BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR
BELAKANG
Kebutaan di Indonesia merupakan
bencana Nasional. Sebab kebutaan menyebabkan kualitas sumber daya manusia
rendah. Hal ini berdampak pada kehilangan produktifitas serta membutuhkan biaya
untuk rehabilitasi dan pendidikan orang buta. Salah satu penyebab kebutaan
adalah katarak. Pandangan mata yang kabur atau berkabut bagaikan melihat
melalui kaca mata berembun, ukuran lensa kacamata yang sering berubah,
penglihatan ganda ketika mengemudi di malam hari , merupakan gejala katarak.
Tetapi di siang hari penderita justru
merasa silau karena cahaya yang masuk ke mata terasa berlebih.
Begitu besarnya resiko masyarakat
Indonesia untuk menderita katarak memicu
kita dalam upaya pencegahan. Dengan
memperhatikan gaya hidup, lingkungan yang sehat dan menghindari pemakaian bahan-bahan
kimia yang dapat merusak akan membuat kita terhindar dari berbagai jenis
penyakit dalam stadium yang lebih berat yang akan menyulitkan upaya
penyembuhan.
Sehingga kami sebagai mahasiswa
keperawatan memiliki solusi dalam mencegah dan menanggulangi masalah katarak
yakni dengan memberikan sebuah rangkuman makalah tentang katarak sebagai bahan
belajar dan pendidikan bagi mahasiswa keperawatan.
1.2 RUMUSAN
MASALAH
1. Bagaimanakah
asuhan keperawatan pada klien dengan penyakit Katarak ?
1.3 TUJUAN
PENULISAN
A. Tujuan
Umum
Meningkatkan pengetahuan dan pemahaman
dalam melaksanakan proses asuhan keperawatan pada klien dengan penyakit
Katarak.
B. Tujuan
Khusus
a. Diharapkan mahasiswa dapat mengetahui
definisi penyakit Katarak
b. Diharapkan mahasiswa dapat mengetahui
klasifikasi penyakit Katarak
c. Diharapkan mahasiswa dapat mengetahui
etiologi penyakit Katarak
d. Diharapkan mahasiswa dapat mengetahui
patofisiologi penyakit Katarak
e. Diharapkan mahasiswa dapat mengetahui
manifestasi klinik dari penyakit
Katarak
f. Diharapkan mahasiswa dapat mengetahui
komplikasi dari penyakit Katarak
g. Diharapkan mahasiswa dapat mengetahui
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang penyakit Katarak
h. Diharapkan mahasiswa dapat mengetahui penatalaksanaan
penyakit Katarak
i. Diharapkan mahasiswa dapat mengetahui
asuhan keperawatan penyakit
Katarak
1.4 MANFAAT
PENULISAN
A.
Bagi Peningkatan Kualitas Asuhan Keperawatan
Laporan
studi asuhan keperawatan Penyakit Katarak ini diharapkan dapat digunakan
sebagai acuan dalam peningkatan kualitas
asuhan keperawatan serta perkembangan ilmu praktek keperawatan.
B.
Bagi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi ( IPTEK )
Diharapkan dengan adanya laporan studi kasus Penyakit
Katarak ini, diharapkan dapat turut serta dalam meningkatkan perkembangan dan
peningkatan ilmu pengetahuan serta manajemen asuhan keperawatan dalam kasus
ini.
C. Bagi
Institusi Layanan Pendidikan
Sebagai tolak ukur tingkat kemampuan mahasiswa – mahasiswa dalam penguasaan
materi dan kasus Penyakit Katarak. Penguasaan proses keperawatan, perkembangan
penyakit serta manajemen dalam tatalaksana kasus ini sangat menjadi
pertimbangan kemampuan pencapaian kompetensi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Katarak berasal dari bahasa Yunani Katarrhakies,
bahasa Inggris Cataract, dan Latin Cataracta yang berarti air terjun. Dalam
bahasa Indonesia disebut bular dimana penglihatan seperti tertutup air terjun
akibat lensa yang keruh.
Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa
yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein
lensa atau akibat kedua-duanya.
Katarak adalah setiap kekeruhan pada lensa.
(Vaughan,2009)
Katarak adalah opasitas lensa kristalina yang
normalnya jernih. (Brunner & Suddart,2001)
Katarak adalah suatu keadaan dimana lensa mata yang
biasanya jernih dan bening menjadi keruh. (Sidarta Ilyas,2004)
Katarak adalah proses terjadinya opasitas secara
progresif pada lensa atau kapsul lensa, umumnya akibat dari proses penuaan yang
terjadi pada semua orang lebih dari 65 tahun (Marilynn Doengoes, dkk. 2000).
Biasanya kekeruhan mengenai kedua mata dan berjalan progresif ataupun dapat
tidak mengalami perubahan dalam waktu yang lama.
2.2 KLASIFIKASI
1. Berdasarkan
Penyebabnya
1.1.
Katarak
traumatik
Katarak
traumatik paling sering disebabkan oleh trauma benda asing pada lensa atau
trauma tumpul pada bola mata. Peluru senapan angin dan petasan merupakan
penyebab yang sering. Lensa menjadi putih segera setelah masuknya benda asing
karena lubang pada kapsul lensa menyebabkan humor aqueus dan kadang-kadang
vitreus masuk ke dalam struktur lensa.
1.2.
Katarak
toksika
Kortikosteroid
yang diberikan dalam waktu lama baik secara sistemik maupun dalam bentuk obat
tetes mata dapat meneyebabkan kekeruhan lensa. Obat-obat lain yang diduga
menyebabkan katarak antara lain : phenotiazine, chlorpromazine, obat tetes
miotik kuat seperti phospholine iodine.
1.3.
Katarak
komplikata
Katarak
dapat terbentuk akibat efek langsung penyakit intraocular yang mempengaruhi
fisiologis lensa. Katarak biasanya berawal dari daerah subkapsular posterior
dan akhirnya mengenai seluruh struktur lensa. Penyakit intraokuler yang sering
berkaitan antara lain uveitis kronik atau rekuren, glaucoma, retinitis
pigmentosa dan ablation retinae. Katarak ini biasanya unilateral. Katarak
komplikata juga dapat disebabkan akibat gangguan sistemik seperti diabetes
mellitus, distrofi miotonik, dermatitis atopic, hipoparatiroidisme,
galaktosemia dan sindrom Lowe, Werner dan down.
2. Berdasarkan Usia
2.1.
Katarak
kongenital
Katarak
yang sudah terlihat pada usia kurang dari 1 tahun
2.2.
Katarak
juvenile
Katarak
yang terjadi sesudah usia 1 tahun
2.3.
Katarak
senile
Katarak setelah
usia 50 tahun (Ilyas,1999)
JENIS-JENIS KATARAK
1. Katarak kongenital
-
Katarak
kongenital adalah katarak yang mulai terjadi sebelum atau segera setelah lahir
dan bayi berusia kurang dari 1 tahun. Sewaktu dalam kandungan, terbentuknya
lensa adalah minggu ke lima sampai ke delapan usia kehamilan. Pada masa ini
belum terbentuk kapsul pelindung, sehingga virus bisa masuk ke dalam jaringan
lensa. Seluruh lensa buram, tampak abu-abu putih.
-
Penyebab
katarak kongenital :
b. Mungkin herediter dengan atau tanpa penyakit mata
atau penyakit sistemik lain.
c. Infeksi teratogenik yang diderita ibu saat
kehamilan seperti campak jerman, cacar air, penyakit gondong, hepatitis dan
poliomyelitis.
d. Infeksi maternal selama masa kehamilan seperti pada
infeksi toksoplasmosis
e. Ibu hamil penderita diabetes melitus
f. Kelainan genetik seperti Trisomi 21, galaktosemia
dan sindrom Lowe
-
Katarak
kongenital digolongkan menjadi 2 macam katarak :
a. Kapsulolentikuler dimana pada golongan ini termasuk
katarak kapsuler dan katarak Polaris
b. Katarak lentikuler termasuk dalam golongan ini
katarak yang mengenai korteks atau nucleus lensa.
-
Jenis-jenis
katarak kongenital :
1.
Katarak
nuklear
2.
Katarak
zonular
3.
Katarak
bentuk kumparan
4.
Katarak polar
anterior dan posterior
5.
Katarak
piramidal
-
Katarak
kongenital dapat menimbulkan komplikasi lain berupa nistagmus dan strabismus
-
Tindakan
pengobatan adalah operasi, operasi dilakukan bila refleks fundus tidak tampak,
biasanya bila katarak bersifat total, operasi dapat dilakukan pada usia 2 bulan
atau lebih muda. Tindakan bedah pada katarak kongenital yang umum dikenal
adalah disisio lensa, ekstraksi linier, ekstraksi dengan aspirasi.
-
Pengobatan
katarak kongenital tergantung pada :
a. Katarak
totak bilateral, dimana sebaiknya dilakukan pembedahan secepatnya segera
setelah katarak terlihat.
b. Katarak
total unilateral, dilakukan pembedahan 6 bulan sesudah terlihat atau segera
sebelum terjadiny juling; bila terlalu muda akan mudah terjadi ambliopia bila
tidak dilakukan tindakan segera.
c. Katarak
total atau kongenital unilateral, mempunyai prognosis yang buruk, karena mudah
sekali terjadi ambliopia; karena itu sebaiknya dilakukan pembedahan secepat
mungkin, dan diberikan kacamata segera dengan latihan beban mata.
d. Katarak
bilateral partial, biasanya pengobatan lebih konservatif sehingga sementara
dapat dicoba dengan kacamata atau midriatika, bila terjadi kekeruhan yang
progresif disertai dengan mulainya tanda-tanda juling dan ambliopia maka
dilakukan pembedahan, biasanya mempunyai prognosis yang lebih baik.
2. Katarak Rubela
-
Rubella pada ibu dapat mengakibatkan katarak pada
lensa fetus.
-
Terdapat 2 bentuk kekeruhan yaitu kekeruhan sentral
dengan perifer jernih seperti mutiara dan kekeruhan diluar nuclear yaitu
korteks anterior dan posterior atau total.
-
Mekanisme terjadinya tidak jelas, akan tetapi
diketahui bahwa rubella dapat dengan mudah menular melalui barier plasenta.
Virus ini dapat masuk atau terjepit di dalam vesikel lensa dan bertahan di
dalam lensa sampai 3 tahun
3.
Katarak Juvenil
-
Kekeruhannya
halus dan bulat, umumnya timbul pada usia tigapuluhan
-
Katarak ini
perkembangannya lamban dan biasanya tidak mengganggu penglihatan.
-
Jika
kekeruhan ini menyatu akan berbentuk cincin di perifer yang disebut katarak
koronaria, apabila tipis dan kebiru-biruan disebut katarak serulea.
-
Biasanya merupakan
penyulit penyakit sistemik ataupun metabolik dan penyakit lainnya seperti
katarak metabolik, distrofi miotonik, katarak traumatic dan katarak komplikata.
4.
Katarak Senil
-
Biasanya timbul pada usia 50 tahun
-
Secara klinik
dikenal dalam 4 stadium yakni insipient, imatur, matur dan hiper matur
-
Pada stadium
awal (katarak insipiens) mungkin ada celah-celah kekeruhan di bagian perifer
atau berbentuk baji (kuneiform). Keadaan ini bisa diperburuk dengan adanya
katarak nuklear yang merupakan lanjutan daripada sklerosis nuclear fisiologis.
Dengan berlanjutnya pertumbuhan katarak, tajam penglihatan menjadi terganggu
(katarak imatur). Katarak dikatakan matur bila lensa sudah keruh seluruhnya
sehingga fundus tidak dapat dilihat lagi. Di antaranya ada stadium intemusen
yaitu stadium membengkaknya lensa dan edema lensa. Pada akhirnya katarak matur
berubah menjadi stadium hipermatur, yaitu korteksnya mencair sehingga intinya
mengambang turun ke dasar kantong kapsul. Pada stadium ini mungkin terjadi
reaksi fakolitik dan glaukoma. Bila proses katarak berjalan lanjut disertai
dengan kapsul yang tebal maka korteks akan memperlihatkan bentuk menjadi
sekantong susu disertai dengan nukleus yang terbenam di dalam korteks lensa
karena lebih berat. Keadaan ini disebut sebagai katarak morgagni
-
Perbedaan
katarak insipien, imatur , matur dan hipermatur
Insipien
|
Imatur
|
Matur
|
Hipermatur
|
|
Kekeruhan
|
Ringan
|
Sebagian
|
Seluruh
|
Masif
|
Cairan lensa
|
Normal
|
Bertambah (masuk)
|
Normal
|
Berkurang (air+masa lensa keluar)
|
Iris
|
Normal
|
Terdorong
|
Normal
|
Tremulans
|
Bilik mata depan
|
Normal
|
Dangkal
|
Normal
|
Dalam
|
Sudut bilik mata
|
Normal
|
Sempit
|
Normal
|
Terbuka
|
Shadow test
|
Negatif
|
Positif
|
Negatif
|
Pseudopos
|
Penyulit
|
-
|
Glaukoma
|
-
|
Uveitis + glaukoma
|
-
Katarak
senile dibagi menjadi 2 jenis yakni
1.
Katarak kortikal
Kekeruhan
korteks lensa perifer berbentuk ruji roda yang dipisahkan oleh celah-celah air.
Meningkatnya cairan yang masuk ke dalam lensa mengakibatkan terjadinya separasi
lamellar dan akhirnya terjadi kekeruhan korteks berwarna abu-abu putih yang tidak
merata.
2.
Katarak
nuklear
Kekeruhan
inti embrional dan inti dewasa yang berwarna kecoklatan. Korteks anterior dan
posterior relative jernih dan masih tipis. Bentuk kekeruhan nuklear ini bisa
menyebabkan terjadinya miopia berat yang memungkinkan penderita membaca jarak
dekat tanpa memakai kaca mata koreksi seperti seharusnya (second sight)
5.
Katarak
Brunesen
-
Katarak yang berwarna coklat sampai hitam (katarak
nigra) terutama pada nukleus lensa, juga dapat terjadi pada katarak pasien
diabetes mellitus dan myopia tinggi. Sering tajam penglihatan lebih baik
daripada dugaan sebelumnya dan biasanya ini terdapat pada orang berusia lebih
dari 65 tahun yang belum memperlihatkan adanya katarak kortikal posterior.
6.
Katarak
diabetes
-
Diakibatkan
karena adanya penyakit diabetes mellitus.
-
Terbagi dalam
3 bentuk :
·
Pasien dengan
dehidrasi berat, asidosis dan hiperglikemia nyata, pada lensa akan terlihat
kekeruhan berupa garis akibat kapsul lensa berkerut. Bila dehidrasi lama akan terjadi kekeruhan lensa,
kekeruhan akan hilang bila terjadi rehidrasi dan kadar gula normal kembali
·
Pasien
diabetes juvenile dan tua tidak terkontrol, dimana terjadi katarak serentak
pada kedua mata dalam 48 jam, bentuk dapat snow flake atau bentuk piring
subkapsular
·
Katarak pada
pasien diabetes dewasa dimana gambaran secara histologik dan biokimia sama
dengan katarak pasien nondiabetik.
2.3 EtTIOLOGI
Katarak dapat terjadi akibat :
1. Kelainan bawaan/ kongenital
2. Proses penuaan
Prevalensi
katarak pada individu berusia 65 – 74 tahun adalah sebanyak 50%, prevalensi ini
meningkat hingga 70% pada individu di atas 75 tahun.
3. Kelainan sistemik atau metabolik seperti diabetes
mellitus, galaktosemi dan distrofi miotonik.
4. Genetik dan gangguan perkembangan
5. Infeksi virus di masa pertumbuhan janin
6. Bahan toksik : kimia dan fisik
7. Bermacam-macam penyakit mata seperti glaucoma,
ablasi retina, uveitis dan retinitis pigmentosa
8. Keracunan beberapa jenis obat seperti eserin 0.25 –
0.5%, kortikosteroid ergot, antikolinesterase topical
9. Kelainan kaca mata minus yang dalam
2.4 PATOFISIOLOGI
Lensa mengandung tiga komponen anatomis. Pada zona
central terdapat nucleus, di perifer ada korteks dan yang mengelilingi keduanya
adalah kapsul anterior dan posterior. Pada lensa katarak secara karakteristik
terdapat agregat-agregat protein yang menghamburkan berkas cahaya dan
mengurangi transparansinya. Perubahan protein pada lensa mengakibatkan
perubahan warna lensa menjadi coklat kekuningan. Di sekitar opasitas terdapat densitas seperti duri di anterior
dan posterior nucleus. Opasitas pada kapsul posterior merupakan bentuk katarak
yang paling bermakna nampak seperti kristal salju pada jendela.
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan
hilangnya transparansi. Perubahan pada serabut halus multiple, memanjang dari
badan silier ke sekitar daerah lensa mengakibatkan penglihatan distorsi.
Perubahan kimia dalam protein lensa dapat menyebabkan koagolasi, sehingga
mengakibatkan pandangan berkabut.Salah satu teori menyebutkan terputusnya
protein lensa normal disertai influks air ke dalam lensa yang mengakibatkan
patahnya serabut lensa yang tegang sehingga mengganggu transmisi sinar.
Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim tertentu
mempunyai peran dalam melindungi lensa dari degenerasi, jumlah enzim ini akan
menurun dengan bertambahnya usia.
Sejumlah faktor yang diduga turut berperan dalam terbentuknya katarak
antara lain kerusakan oksidatif (dari proses radikal bebas), sinar ultraviolet
dan malnutrisi.
2.5 Manifestasi Klinik
Manifestasi dari gejala yang dirasakan oleh pasien
penderita katarak terjadi secara progresif dan merupakan proses yang kronis.
Gangguan penglihatan bervariasi, tergantung pada jenis dari katarak yang
diderita pasien.
Gejala
pada penderita katarak adalah sebagai berikut:
1. Penurunan visus
2. Silau
3. Perubahan miopik
4. Diplopia monocular
5. Halo bewarna
6. Bintik hitam di depan mata
Tanda
pada penderita katarak adalah sebagai berikut:
1. Pemeriksaan visus berkisar antara 6/9 sampai hanya
persepsi cahaya
2. Pemeriksaan iluminasi oblik
3. Shadow test
4. Oftalmoskopi direk
5. Pemeriksaan sit lamp
2.6 Komplikasi
2.7 Pemeriksaan
1.
Pemeriksaan
visus dengan kartu snellen atau chart projector dengan koreksi terbaik serta
menggunakan pinhole
2.
Pemeriksaan
dengan slit lamp untuk melihat segmen anterior
3.
Tekanan
intraocular (TIO) diukur dengan tonometer non contact, aplanasi atau Schiotz
4.
Jika TIO
dalam batas normal (< 21 mmHg) dilakukan dilatasi pupil dengan tetes mata
Tropicanamide 0.5%. setelah pupil cukup lebar dilakukan pemeriksaan dengan slit
lamp untuk melihat serajat kekeruhan lensa apakah sesuai dengan visus pasien.
a. Derajat 1 : nukleus lunak, biasanya visus masih
lebih baik dari 6/12, tampak sedikit kekeruhan dengan warna agak keputihan.
Refluks fundus masih mudah diperoleh. Usia penderitanya biasanya kurang dari 50
tahun.
b. Derajat 2 : Nukleus dengan kekerasan ringan,
biasanya visus antara 6/12 – 6/30, tampak nucleus mulai sedikit berawarna
kekuningan. Refleks fundus masih mudah diperoleh dan paling sering memberikan
gambaran seperti katarak subkapsularis posterior.
c. Derajat 3 : nukleus dengan kekerasan medium,
biasanya visus antara 6/30 – 3/60, tampak nukleus berwarna kuning disertai
kekeruhan korteks yang berwarna keabu-abuan
d. Derajat 4: nukleus keras, biasanya visus antara
3/60 – 1/60, tampak nukleus berwarna kuning kecoklatan. Reflex fundus sulit
dinilai
e. Derajat 5 ; nukleus sangat keras, biasanya visus
hanya 1/60 atau lebih jelek. Usia penderita sudah di atas 65 tahun. Tampak
nucleus berawarna kecoklatan bahkan sampai kehitaman, katarak ini sangat keras
dan disebut juga sebagai Brunescence
cataract atau black cataract.
5.
Pemeriksaan
funduskopi jika masih memungkinkan
6.
Pemeriksaan
penunjang : USG untuk menyingkirkan adanya kelainan lain pada mata selain
katarak
7.
Pemeriksaan tambahan
: biometri untuk mengukur power IOL jika pasien akan dioperasi katarak dan
retinometri untuk mengetahui prognosis tajam penglihatan setelah operasi.
2.8 Penatalaksanaan
1. Pembedahan dengan membersihkan lensa mata yang
keruh
2. Katarak tidak dapat dibedah dengan sinar
3. Hasil bedah katarak sangat baik, 90% pasien pasca
bedah dapat mempergunakan matanya seperti sedia kala
4. Ada dua jenis operasi katarak yakni Ekstraksi
Katarak Intrakapsuler (EKIK) dan Ekstraksi Katarak Ekstrakapsuler (EKEK).
5. EKIK adalah pembedahan dengan mengeluarkan seluruh
lensa bersama kapsul. Dapat dilakukan pada zonula zinn telah rapuh atau
berdegenerasi dan mudah diputus. Pada EKIK tidak akan terjasi katarak
sekunder.kontraindikasi EKIK adalah pada pasien < 40 tahun yang masih mepunyai
ligament hialoidea kapsuler. Penyulit yang sering terjadi: astigmat, glaucoma,
uveitis, endoftalmus dan perdarahan.EKIK sekarang jarang dilakukan karena
tersedianya teknik bedah yang lebih canggih.
6. EKEK adalah tindakan pembedahan pada lensa katarak
dimana dilakukan pengeluaran isi lensa dengan memecah atau merobek kapsul lensa
anterior sehingga masa lensa dan korteks lensa dapat keluar melalui robekan
tersebut. Termasuk ke dalam golongan ini ekstraksi linier, aspirasi dan
irigasi. Penyulit yang dapat timbul pada pembedahan ini yaitu dapat terjadinya
katark sekunder, yakni terbentuknya jaringan fibrosis pada sisa lensa yang
tertinggal, paling cepat keadaan ini terlihat sesudah 2 hari EKEK.
7. Salah satu penemuan terbaru pada EKEK adalah
Fakoemulsi. Cara ini memungkinkan pengambilan lensa melalui insisi yang lebih
kecil dengan menggunakan alat ultrasound frekwensi tinggi untuk memecah nucleus
dan korteks lensa menjadi partikel kecil yang kemudian diaspirasi melalui alat
yang sama yang juga memberikan irigasi kontinu. Dengan teknik ini waktu
penyembuhan menjadi lebih pendek dan penurunan insiden astigmatisme pasca
operasi.
8. Pada mata yang telah dikeluarkan lensanya akibat
katarak, pasien akan menggalami penglihatan yang tidak jelas dan perlu lensa
pengganti dan mata tidak dapat melihat dekat atau berakomodasi. Karena itu
pasien memerlukan sebuah lensa pengganti / koreksi. Koreksi ini dapat dilakukan
dengan metode : kaca mata apakia, lensa kontak atau implant lensa intraokuler
(IOL)
9. Kaca mata apakia
Keuntungan
: dapat mengambil alih fungsi lensa mata yang dikeluarkan, kaca mata merupakan
alat penglihatan yang aman dan harga yang tidak terlalu mahal.
Kerugian
: adanya perasaan asing sewaktu memakainya, kaca mata terlalu tebal dan berat,
benda akan terlihat melengkungg, terlihat benda lebih besar 30% dari ukuran
sesungguhnya, pada waktu melihat harus selalu menggerakkan kepala karena
melihat dengan bagian tengah lensa, akibatnya terjadi penyempitan lapang
pandangan, serta terdapat bagian yang tidak terlihat pada lapang pandangan
40-60%.
10. Lensa kontak jauh lebih nyaman dari kaca mata
apakia, dengan pembesaran 5% - 10%, tidak menimbulkan aberasi sferis, tak ada
penurunan lapang pandang dan tak ada kesalahan orientasi spasial.
Kelemahan
tenik ini adalah penyimpanan yang selamanya harus bersih dan kalau bisa steril,
pemakaian sukar pada usia lanjut dan diperlukannya ketrampilan pasien dalam hal
memasang, melepaskan dan merawat lensa kontak secara bersih.
11. IOL adalah lensa permanen plastic yang secara bedah
diimplantasi ke dalam mata. Mampu menghasilkan bayangan dengan bentuk dan
ukuran normal, menghilangkan efekoptikal lensa afakia yang menjengkelkan dan
ketidakpraktisan lensa kontak .
Ada
beberapa bentuk IOL :
g. Lensa bilik mata yang ditempatkan di depan iris
dengan kaki penyokongnya bersandar pada sudut bilik mata
h. Lensa dijepit pada iris yang kakinya tidak terletak
pada sudut bilik mata
i.
Lensa bilik
mata belakang yang diletakkan pada kedudukan lensa normal di belakang iris.
PEDOMAN DALAM PENATALAKSANAAN
1.
Penatalaksanaan
non bedah untuk visus lebih baik atau sama dengan 6/12, yaitu pemberian
kacamata dengan koreksi terbaik.
2.
Jika visus
masih lebih baik dari 6/12 tetapi sudah mengganggu untuk melakuklan aktivitas
yang berkaitan dengan pekerjaan pasien atau ada indikasi medis lain untuk
operasi, pasien dapat dilakukan operasi katarak.
3.
Tatalaksana
katarak dengan visus terbaik kurang dari 6/12 adalah operasi katarak berupa
EKEK + IOL atau fakoemulsifikasi + IOL dengan mempertimbangkan ketersediaan
alat, derajat kekeruhan katarak dan tingkat kemampuan ahli bedah.
4.
Operasi
katarak dilakukan menggunakan mikroskop operasi dan peralatan bedah mikro,
dimana pasien dipersiapkan untuk implantasi IOL
5.
Ukuran IOL
dihitung berdasarkan data keratometri serta pengukuran biometri A-scan
6.
Apabila tidak
tersedia peralatan keratometri dan biometri ukuran IOL dapat ditentukan
berdasar anamnesis ukuran kacamata yang selama ini dipakai pasien. IOL standar
power +20.00 dioptri, jika pasien menggunakan kacamata, power IOL standar
dikurangi dengan ukuran kaca mata. Misalnya pasien menggunakan kaca mata S
-6.00 maka dapat diberikan IOL power +14.00 dioptri.
7.
Operasi
katarak bilateral (operasi dilakukan pada kedua mata sekaligus secara
berurutan) sangat tidak dianjurkan berkaitan dengan resiko pasca operasi (endoftalmitis)
yang bisa berdampak kebutaan.
B.
PERAWATAN
SEBELUM DAN SESUDAH PEMBEDAHAN
1.
Sebelum
pembedahan :
§ Pemeriksaan kesehatan tubuh umum untuk menentukan
kondisi kesehatan umum pasien
§ Dilakukan pemeriksaan mata untuk mencegah penyulit
pembedahan seperti adanya infeksi, glaucoma serta penyakit mata lain yang dapat
menimbulkan penyulit sewaktu pembedahan
2.
Sesudah
pembedahan :
a. Hal yang dianjurkan : memakai dan meneteskan obat
seperti yang dianjurkan, memakai penutup mata seperti yang dinasehatkan, tidak
melakukan pekerjaan berat, tidak membungkuk terlalu dalam.
b. Hal yang tidak boleh dilakukan : menggosok mata,
bungkuk terlalu dalam, membaca berlebihan dari biasanya, mengejan keras sewaktu
buang air besar, berbaring ke sisi mata yang baru dibedah dan menggosok gigi
pada minggu pertama.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Riwayat
a.
Riwayat
penyakit trauma : trauma mata, penggunaan obat kortikosteroid, penyakit
diabetes mellitus, hipotiroid, uveitis, glaucoma.
b.
Riwayat
keluhan gangguan : stadium katarak.
c.
Psikososial :
kemampuan aktivitas, gangguan membaca, resiko jatuh, berkendaraan.
2. Pengkajian umum
a.
Usia.
b.
Gejala
penyakit sistemik : diabetes mellitus, hipotiroid.
3. Pengkajian khusus mata
a.
Dengan
pelebaran pupil, ditemukan gambaran kekeruhan lensa (berkas putih) pada lensa.
b.
Keluhan
terdapat diplopia, pandangan berkabut.
c.
Penurunan
tajam penglihatan (miopia).
d.
Bilik mata
depan menyempit.
e.
Tanda
glaucoma (akibat komplikasi).
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa
keperawatan yang muncul selama periode peri operasi (pre, intra dan post
operasi) adalah :
1. Penurunan persepsi sensori : penglihatan yang
berhubungan dengan penurunan tajam penglihatan dan kejelasan penglihatan.
2. Ansietas yang berhubungan dengan kurang pengetahuan
tentang kejadian operasi.
3. Resiko cedera yang berhubungan dengan peningkatan
tekanan intraocular (TIO), perdarahan, kehilangan vitreous.
4. Nyeri yang berhubungan dengan luka pasca operasi.
5. Gangguan perawatan diri yang berhubungan dengan
penurunan penglihatan, pembatasan aktivitas pasca operasi.
6. Resiko ketidakefektifan penatalaksanaan regimen
terapeutik yang berhubungan dengan kurang pengetahuan, kurang sumber pendukung.
Intervensi :
Rencana
tindakan yang mungkin dapat diterapkan pada klien dengan katarak meliputi :
Dx. 1
Penurunan
persepsi sensori : penglihatan yang berhubungan dengan penurunan tajam
penglihatan dan kejelasan penglihatan.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
3x24 jam klien melaporkan
atau memeragakan kemampuan yang lebih baik untuk proses rangsang penglihatan
dan mengkomunikasikan perubahan visual.
Kriteria hasil Klien mengidentifikasikan faktor-faktor
yang mempengaruhi fungsi penglihatan.
Klien
mengidentifikasi dan menunjukan pola-pola alternative untuk meningkatkan
penerimaan rangsang penglihatan.
Intervensi :
1. Kaji ketajaman penglihatan klien.
R/ Mengidentifikasi kemampuan visual klien.
2. Identifikasi alternative untuk optimalisasi sumber
rangsangan.
R/ Memberikan keakuratan penglihatan dan perawatanya.
3. Sesuaikan lingkungan untuk optimalisasi penglihatan
:
-
Orientasikan
klien terhadap ruang rawat.
-
Letakan alat
yang sering digunakan di dekat klien atau pada sisi mata yang lebih sehat.
-
Berikan
pencahayaan cukup.
-
Letakan alat
di tempat yang tepat.
-
Hindari
cahaya menyilaukan.
-
Anjurkan
penggunaan alternative rangsang lingkungan yang dapat diterima: auditorik,
taktil.
R/ Meningkatkan kemampuan persepsi sensori.
Dx. 2
Ansietas yang berhubungan dengan kurang pengetahuan
tentang kejadian operasi.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam tidak terjadi kecemasan.
Kriteria hasil :
- Klien mengungkapkan kecemasan hilang atau minimal.
-
Klien
berpartisipasi dalam persiapan operasi.
Intervensi :
1. Jelaskan gambaran kejadian pre dan paska operasi,
manfaat operasi, dan sikap yang harus dilakukan klien selama masa operasi.
R/ Meningkatkan pemahaman tentang gambaran operasi untuk menurunkan
ansietas.
2. Jawab pertanyaan khusus tentang pembedahan.
R/ Meningkatkan kepercayaan dan kerjasama.
3. Berikan waktu untuk mengekspresikan perasaan.
R/ Berbagi perasaan membantu menurunkan tegangan.
4. Informasikan bahwa perbaikan penglihatan tidak
terjadi secara langsung, tetapi bertahap sesuai penurunan bengkak pada mata dan
perbaikan kornea.
R/ Informasi tentang perbaikan penglihatan bertahap diperlukan untuk
mengantisipasi depresi atau kekecewaan setelah fase operasi dan memberikan
harapan akan hasil operasi.
Dx. 3
Resiko
cedera yang berhubungan dengan peningkatan tekanan intraocular (TIO),
perdarahan, kehilangan vitreous.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam tidak terjadi cedera
mata pasca operasi.
Kriteria hasil :
- Klien dapat menyebutkan faktor yang menyebabkan cedera.
- Klien
tidak melakukan aktivitas yang meningkatkan resiko cedera.
Intervensi :
1. Diskusikan tentang rasa sakit, pembatasan aktifitas
dan pembalutan mata.
R/
Meningkatkan kerjasama dan pembatasan yang diperlukan.
2. Tempatkan klien pada tempat tidur yang rendah dan
ajurkan untuk membatasi pergerakan mendadak atau tiba-tiba serta menggerakan
kepala berlebih.
R/
Istirahat mutlak diberikan hanya beberapa menit hingga satu atau dua jam paska
operasi atau satu malam jika ada komplikasi.
3. Bantu aktifitas selama fase istirahat.
R/
Mencegah atau menurunkan resiko komplikasi cedera.
4. Ajarkan klien untuk menghindari tindakan yang dapat
menyebabkan cedera.
R/
Tindakan yang dapat meningkatkan TIO dan menimbulkan kerusakan struktur mata
paska operasi:
-
Mengejan
(valsalva maneuver)
-
Menggerakan
kepala mendadak
-
Membungkuk
terlalu lama
-
Batuk
5. Amati kondisi mata : luka menonjol, bilik mata
depan menonjol, nyeri mendadak setiap 6 jam pada awal operasi atau seperlunya.
R/
Berbagai kondisi seperti luka menonjol, bilik mata menonjol, nyeri mendadak,
hyperemia serta hipopion mungkin menunjukan cedera mata paska operasi.Apabila
pandangan melihat benda mengapung (floater) atau tempat gelap mungkin menujukan
ablasio retina.
Dx. 4
Nyeri yang berhubungan dengan luka pasca operasi.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam nyeri berkurang, hilang dan terkontrol.
Kriteria hasil :
- Klien mendemonstrasikan tehnik penurunan nyeri.
- Klien
melaporkan nyeri berkurang atau hilang.
Intervensi :
1. Kaji derajat nyeri setiap hari.
R/
Normalnya nyeri terjadi dalam waktu kurang dari lima hari setelah operasi dan
berangsur menghilang. Nyeri dapat meningkat karena peningkatan TIO 2-3 hari
paska operasi.Nyeri mendadak menunjukan peningkatan TIO massif.
2. Anjurkan untuk melaporkan perkembangan nyeri setiap
hari atau segera saat terjadi peningkatan nyeri mendadak.
R/ Meningkatkan
kolaborasi ; memberikan rasa aman untuk peningkatan dukungan psikologis.
3. Anjurkan klien untuk tidak melakukan gerakan
tiba-tiba yang dapat memprovokasi nyeri.
R/
Beberapa kegiatan klien dapat meningkatkan nyeri seperti gerakan tiba-tiba,
membungkuk, mengucek mata, batuk, mengejan.
4. Ajarkan tehnik distraksi dan relaksasi.
R/
Menurunkan ketegangan, mengurangi nyeri.
5. Lakukan tindakan kolaboratif untuk pemberian
analgesic topical atau sistemik.
R/
Mengurangi nyeri dengan meningkatkan ambang nyeri.
Dx. 5
Gangguan
perawatan diri yang berhubungan dengan penurunan penglihatan, pembatasan
aktivitas pasca operasi.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam kebutuhan perawatan diri
klien terpenuhi.
Kriteria hasil :
- Klien mendapatkan bantuan parsial dalam pemenuhan kebutuhan diri.
- Klien memeragakan perilaku perawatan diri secara
bertahap.
Intervensi :
1. Terangkan pentingnya perawatan diri dan pembatasan
aktivitas selama fase paska operasi.
R/ Klien
dianjurkan untuk istirahat di tempat tidur pada 2-3 jam pertama paska operasi
atau 12 jam jika ada komplikasi. Selama fase ini, bantuan total diperlukan bagi
klien.
2. Bantu klien untuk memenuhi kebutuhan perawatan
diri.
R/
Memenuhi kebutuhan perawatan diri.
3. Secara bertahap, libatkan klien dalam memenuhi
kebutuhan diri.
R/ Upaya melibatkan klien dalam aktivitas
perawatan dirinya dilakukan bertahap dengan berpedoman pada prinsip bahwa
aktivitas tidak memicu peningkatan TIO dan menyebabkan cedera mata. Kontrol
klinis dilakukan dengan menggunakan indicator nyeri mata pada saat melakukan
aktivitas.Umumnya 24 jam paska operasi, individu boleh melakukan aktivitas
perawatan diri.
Dx. 6
Resiko
ketidakefektifan penatalaksanaan regimen terapeutik yang berhubungan dengan
kurang pengetahuan, kurang sumber pendukung.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam perawatan rumah berjalan
efektif.
Kriteria hasil :
- Klien mampu mengidentifikasi kegiatan keperawatan rumah (lanjutan) yang
diperlukan.
- Keluarga menyatakan siap untuk mendampingi klien
dalam melakukan perawatan.
Intervensi :
1. Kaji tingkat pengetahuan pasien tentang perawatan
paska hospitalisasi.
R/
Sebagai modalitas dalam pemberian pendidikan kesehatan tentang perawatan di
rumah.
2. Terangkan aktivitas yang diperbolehkan dan dihindari
(minimal untuk 1 minggu) untuk mencegah komplikasi post operasi.
R/
Aktivitas yang diperbolehkan :
-
Menonton
televise, membaca tetapi jangan terlalu lama.
-
Mengerjakan
aktivitas biasa (ringan dan sedang).
-
Mandi waslap,
selanjutnya dengan bak mandi atau pancuran (dengan bantuan).
-
Tidak boleh
membungkuk pada wastafel atau bak mandi, condongkan kepala sedikit kebelakang
saat mencuci rambut.
-
Tidur dengan
perisai atau pelindung mata logam pada malam hari, mengenakan kacamata pada
siang hari.
-
Aktivitas dengan
duduk.
-
Mengenakan
kaca mata hitam untuk kenyamanan.
-
Berlutut atau
jongkok saat mengambil sesuatu dari lantai.
R/ Aktivitas
yang dihindari :
-
Tidur pada
sisi yang sakit.
-
Menggosok
mata, menekan kelopak mata.
-
Mengejan saat
defekasi.
-
Memakai sabun
mendekati mata.
-
Mengangkat
benda lebih dari 7 kg.
-
Melakukan
hubungan seks.
-
Mengendarai
kendaraan.
-
Batuk,
bersin, muntah.
-
Menundukan
kepala sampai bawah pinggang.
3. Terangkan berbagai kondisi yang perlu
dikonsultasikan.
R/
Kondisi yang harus segera dilaporkan :
-
Nyeri pada
dan disekitar mata, sakit kepala menetap.
-
Setiap nyeri
yang tidak berkurang dengan obat pengurang nyeri.
-
Nyeri
disertai mata merah, bengkak, atau keluar cairan : inflamasi dan cairan dari
mata.
-
Nyeri dahi
mendadak.
-
Perubahan
ketajaman penglihatan, kabur, pandangan ganda, selaput pada lapang penglihatan,
kilatan cahaya, percikan atau bintik didepan mata, kalau di sekitar sumber
cahaya.
4. Terangkan cara penggunaan obat-obatan.
R/ Klien
mungkin mendapatkan obat tetes atau salep(topical).
5. Berikan kesempatan bertanya.
R/
Meningkatkan rasa percaya, rasa aman, dan mengeksplorasi pemahaman serta
hal-hal yang mungkin belum dipahami.
6. Tanyakan kesiapan klien paska hospitalisasi.
R/
Respon verbal untuk meyakinkan kesiapan klien dalam perawatan hospitalisasi.
7. Identifikasi kesiapan keluarga dala perawatan diri
klien paska hospitalisasi.
R/
Kesiapan keluarga meliputi orang yang bertanggung jawab dalam perawatan,
pembagian peran dan tugas serta penghubung klien dan institusi pelayanan
kesehatan.
DAFTAR
PUSTAKA
Vaughan et al. 2009. Oftalmologi Umum.
Jakarta. EGC
Ilyas Sidarta. 2004. Ilmu Perawatan Mata.
Jakarta. CV.Sagung Seto
Brunner et al. 2001. Buku Ajar Keperawatan
Medikal-Bedah. Jakarta. EGC
Hollwich Fritz. 1993. Opthalmology. Jakarta.
Binarupa Aksara
0 komentar:
Posting Komentar