2.1 Pengertian
Plasenta previa merupakan implantasi plasenta di bagian bawah sehingga
menutupi ostium uteri internum, serta menimbulkan perdarahan saat pembentukan
segmen bawah rahim. (Cunningham, 2006).
Plasenta
Previa adalah plasenta berimplantasi, baik parsial atau total pada
sekmen bawah uteri dan terletak di bawah (previa) bagian presentasi bawah janin .(Lewellyn, 2001)
Plasenta
previa plasenta yang letaknya apnormal, pada
sekme uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh pada jalanlahir (Mansjoer, 2001).
Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal yaitu pada segmen
bawah uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan
lahir (FKUI, 2000).
2.2 Etiologi
Penyebab plasenta previa belum
diketahui dengan pasti, namun bermacam-macam teori dan faktor-faktor
dikemukakan sebagai etiologi.
Faktor-faktor
yang dapat meningkatkan kejadian plasenta previa :
a. Umur penderita
§ Umur muda karena endometrium
masih belum sempurna.
§ Umur diatas 35 tahun karena
tumbuh endometrium yang kurang subur.
b. Paritas
Pada paritas yang tinggi kejadian plasenta
previa makin besar karena endometrium belum sempat tumbuh.
c. Endometrium yang cacat
§ Bekas persalinan berulang dengan jarak pendek.
§ Bekas operasi, bekas kuretase atau plasentamanual.
§ Pertumbuhan tumor endometrium
seperti pada mioma uteri atau polip endometrium.
§ Gestasi ganda.
§ Endometriosis puerperal.
d. Hipoplasia
endometrium
Bila kawin dan hamil pada umur muda
Menurut Manuaba (2003),
penyebab terjadinya plasenta previa diantaranya adalah mencakup :
a. Perdarahan (hemorrhaging).
b. Usia lebih
dari 35 tahun.
c. Multiparitas.
d. Pengobatan
infertilitas.
e. Multiple gestation.
f. Erythroblastosis.
g. Riwayat
operasi/pembedahan uterus sebelumnya.
h. Keguguran
berulang.
i. Status sosial ekonomi yang rendah.
j. Jarak antar kehamilan yang pendek.
k. Merokok.
Penyebab plasenta previa secara
pasti sulit ditentukan, tetapi ada beberapa faktor yang meningkatkan risiko
terjadinya plasenta previa, misalnya bekas operasi rahim (bekas cesar atau
operasi mioma), sering mengalami infeksi rahim (radang panggul), kehamilan
ganda, pernah plasenta previa, atau kelainan bawaan rahim.
Sedangkan
menurut Kloosterman(1973), Plasenta
bertumbuh pada segmen bawah uterus tidak selalu dapat dengan jelas diterangkan.
Vaskularisasi yang berkurang atau perubahan atropi akibat persalinan yang lalu
dapat menyebabkan plasenta previa, tidak selalu benar. Memang apabila aliran
darah ke plasenta tidak cukup seperti pada kehamilan kembar maka plasenta yang
letaknya normal sekalipun akan memperluas permukaannya sehingga mendekati atau
menutupi pembukaan jalan lahir. Frekuensi plasenta previa pada primigravida
yang berumur lebih 35 tahun kira-kira 10 kali lebih sering dibandingkan dengan
primigravida yang berumur kurang dari 25 tahun . Pada grandemultipara yang berumur lebih dari 30 tahun kira-kira 4 kali
lebih sering dari grandemultipara yang berumur kurang dari 25 tahun.
2.3 Faktor Predisposisi dan Presipitasi
Menurut
Mochtar (1998), faktor predisposisi dan presipitasi yang dapat mengakibatkan
terjadinya plasenta previa adalah :
a. Melebarnya pertumbuhan plasenta :
1) Kehamilan
kembar (gamelli).
2) Tumbuh
kembang plasenta tipis.
b.
Kurang suburnya endometrium :
1)
Malnutrisi ibu hamil.
2)
Melebarnya plasenta karena gamelli.
3) Bekas seksio
sesarea.
4)
Sering dijumpai pada grandemultipara.
c Terlambat implantasi :
1) Endometrium
fundus kurang subur.
2) Terlambatnya
tumbuh kembang hasil konsepsi dalam bentuk blastula yang siap untuk nidasi.
2.4 Patofisologi
Seluruh plasenta biasanya terletak pada segmen atau uterus. Kadang-kadang bagian atau seluruh organ dapat melekat pada segmen bawah
uterus, dimana hal ini dapat diketahui sebagai plasenta previa. Karena segmen
bawah agak merentang selama kehamilan lanjut dan persalinan, dalam usaha
mencapai dilatasi serviks dan kelahiran anak, pemisahan plasenta dari dinding
uterus sampai tingkat tertentu tidak dapat dihindarkan sehingga terjadi
pendarahan.
Plasenta previa adalah implantasi plasenta bawah rahim sehingga menutupi
kanalis servikalis
dan mengganggu proses persalinan dengan
terjadinya perdarahan. Zigot yang tertanam sangat rendah dalam kavum uteri, akan
membentuk plasenta yang pada awal mulanya sangat
berdekatan dengan ostimintenum. Plaseta yang letaknya demikian akan diam di tempatnya
sehingga terjadi plasenta previa
Penurunan kepala janin yang
mengakibatkan tertekannya plasenta (apabila plasenta tumbuh di segmen bawah
rahim ). Pelebaran pada segmen bawah uterus dan pembukaan serviks akan menyebabkan bagian plasenta yang
di atas atau dekat ostium akan terlepas
dari dinding uterus. Segmen bawah uterus lebih banyak mengalami perubahan pada
trimester III. Perdarahan tidak dapat
dihindari karena ketidakmampuan serabut otot segmen bawah uterus berkontraksi seperti pada plasenta letak normal. ( Doengoes,
2000 ).
2.5 Klasifikasi
Klasifikasi
plasenta previa berdasarkan terabanya jaringan plasenta melalui pembukaan jalan
lahir pada waktu atau derajat
abnormalitas tertentu :
1. Placenta previa totalis
Bila plasenta menutupi ostium internum servisis seluruh pembukaan jalan lahir. Pada posisi ini, jelas
tidak mungkin bayi dilahirkan per-vaginam (normal/spontan/biasa), karena risiko
perdarahan sangat hebat.
2.
Placenta previa partialis
Bila hanya
sebagian/separuh plasenta yang menutupi ostium internum pembukaan jalan lahir.
Pada posisi inipun risiko perdarahan masih besar, dan biasanya tetap tidak
dilahirkan melalui per-vaginam.
3. Placenta
previa marginalis
Bila hanya bagian tepi plasenta yang
menutupi jalan lahir. Bisa dilahirkan per-vaginam tetapi risiko perdarahan
tetap besar.
4. Low-lying
placenta
(Plasenta letak rendah, lateralis placenta atau kadang
disebut juga dangerous placenta). Yaitu posisi plasenta beberapa mm atau cm
dari tepi jalan lahir sehingga tidak akan teraba pada pembukaan jalan lahir. Risiko
perdarahan tetap ada, namun bisa dibilang kecil, dan bisa dilahirkan
per-vaginam dengan aman, asal hati-hati.
Derajat
plasenta previa akan tergantung kepada luasnya ukuran dilatasi serviks saat
dilakukan pemeriksaan. Perlu ditegaskan bahwa palpasi digital untuk mencoba
memastikan hubungan yang selalu berubah antara tepi plasenta dan ostium
internum ketika serviks berdilatasi, dapat memicu terjadinya perdarahan hebat.
2.6 Tanda dan Gejala
Menurut FKUI (2000), tanda dan gejala plasenta previa
di antaranya adalah:
a. Pendarahan tanpa sebab dan tanpa rasa nyeri dari biasanya serta berulang.
b. Darah biasanya berwarna merah segar.
c. Terjadi pada saat tidur atau saat melakukan aktivitas.
d. Bagian terdepan janin tinggi (floating), sering dijumpai kelainan letak janin.
e. Pendarahan pertama (first bleeding) biasanya tidak banyak dan tidak fatal, kecuali bila dilakukan periksa dalam sebelumnya. Tetapi perdarahan berikutnya (reccurent bleeding) biasanya lebih banyak.
a. Pendarahan tanpa sebab dan tanpa rasa nyeri dari biasanya serta berulang.
b. Darah biasanya berwarna merah segar.
c. Terjadi pada saat tidur atau saat melakukan aktivitas.
d. Bagian terdepan janin tinggi (floating), sering dijumpai kelainan letak janin.
e. Pendarahan pertama (first bleeding) biasanya tidak banyak dan tidak fatal, kecuali bila dilakukan periksa dalam sebelumnya. Tetapi perdarahan berikutnya (reccurent bleeding) biasanya lebih banyak.
Menurut Departemen Kesehatan RI (1996) :
Gejala
Utama :
Perdarahan yang terjadi bisa sedikit
atau banyak. Perdarahan yang berwarna merah segar, tanpa alasan dan tanpa rasa
nyeri.
Gejala
Klinik :
1.
Perdarahan
yang terjadi bisa sedikit atau banyak. Perdarahan yang terjadi pertama kali
biasanya tidak banyak dan tidak berakibat fatal. Perdarahan berikutnya hampir
selalu lebih banyak dari sebelumnya. Perdarahan pertama sering terjadi pada
triwulan ketiga.
2.
Pasien yang
datang dengan perdarahan karena plasenta previa tidak mengeluh adanya rasa
sakit.
3.
Pada uterus
tidak teraba keras dan tidak tegang.
4. Bagian
terbanyak janin biasanya belum masuk pintu atas panggul dan tidak jarang terjadi
letak janin lintang atau letak sungsang.
5.
Janin
mungkin masih hidup atau sudah mati, tergantung banyaknya perdarahan, sebagian
besar kasus, janinnya masih hidup.
Perdarahan adalah gejala primer dari
placenta previa dan terjadi pada mayoritas (70%-80%) dari wanita-wanita dengan
kondisi ini. Perdarahan vagina setelah minggu ke 20 kehamilan adalah
karakteristik dari placenta previa. Biasanya perdarahan tidak menyakitkan,
namun ia dapat dihubungkan dengan kontraksi-kontraksi kandungan dan nyeri
perut. Perdarahan mungkin mencakup dalam keparahan dari ringan sampai parah.
Pemeriksaan ultrasound digunakan
untuk menegakan diagnosis dari placenta previa. Evaluasi ultrasound
transabdominal (menggunakan probe pada dinding perut) atau transvaginal (dengan
probe yang dimasukan ke dalam vagina namun jauh dari mulut serviks) mungkin
dilakukan, tergantung pada lokasi dari placenta. Adakalanya kedua tipe-tipe
dari pemeriksaan ultrasound adalah perlu. Adalah penting bahwa pemeriksaan
ultrasound dilakukan sebelum pemeriksaan fisik dari pelvis pada wanita-wanita
dengan placenta previa yang dicurigai, karena pemeriksaan fisik pelvic mungkin
menjurus pada perdarahan yang lebih jauh.
Gejala paling khas dari plasenta
previa adalah perdarahan pervaginam (yang keluar melalui vagina) tanpa nyeri
yang pada umumnya terjadi pada akhir triwulan kedua. Ibu dengan plasenta previa
pada umumnya asimptomatik (tidak memiliki gejala) sampai terjadi perdarahan
pervaginam. Biasanya perdarahan tersebut tidak terlalu banyak dan berwarna
merah segar. Pada umumnya perdarahan pertama terjadi tanpa faktor pencetus,
meskipun latihan fisik dan hubungan seksual dapat menjadi faktor pencetus.
Perdarahan terjadi karena pembesaran dari rahim sehingga menyebabkan robeknya
perlekatan dari plasenta dengan dinding rahim. Koagulapati jarang terjadi pada
plasenta previa. Jika didapatkan kecurigaan terjadinya plasenta previa pada ibu
hamil, maka pemeriksaan Vaginal Tousche (pemeriksaaan dalam vagina) oleh dokter
tidak boleh dilakukan kecuali di meja operasi mengingat risiko perdarahan hebat
yang mungkin terjadi.
2.7 Komplikasi
1. Plasenta
abruptio. Pemisahan plasenta dari dinding rahim.
2. Perdarahan
sebelum atau selama melahirkan yang dapat menyebabkan histerektomi (operasi pengangkatan
rahim).
3. Plasenta
akreta, plasenta inkreta, plasenta perkreta.
4. Prematur
atau kelahiran bayi sebelum waktunya (< 37 minggu).
5. Kecacatan
pada bayi.
Menurut
Roeshadi (2004), kemungkinan komplikasi yang dapat ditimbulkan dari adanya
plasenta previa adalah sebagai berikut :
a. Pada ibu dapat terjadi :
1)
Perdarahan hingga syok akibat perdarahan.
2)
Anemia karena perdarahan.
3)
Plasentitis
4)
Endometritis pasca persalinan
b. Pada janin
dapat terjadi :
1)
Persalinan premature.
2)
Asfiksia berat.
2.8 Prognosis
Perdarahan yang salah satunya
disebabkan oleh plasenta previa, dapat menyebabkan kesakitan atau kematian baik
pada ibu maupun pada janinnya. Faktor resiko yang juga penting dalam terjadinya
plasenta previa adalah kehamilan setelah menjalani seksio sebelumnya, kejadian
plasenta previa meningkat 1% pada kehamilan dengan riwayat seksio. Kematian ibu
disebabkan karena perdarahan uterus atau karena DIC (Disseminated Intravascular
Coagulopathy). Sedangkan morbiditas/ kesakitan ibu dapat disebabkan karena
komplikasi tindakan seksio sesarea seperti infeksi saluran kencing, pneumonia
post operatif dan meskipun jarang dapat terjadi embolisasi cairan amnion
(Hanafiah, 2004).
Terhadap janin, plasenta previa
meningkatkan insiden kelainan kongenital dan pertumbuhan janin terganggu
sehingga bayi yang dilahirkan memiliki berat yang kurang dibandingkan dengan
bayi yang lahir dari ibu yang tidak menderita plasenta previa. Risiko kematian
neonatal juga meningkat pada bayi dengan plasenta previa (Hanafiah, 2004).
2.9 Pemeriksaaan Penunjang dan Laboratorium
a.
USG : biometri janin, indeks cairan amnion, kelainan congenital, letak dan
derajat maturasi plasenta. Lokasi plasenta sangat penting karena hal ini
berkaitan dengan teknik operasi yang akan dilakukan.
b.
Kardiotokografi (KTG) : dilakukan pada kehamilan > 28 minggu.
c.
Laboratorium : darah perifer lengkap. Bila akan dilakukan PDMO atau
operasi, perlu diperiksa faktor waktu pembekuan darah, waktu perdarahan dan
gula darah sewaktu.
d.
Sinar X : Menampakkan kepadatan jaringan lembut untuk menampakkan bagian-bagian tubuh
janin.
e.
Pengkajian vaginal : Pengkajian ini akan mendiagnosa placenta previa tapi seharusnya ditunda
jika memungkinkan hingga kelangsungan hidup tercapai (lebih baik sesuadah 34
minggu). Pemeriksaan ini disebut pula prosedur susunan ganda (double setup
procedure). Double setup adalah pemeriksaan steril pada vagina yang dilakukan
di ruang operasi dengan kesiapan staf dan alat untuk efek kelahiran secara
cesar.
f.
Isotop Scanning : Atau lokasi penempatan placenta.
g.
Amniocentesis : Jika 35 – 36 minggu kehamilan tercapai, panduan ultrasound pada
amniocentesis untuk menaksir kematangan paru-paru (rasio lecithin /
spingomyelin [LS] atau kehadiran phosphatidygliserol) yang dijamin. Kelahiran
segera dengan operasi direkomendasikan jika paru-paru fetal sudah mature.
2.10 Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Medis
Episode pendarahan signifikan yang pertama biasanya terjadi di
rumah pasien, dan biasanya tidak berat. Pasien harus dirawat di rumah
sakit dan tidak dilakukan pemeriksaan vagina, karena akan mencetuskan
perdarahan yang sangat berat. Di rumah sakit TTV pasien diperiksa, dinilai
jumlah darah yang keluar, dan dilakukan close match. Kehilangan darah yang
banyak memerlukan transfusi. Dilakukan palpasi abdomen untuk menentukan
umur kehamilan janin, presentasi, dan posisinya.
Pemeriksaan
Ultrasonografi dilakukan segara setelah masuk, untuk mengkonfirmasi diagnosis
Penatalaksanaan selajutnya tergantung pada perdarahan dan umur kehamilan
janin. Dalam kasus perdarahan hebat, diperlukan tindakan darurat
untuk melahirkan bayi (dan plasenta) tanpa memperhitungkan umur kehamilan
janin. Jika perdarahan tidak hebat, perawatan kehamilan dapat dibenarkan
jika umur kehamilan janin kurang dari 36 minggu. Karena perdarahan ini
cenderung berulang, ibu harus tetap dirawat di RS. Episode perdarahan berat
mungkin mengharuskan pengeluaran janin darurat, namum pada kebanyakan kasus
kehamilan dapat dilanjutkan hingga 36 minggu, kemudian pilihan melahirkan
bergantung pada apakah derajat plasenta previanya minor atau mayor. Wanita yang
memiliki derajat plasenta previa minor dapat memilih menunggu kelahiran
sampai term atau dengan induksi persalinan, asalkan kondisinya sesuai. Plasenta
previa derajat mayor ditangani dengan seksio seksarae pada waktu yang
ditentukan oleh pasien atau dokter, meskipun biasanya dilakukan sebelum tanggal
yang disepakati, karena perdarahan berat dapat terjadi setiap saat.
Menurut Wiknjosastro (2005), penatalaksanaan yang
diberikan untuk penanganan plasenta previa tergantung dari jenis plasenta
previanya yaitu:
a. Kaji kondisi fisik klien.
b. Menganjurkan klien untuk tidak coitus.
c. Menganjurkan klien istirahat.
d. Mengobservasi perdarahan.
e. Memeriksa tanda vital.
f. Memeriksa kadar Hb.
g. Berikan cairan pengganti intravena RL.
h. Berikan betametason untuk pematangan paru bila perlu dan bila fetus masih premature.
i. Lanjutkan terapi ekspektatif bila KU baik, janin hidup dan umur kehamilan < 37 minggu.
a. Kaji kondisi fisik klien.
b. Menganjurkan klien untuk tidak coitus.
c. Menganjurkan klien istirahat.
d. Mengobservasi perdarahan.
e. Memeriksa tanda vital.
f. Memeriksa kadar Hb.
g. Berikan cairan pengganti intravena RL.
h. Berikan betametason untuk pematangan paru bila perlu dan bila fetus masih premature.
i. Lanjutkan terapi ekspektatif bila KU baik, janin hidup dan umur kehamilan < 37 minggu.
·
Penanganan konservatif
bila :
a. Kehamilan kurang 37 minggu.
b. Perdarahan
tidak ada atau tidak banyak (Hb masih dalam batas normal).
c. Tempat tinggal pasien dekat dengan rumah sakit (dapat menempuh perjalanan selama 15 menit).
Penanganan konservatif berupa :
1) Istirahat.
2) Memberikan
hematinik dan spasmolitik unntuk mengatasi anemia.
3) Memberikan
antibiotik bila ada indikasii.
4) Pemeriksaan
USG, Hb, dan hematokrit.
Bila selama 3 hari tidak
terjadi perdarahan setelah melakukan perawatan konservatif maka lakukan
mobilisasi bertahap. Pasien dipulangkan bila tetap tidak ada perdarahan. Bila
timbul perdarahan segera bawa ke rumah sakit dan tidak boleh melakukan
senggama.
·
Penanganan
aktif bila :
1) Perdarahan
banyak tanpa memandang usia kehamilan.
2) Umur
kehamilan 37 minggu atau lebih.
3) Anak mati.
Penanganan aktif berupa :
a)
Persalinan per vaginam.
b)
Persalinan per abdominal.
Penderita disiapkan untuk
pemeriksaan dalam di atas meja operasi (double set up) yakni dalam keadaan siap operasi. Bila pada pemeriksaan dalam didapatkan :
a. Plasenta previa marginalis.
b. Plasenta
previa letak rendah.
c. Plasenta lateralis atau marginalis dimana janin mati dan serviks sudah
matang, kepala sudah masuk pintu atas panggul dan tidak ada perdarahan atau
hanya sedikit perdarahan maka lakukan amniotomi yang diikuti dengan drips
oksitosin pada partus per vaginam bila gagal drips (sesuai dengan protap
terminasi kehamilan). Bila terjadi perdarahan banyak, lakukan seksio sesar.
·
Penanganan (pasif)
1)
Tiap perdarahan triwulan III yang
lebih dari show harus segera dikirim ke Rumah sakit tanpa dilakukan suatu
manipulasi/UT.
2)
Apabila perdarahan sedikit,
janin masih hidup, belum inpartus,
kehamilan belum cukup 37 minggu/berat badan
janin kurang dari 2.500 gram persalinan
dapat ditunda dengan istirahat, obat-obatan;
spasmolitik, progestin/progesterone, observasi teliti.
3)
Siapkan darah untuk transfusi
darah, kehamilan dipertahankan setua mungkin
supaya tidak prematur.
4)
Bila ada anemia; transfusi dan obat-obatan
penambah darah.
Penatalaksanaan
kehamilan yang disertai komplikasi plasenta previa dan janin prematur tetapi
tanpa perdarahan aktif, terdiri atas penundaan persalinan dengan menciptakan
suasana yang memberikan keamanan sebesar-besarnya bagi ibu maupun janin. Perawatan di rumah sakit yang memungkinkan
pengawasan ketat, pengurangan aktivitas fisik, penghindaran setiap manipulasi
intravaginal dan tersedianya segera terapi yang tepat merupakan tindakan yang ideal. Terapi yang diberikan mencangkup infus
larutan elektrolit, tranfusi darah,
persalinan sesarea dan perawatan neonatus oleh ahlinya sejak saat dilahirkan.
Pada penundaan persalinan, salah
satu keuntungan yang kadang kala dapat diperoleh meskipun relatif terjadi
kemudian dalam kehamilan, adalah migrasi plasenta yang cukup jauh dari serviks,
sehingga plasenta previa tidak lagi menjadi permasalahan utama. Arias (1988) melaporkan hasil-hasil yang luar biasa pada cerclage serviks yang dilakukan antara
usia kehamilan 24 dan 30 minggu pada pasien perdarahan yang disebabkan oleh
plasenta previa.
Prosedur
yang dapat dilakukan untuk melahirkan janin bisa digolongkan ke dalam dua
kategori, yaitu persalinan sesarea atau per vaginam. Logika untuk melahirkan
lewat bedah sesarea ada dua :
a. Persalinan segera janin serta plasenta yang memungkinakan uterus untuk
berkontraksi sehingga perdarahan berhenti
b. Persalinan searea akan meniadakan kemungkinan terjadinya laserasi serviks
yang merupakan komplikasi serius persalinan per vaginam pada plasenta previa
totalis serta parsial.
b. Penatalaksanaan
keperawatan
Sebelum
dirujuk anjurkan pasien untuk tirah baring total dengan menghadap ke kiri,
tidak melakukan senggama, menghindari peningkatan tekanan rongga perut (misal
batuk, mengedan karena sulit buang air besar). Pasang infus NaCl fisiologis.
Bila tidak memungkinkan, beri cairal peroral, pantau tekanan darah
dan frekuensi nadi pasien secara teratur tiap 15 menit untuk mendeteksi
adanya hipotensi atau syok akibat perdarahan. Pantau pula BJJ
dan pergerakan janin. Bila terjadi renjatan, segera lakukan resusitasi
cairan dan transfusi darah bila tidak teratasi, upaya penyelamatan
optimal, bila teratasi, perhatikan usia kehamilan.Penanganan di RS dilakukan
berdasarkan usia kehamilan. Bila terdapat renjatan, usia gestasi kurang dari 37
minggu, taksiran Berat Janin kurang dari 2500g, maka :
- Bila
perdarahan sedikit, rawat sampai usia kehamilan 37 minggu, lalu lakukan
mobilisasi bertahap, beri kortikosteroid 12 mg IV/hari selama 3 hari.
- Bila
perdarahan berulang, lakukan PDMO kolaborasi (Pemeriksaan Dalam Di atas Meja
Operasi), bila ada kontraksi tangani seperti kehamilan preterm. Bila tidak ada
renjatan usia gestasi 37 minggu atau lebih, taksiran berat janin
2500g atau lebih lakukan PDMO, bila ternyata plasenta previa lakukan
persalinan perabdominam, bila bukan usahakan partus pervaginam.
Cara
menyelesaikan persalinan dengan placenta previa adalah :
1.
Seksio
Cesaria (SC)
- Prinsip
utama dalam melakukan SC adalah untuk menyelamatkan ibu, sehingga walaupun
janin meninggal atau tak punya harapan hidup tindakan ini tetap dilakukan.
- Tujuan SC
antara lain :
a. Melahirkan
janin dengan segera sehingga uterus dapat segera berkontraksi dan menghentikan
perdarahan.
b. Menghindarkan
kemungkinan terjadinya robekan pada cervik uteri, jika janin dilahirkan
pervaginam.
- Tempat
implantasi plasenta previa terdapat banyak vaskularisasi sehingga cervik uteri
dan segmen bawah rahim menjadi tipis dan mudah robek. Selain itu, bekas tempat
implantasi placenta sering menjadi sumber perdarahan karena adanya perbedaan
vaskularisasi dan susunan serabut otot dengan korpus uteri.
- Siapkan
darah pengganti untuk stabilisasi dan pemulihan kondisi ibu.
- Lakukan
perawatan lanjut pascabedah termasuk pemantauan perdarahan,
infeksi, dan
keseimbangan cairan dan elektrolit.
2.
Melahirkan
pervaginam
Perdarahan
akan berhenti jika ada penekanan pada placenta. Penekanan tersebut dapat
dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut :
- Amniotomi
dan akselerasi Umumnya dilakukan pada placenta previa lateralis / marginalis
dengan pembukaan > 3cm serta presentasi kepala. Dengan memecah ketuban,
placent akan mengikuti segmen bawah rahim dan ditekan oleh kepala janin. Jika
kontraksi uterus belum ada atau masih lemah akselerasi dengan infus oksitosin.
- Versi
Braxton Hicks Tujuan melakukan versi Braxton Hicks adalah mengadakan tamponade
placenta dengan bokong (dan kaki) janin. Versi Braxton Hicks tidak dilakukan
pada janin yang masih hidup.
- Traksi
dengan Cunam Willet Kulit kepala janin dijepit dengan Cunam Willet, kemudian
diberi beban secukupnya sampai perdarahan berhenti. Tindakan ini kurang efektif
untuk menekan placentadan seringkali menyebabkan perdarahan pada kulit kepala.
Tindakan ini biasanya dikerjakan pada janin yang telah meninggal dan perdarahan
yang tidak aktif.
0 komentar:
Posting Komentar