5.      PATOGENESIS
Dua hal umum yang patut diperhatikan pada keadaan diare akut karena infeksi adalah faktor kausal (agent) dan faktor penjamu (host). Faktor penjamu adalah kemampuan tubuh untuk mempertahankan diri terhadap organisme yang dapat menimbulkan diare akut yang terdiri atas faktor-faktor daya tahan tubuh atau lingkungan intern traktus intestinalis seperti keasaman lambung, motilitas usus dan juga mencakup flora normal usus.
Penurunan keasaman lambung pada infeksi shigella telah terbukti dapat menyebabkan serangan infeksi yang lebih berat dan menyebabkan kepekaan lebih tinggi terhadap infeksi V.cholera. Hipomotilitas usus pada infeksi usus memperlama waktu diare dan gejala penyakit serta mengurangi kecepatan eliminasi agen sumber penyakit. Peran imunitas tubuh dibuktikan dengan didapatkannya frekuensi Giardiasis yang lebih tinggi pada mereka yang kekurangan Ig-A. Percobaan lain membuktikan bahwa bila lumen usus dirangsang suatu toksoid berulangkali akan terjadi sekresi antibodi. Percobaan pada binatang menunjukkan berkurangnya perkembangan S. typhi murium pada mikroflora usus yang normal.
Faktor kausal yang mempengaruhi patogenitas antara lain daya penetrasi yang dapat merusak sel mukosa, kemampuan memproduksi toksin yang mempengaruhi sekresi cairan usus halus serta daya lekat kuman pada lumen usus. Kuman dapat membentuk koloni-koloni yang dapat menginduksi diare.
Berdasarkan kemampuan invasi kuman menembus mukosa usus, bakteri dibedakan atas:
-          Bakteri non-invasif (enterotoksigenik)
Misalnya V. cholera/eltor, Enterotoxigenic E Coli (ETEC) dan C. perfringens tidak merusak mukosa, mengeluarkan toksin yang terikat pada mukosa usus halus 15-30 menit sesudah diproduksi yang mengaktivasi sekresi anion klorida dari sel ke dalam lumen usus yang diikuti air, ion bokarbonat, natrium dan kalium sehingga tubuh akan kekurangan cairan dan elektrolit yang keluar bersama tinja.
-          Bakteri enterovasif
Misalnya Enteroinvasive E. Coli (EIEC), Salmonella, Shigella, Yersinia, dan C. perfringens type CV. cholera/eltor, Enterotoxigenic E Coli dan C. perfringens. Dalam hal ini, diare terjadi akibat nekrosis dan ulserasi dinding usus. Sifat diarenya sekretorik eksudatif., dapat tercampur lendir dan darah. Walaupun demikian, infeksi oleh kuman-kuman ini dapat juga bermanifestasi sebagai suatu diare koleriformis.

6.      MANIFESTASI KLINIS
Diare akut karena infeksi dapat disertai muntah-muntah, demam, tenesmus, hematoschezia, nyeri perut dan atau kejang perut. Akibat paling fatal dari diare yang berlangsung lama tanpa rehidrasi yang adekuat adalah kematian akibat dehidrasi yang menimbulkan renjatan hipovolemik atau gangguan biokimiawi berupa asidosis metabolik yang berlanjut. Seseorang yang kekurangan cairan akan merasa haus, berat badan berkurang, mata cekung, lidah kering, tulang pipi tampak lebih menonjol, turgor kulit menurun serta suara menjadi serak. Keluhan dan gejala ini disebabkan oleh deplesi air yang isotonik.
Karena kehilangan bikarbonat (HCO3) maka perbandingannya dengan asam karbonat berkurang mengakibatkan penurunan pH darah yang merangsang pusat pernapasan sehingga frekuensi pernapasan meningkat dan lebih dalam (pernapasan Kussmaul).
Gangguan kardiovaskuler pada tahap hipovolemik yang berat dapat berupa renjatan dengan tanda-tanda denyut nadi cepat (> 120 x/menit), tekanan darah menurun sampai tidak terukur. Pasien mulai gelisah, muka pucat, akral dingin dan kadang-kadang sianosis. Karena kekurangan kalium pada diare akut juga dapat timbul aritmia jantung.
Penurunan tekanan darah akan menyebabkan perfusi ginjal menurun sampai timbul oliguria/anuria. Bila keadaan ini tidak segera diatasi akan timbul penyulit nekrosis tubulus ginjal akut yang berarti suatu keadaan gagal ginjal akut.

7.      PRINSIP PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan diare akut karena infeksi pada orang dewasa terdiri atas:
a.       Rehidrasi sebagai prioritas utama terapi.
b.      Tata kerja terarah untuk mengidentifkasi penyebab infeksi.
c.       Memberikan terapi simtomatik
d.      Memberikan terapi definitif.

I.            Rehidrasi sebagai prioritas utama terapi.
Ada 4 hal yang penting yang diperhatikan agar dapat memberikan rehidrasi yang cepat dan akurat, yaitu:
1)      Jenis cairan yang hendak digunakan.
Pada saat ini cairan Ringer Laktat merupakan cairan pilihan karena tersedia cukup banyak di pasaran meskipun jumlah kaliumnya rendah bila dibandingkan dengan kadar kalium tinja. Bila RL tidak tersedia dapat diberikann NaCl isotonik (0,9%) yang sebaiknya ditambahkan dengan 1 ampul Nabik 7,5% 50 ml pada setiap satu liter NaCl isotonik. Pada keadaan diare akut awal yang ringan dapat diberikan cairan oralit untuk mencegah dehidrasi dengan segala akibatnya.
2)      Jumlah cairan yang hendak diberikan.
Pada prinsipnya jumlah cairan pengganti yang hendak diberikan harus sesuai dengan jumlah cairan yang keluar dari badan. Jumlah kehilangan cairan dari badan dapat dihitung dengan cara/rumus:
-          Mengukur BJ Plasma
Kebutuhan cairan dihitung dengan rumus:

BJ Plasma – 1,025
———————- x BB x 4 ml
        0,001



-          Metode Pierce
Berdasarkan keadaan klinis, yakni:
* diare ringan, kebutuhan cairan      = 5% x kg BB
* diare sedang, kebutuhan cairan     = 8% x kg BB
* diare ringan, kebutuhan cairan      = 10% x kg BB

-          Metode Daldiyono
Berdasarkan skoring keadaan klinis sebagai berikut:
* Rasa haus/muntah                                 = 1
* BP sistolik 60-90 mmHg                       = 1
* BP sistolik <60 mmHg                          = 2
* Frekuensi nadi >120 x/mnt                   = 1
* Kesadaran apatis                                   = 1
* Kesadaran somnolen, sopor atau koma = 2
* Frekuensi napas >30 x/mnt                   = 1
* Facies cholerica                                     = 2
* Vox cholerica                                        = 2
* Turgor kulit menurun                            = 1
* Washer women’s hand                          = 1
* Ekstremitas dingin                                = 1
* Sianosis                                                 = 2
* Usia 50-60 tahun                                   = 1
* Usia >60 tahun                                      = 2

Kebutuhan cairan =

Skor
——– x 10% x kgBB x 1 ltr
15

3)      Jalan masuk atau cara pemberian cairan
Rute pemberian cairan pada orang dewasa meliputi oral dan intravena. Larutan orali dengan komposisi berkisar 29 g glukosa, 3,5 g NaCl, 2,5 g NaBik dan 1,5 g KCl stiap liternya diberikan per oral pada diare ringan sebagai upaya pertama dan juga setelah rehidrasi inisial untuk mempertahankan hidrasi.
4)      Jadual pemberian cairan
Jadual rehidrasi inisial yang dihitung berdasarkan BJ plasma atau sistem skor diberikan dalam waktu 2 jam dengan tujuan untuk mencapai rehidrasi optimal secepat mungkin. Jadual pemberian cairan tahap kedua yakni untuk jam ke-3 didasarkan pada kehilangan cairan selama 2 jam fase inisial sebelumnya. Dengan demikian, rehidrasi diharapkan lengkap pada akhir jam ke-3.



      II.          Tata kerja terarah untuk mengidentifkasi penyebab infeksi.
Untuk mengetahui penyebab infeksi biasanya dihubungkan dengan dengan keadaan klinis diare tetapi penyebab pasti dapat diketahui melalui pemeriksaan biakan tinja disertai dengan pemeriksaan urine lengkap dan tinja lengkap.
Gangguan keseimbangan cairan, elektrolit dan asam basa diperjelas melalui pemeriksaan darah lengkap, analisa gas darah, elektrolit, ureum, kreatinin dan BJ plasma.
Bila ada demam tinggi dan dicurigai adanya infeksi sistemik pemeriksaan biakan empedu, Widal, preparat malaria serta serologi Helicobacter jejuni sangat dianjurkan. Pemeriksaan khusus seperti serologi amuba, jamur dan Rotavirus biasanya menyusul setelah melihat hasil pemeriksaan penyaring.
Secara klinis diare karena infeksi akut digolongkan sebagai berikut:
a.         Koleriform, diare dengan tinja terutama terdiri atas cairan saja.
b.         Disentriform, diare dengan tinja bercampur lendir kental dan kadang-kadang darah.
Pemeriksaan penunjang yang telah disinggung di atas dapat diarahkan sesuai manifestasi klinis diare.

   III.          Memberikan terapi simtomatik
Terapi simtomatik harus benar-benar dipertimbangkan kerugian dan keuntungannya. Antimotilitas usus seperti Loperamid akan memperburuk diare yang diakibatkan oleh bakteri entero-invasif karena memperpanjang waktu kontak bakteri dengan epitel usus yang seyogyanya cepat dieliminasi.

   IV.          Memberikan terapi definitif.
Terapi kausal dapat diberikan pada infeksi:
1)      Kolera-eltor: Tetrasiklin atau Kotrimoksasol atau Kloramfenikol.
2)      V. parahaemolyticus,
3)      E. coli, tidak memerluka terapi spesifik
4)      C. perfringens, spesifik
5)      A. aureus : Kloramfenikol
6) Salmonellosis: Ampisilin atau Kotrimoksasol atau golongan Quinolon seperti Siprofloksasin
7)      Shigellosis: Ampisilin atau Kloramfenikol
8)      Helicobacter: Eritromisin
9)      Amebiasis: Metronidazol atau Trinidazol atau Secnidazol
10)    Giardiasis: Quinacrine atau Chloroquineitiform atau Metronidazol
11)    Balantidiasis: Tetrasiklin
12)    Candidiasis: Mycostatin
13)    Virus: simtomatik dan suportif






8.      KONSEP KEPERAWATAN
a.      Pengkajian
Berdasarkan klasifikasi Doenges dkk. (2000) riwayat keperawatan yang perlu dikaji adalah :
a.       Aktivitas/istirahat:
Gejala:
1.      Kelelelahan, kelemahan atau malaise umum
2.      Insomnia, tidak tidur semalaman karena diare
3.      Gelisah dan ansietas
b.      Sirkulasi:
Tanda:
1.      Takikardia (reapon terhadap dehidrasi, demam, proses inflamasi dan nyeri)
2.      Hipotensi
3.      Kulit/membran mukosa : turgor jelek, kering, lidah pecah-pecah
c.       Integritas ego:
Gejala:
Ansietas, ketakutan,, emosi kesal, perasaan tak berdaya
Tanda:
Respon menolak, perhatian menyempit, depresi
d.      Eliminasi:
Gejala:
1.      Tekstur feses cair, berlendir, disertai darah, bau anyir/busuk.
2.      Tenesmus, nyeri/kram abdomen
Tanda:
1.      Bising usus menurun atau meningkat
2.      Oliguria/anuria
e.       Makanan dan cairan:
Gejala:
1.      Haus
2.      Anoreksia
3.      Mual/muntah
4.      Penurunan berat badan
5.      Intoleransi diet/sensitif terhadap buah segar, sayur, produk susu, makanan berlemak
Tanda:
1.      Penurunan lemak sub kutan/massa otot
2.      Kelemahan tonus otot, turgor kulit buruk
3.      Membran mukosa pucat, luka, inflamasi rongga mulut
f.       Hygiene:
Tanda:
1.      Ketidakmampuan mempertahankan perawatan diri
2.      Badan berbau
g.      Nyeri dan Kenyamanan:
Gejala:
Nyeri/nyeri tekan kuadran kanan bawah, mungkin hilang dengan defekasi
Tanda:
Nyeri tekan abdomen, distensi.
h.      Keamanan:
Tanda:
1.      Peningkatan suhu pada infeksi akut,
2.      Penurunan tingkat kesadaran, gelisah
3.      Lesi kulit sekitar anus
i.        Seksualitas
Gejala:
Kemampuan menurun, libido menurun
j.        Interaksi sosial
Gejala:
Penurunan aktivitas sosial
k.      Penyuluhan/pembelajaran:
Gejala:
1.      Riwayat anggota keluarga dengan diare
2.      Proses penularan infeksi fekal-oral
3.      Personal higyene
4.      Rehidrasi

b.      Diagnosa Keperawatan
1.      Kekurangan volume cairan b/d kehilangan berlebihan melalui feses dan muntah serta intake terbatas (mual).
2.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan absorbsi nutrien dan peningkatan peristaltik usus.
3.      Nyeri (akut) b/d hiperperistaltik, iritasi fisura perirektal.
4.      Kecemasan b/d perubahan status kesehatan, perubahan status sosio-ekonomis, perubahan fungsi peran dan pola interaksi.
5.      Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan terapi b/d pemaparan informasi terbatas, salah interpretasi informasi dan atau keterbatasan kognitif.

c.       Intervensi Keperawatan
Dx.1 : Kekurangan volume cairan b/d kehilangan berlebihan melalui feses dan muntah serta intake terbatas (mual)

Intervensi dan Rasional:
1.      Berikan cairan parenteral sesuai dengan program rehidrasi
Rasional : Sebagai upaya rehidrasi untuk mengganti cairan yang keluar bersama feses.
2.      Pantau intake dan output.
Rasional : Memberikan informasi status keseimbangan cairan untuk menetapkan kebutuhan cairan pengganti.
3.      Kaji tanda vital, tanda/gejala dehidrasi dan hasil pemeriksaan laboratorium
Rasional : Menilai status hidrasi, elektrolit dan keseimbangan asam basa.
4.      Kolaborasi pelaksanaan terapi definitif.
Rasional : Pemberian obat-obatan secara kausal penting setelah penyebab diare diketahui.

Dx.2 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan absorbsi nutrien dan peningkatan peristaltik usus.

Intervensi dan Rasional:
1.      Pertahankan tirah baring dan pembatasan aktivitas selama fase akut.
Rasional : Menurunkan kebutuhan metabolik.
2.      Pertahankan status NPO (puasa) selama fase akut/ketetapan medis dan segera mulai pemberian makanan per oral setelah kondisi klien mengizinkan
Rasional : Pembatasan diet per oral mungkin ditetapkan selama fase akut untuk menurunkan peristaltik sehingga terjadi kekurangan nutrisi. Pemberian makanan sesegera mungkin penting setelah keadaan klinis klien memungkinkan.
3.      Kolaborasi pemberian roborantia seperti vitamin B 12 dan asam folat.
Rasional : Diare menyebabkan gangguan fungsi ileus yang berakibat terjadinya malabsorbsi vitamin B 12; penggantian diperlukan untuk mengatasi depresi sum sum tulang, meningkatkan produksi SDM. Defisiensi asam folat dapat terjadi bila diare berlanjut akibat malabsorbsi.
4.      Kolaborasi pemberian nutrisi parenteral sesuai indikasi.
Rasional : Mengistirahatkan kerja gastrointestinal dan mengatasi/mencegah kekurangan nutrisi lebih lanjut.

Dx.3 : Nyeri (akut) b/d hiperperistaltik, iritasi fisura perirektal.

Intervensi dan Rasional:

1.      Atur posisi yang nyaman bagi klien, misalnya dengan lutut fleksi.
Rasional : Menurunkan tegangan abdomen.
2.      Lakukan aktivitas pengalihan untuk memberikan rasa nyaman seperti masase punggung dan kompres hangat abdomen
Rasional : Meningkatkan relaksasi, mengalihkan fokus perhatian kliendan meningkatkan kemampuan koping.
3.      Bersihkan area anorektal dengan sabun ringan dan airsetelah defekasi dan berikan perawatan kulit
Rasional : Melindungi kulit dari keasaman feses, mencegah iritasi.
4.      Kolaborasi pemberian obat analgetika dan atau antikolinergik sesuai indikasi
Rasional : Analgetik sebagai agen anti nyeri dan antikolinergik untuk menurunkan spasme traktus GI dapat diberikan sesuai indikasi klinis.
5.      Kaji keluhan nyeri (skala 1-10), perubahan karakteristik nyeri, petunjuk verbal dan non verbal
Rasional : Mengevaluasi perkembangan nyeri untuk menetapkan intervensi selanjutnya.
Dx.4 : Kecemasan b/d perubahan status kesehatan, perubahan status sosio-ekonomis, perubahan fungsi peran dan pola interaksi.

Intervensi dan Rasional:
1.      Dorong klien untuk membicarakan kecemasan dan berikan umpan balik tentang mekanisme koping yang tepat.
Rasional : Membantu mengidentifikasi penyebab kecemasan dan alternatif pemecahan masalah.
2.      Tekankan bahwa kecemasan adalah masalah yang umum terjadi pada orang lain yang mengalami masalah yang sama dengan klien.
Rasional : Membantu menurunkan stres dengan mengetahui bahwa klien bukan satu-satunya orang yang mengalami masalah yang demikian.
3.      Ciptakan lingkungan yang tenang, tunjukkan sikap ramah tamah dan tulus dalam membantu klien.
Rasional : Mengurangi rangsang eksternal yang dapat memicu peningkatan kecamasan.
4.      Kolaborasi pemberian obat sedatif bila diperlukan.
Rasional : Dapat digunakan sebagai anti ansitas dan meningkatkan relaksasi.
5.      Kaji perubahan tingkat kecemasan (misalnya dengan indeks HARS)
Rasional : Mengevaluasi perkembangan kecemasan untuk menetapkan intervensi selanjutnya.

Dx.5 :Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan terapi b/d pemaparan informasi terbatas, salah interpretasi informasi dan atau keterbatasan kognitif.

Intervensi dan Rasional:
1.      Kaji kesiapan klien mengikuti pembelajaran, termasuk pengetahuan klien tentang penyakit dan perawatannya.
Rasional : Efektivitas pembelajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental serta latar belakang pengetahuan sebelumnya.
2.      Jelaskan tentang proses penyakit, penyebab dan akibatnya terhadap gangguan aktivitas sehari-hari.
Rasional : Pemahaman tentang masalah ini penting untuk meningkatkan partisipasi klien dan keluarga dalam proses perawatan klien.
3.      Jelaskan tentang tujuan pemberian obat, dosis, frekuensi dan cara pemberian serta efek samping yang mungkin timbul.
Rasional : Meningkatkan pemahaman dan partisipasi klien dalam pengobatan.
4.      Jelaskan dan tunjukkan cara perawatan perineal setelah defekasi.
Rasional : Meningkatkan kemandirian dan kontrol klien terhadap kebutuhan perawatan diri.





DAFTAR PUSTAKA

Betz Cecily L, Sowden Linda A. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatik, Jakarta : EGC
Dongoes, E. Marilyn. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta : EGC.
Hasan, R. 1997. Ilmu Kesehatan Anak, Jilid I. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta
Mansjoer, A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3 Jilid 2. Jakarta: Aesculapius.
Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC.
Tucker, Susan Martin, dkk. 1998. Standar Perawatan Pasien : Proses Keperawatan, Diagnosis, dan Evaluasi. (ed. 5). Alih Bahasa Yasmin Asih,dkk. Jakarta : EGC.


1 komentar:

shanti mengatakan...

Menangkan Jutaan Rupiah dan Dapatkan Jackpot Hingga Puluhan Juta Dengan Bermain di www(.)SmsQQ(.)com

Kelebihan dari Agen Judi Online SmsQQ :
-Situs Aman dan Terpercaya.
- Minimal Deposit Hanya Rp.10.000
- Proses Setor Dana & Tarik Dana Akan Diproses Dengan Cepat (Jika Tidak Ada Gangguan).
- Bonus Turnover 0.3%-0.5% (Disetiap Harinya)
- Bonus Refferal 20% (Seumur Hidup)
-Pelayanan Ramah dan Sopan.Customer Service Online 24 Jam.
- 4 Bank Lokal Tersedia : BCA-MANDIRI-BNI-BRI

8 Permainan Dalam 1 ID :
Poker - BandarQ - DominoQQ - Capsa Susun - AduQ - Sakong - Bandar Poker - Bandar66

Info Lebih Lanjut Hubungi Kami di :
BBM: 2AD05265
WA: +855968010699
Skype: smsqqcom@gmail.com

Posting Komentar

 

SHARE D' MOMENT Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review