Sabtu, 06 Desember 2014

ASKEP KATARAK

Diposting oleh Unknown di 03.20


BAB I
PENDAHULUAN
1.1    LATAR BELAKANG
Kebutaan di Indonesia merupakan bencana Nasional. Sebab kebutaan menyebabkan kualitas sumber daya manusia rendah. Hal ini berdampak pada kehilangan produktifitas serta membutuhkan biaya untuk rehabilitasi dan pendidikan orang buta. Salah satu penyebab kebutaan adalah katarak. Pandangan mata yang kabur atau berkabut bagaikan melihat melalui kaca mata berembun, ukuran lensa kacamata yang sering berubah, penglihatan ganda ketika mengemudi di malam hari , merupakan gejala katarak. Tetapi di siang hari penderita justru  merasa silau karena cahaya yang masuk ke mata terasa berlebih.
Begitu besarnya resiko masyarakat Indonesia  untuk menderita katarak memicu kita dalam  upaya pencegahan. Dengan memperhatikan gaya hidup, lingkungan yang sehat dan menghindari pemakaian bahan-bahan kimia yang dapat merusak akan membuat kita terhindar dari berbagai jenis penyakit dalam stadium yang lebih berat yang akan menyulitkan upaya penyembuhan.
Sehingga kami sebagai mahasiswa keperawatan memiliki solusi dalam mencegah dan menanggulangi masalah katarak yakni dengan memberikan sebuah rangkuman makalah tentang katarak sebagai bahan belajar dan pendidikan bagi mahasiswa keperawatan.

1.2    RUMUSAN MASALAH
1.      Bagaimanakah asuhan keperawatan pada klien dengan penyakit Katarak ?

1.3    TUJUAN PENULISAN
A.    Tujuan Umum
Meningkatkan pengetahuan dan pemahaman dalam melaksanakan proses asuhan keperawatan pada klien dengan penyakit Katarak.

B.     Tujuan Khusus
a.    Diharapkan mahasiswa dapat mengetahui definisi penyakit Katarak
b.    Diharapkan mahasiswa dapat mengetahui klasifikasi  penyakit Katarak
c.    Diharapkan mahasiswa dapat mengetahui etiologi penyakit Katarak
d.    Diharapkan mahasiswa dapat mengetahui patofisiologi penyakit Katarak
e.    Diharapkan mahasiswa dapat mengetahui manifestasi klinik dari penyakit
       Katarak
f.     Diharapkan mahasiswa dapat mengetahui komplikasi dari penyakit Katarak
g.    Diharapkan mahasiswa dapat mengetahui pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang penyakit Katarak
h.    Diharapkan mahasiswa dapat mengetahui penatalaksanaan penyakit Katarak
i.     Diharapkan mahasiswa dapat mengetahui asuhan keperawatan penyakit
       Katarak

1.4    MANFAAT PENULISAN
A.    Bagi Peningkatan Kualitas Asuhan Keperawatan
Laporan studi asuhan keperawatan Penyakit Katarak ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan dalam  peningkatan kualitas asuhan keperawatan serta perkembangan ilmu praktek keperawatan.

B.     Bagi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi ( IPTEK )
Diharapkan dengan adanya laporan studi kasus Penyakit Katarak ini, diharapkan dapat turut serta dalam meningkatkan perkembangan dan peningkatan ilmu pengetahuan serta manajemen asuhan keperawatan dalam kasus ini.

C.     Bagi Institusi Layanan Pendidikan
Sebagai tolak ukur tingkat kemampuan mahasiswa – mahasiswa dalam penguasaan materi dan kasus Penyakit Katarak. Penguasaan proses keperawatan, perkembangan penyakit serta manajemen dalam tatalaksana kasus ini sangat menjadi pertimbangan kemampuan pencapaian kompetensi.






BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1       DEFINISI
Katarak berasal dari bahasa Yunani Katarrhakies, bahasa Inggris Cataract, dan Latin Cataracta yang berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia disebut bular dimana penglihatan seperti tertutup air terjun akibat lensa yang keruh.
Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau akibat kedua-duanya.
Katarak adalah setiap kekeruhan pada lensa. (Vaughan,2009)
Katarak adalah opasitas lensa kristalina yang normalnya jernih. (Brunner & Suddart,2001)
Katarak adalah suatu keadaan dimana lensa mata yang biasanya jernih dan bening menjadi keruh. (Sidarta Ilyas,2004)
Katarak adalah proses terjadinya opasitas secara progresif pada lensa atau kapsul lensa, umumnya akibat dari proses penuaan yang terjadi pada semua orang lebih dari 65 tahun (Marilynn Doengoes, dkk. 2000).
Biasanya kekeruhan mengenai kedua mata dan berjalan progresif ataupun dapat tidak mengalami perubahan dalam waktu yang lama.

2.2       KLASIFIKASI
1.      Berdasarkan  Penyebabnya
1.1.         Katarak traumatik
Katarak traumatik paling sering disebabkan oleh trauma benda asing pada lensa atau trauma tumpul pada bola mata. Peluru senapan angin dan petasan merupakan penyebab yang sering. Lensa menjadi putih segera setelah masuknya benda asing karena lubang pada kapsul lensa menyebabkan humor aqueus dan kadang-kadang vitreus masuk ke dalam struktur lensa.
1.2.         Katarak toksika
Kortikosteroid yang diberikan dalam waktu lama baik secara sistemik maupun dalam bentuk obat tetes mata dapat meneyebabkan kekeruhan lensa. Obat-obat lain yang diduga menyebabkan katarak antara lain : phenotiazine, chlorpromazine, obat tetes miotik kuat seperti phospholine iodine.
1.3.         Katarak komplikata
Katarak dapat terbentuk akibat efek langsung penyakit intraocular yang mempengaruhi fisiologis lensa. Katarak biasanya berawal dari daerah subkapsular posterior dan akhirnya mengenai seluruh struktur lensa. Penyakit intraokuler yang sering berkaitan antara lain uveitis kronik atau rekuren, glaucoma, retinitis pigmentosa dan ablation retinae. Katarak ini biasanya unilateral. Katarak komplikata juga dapat disebabkan akibat gangguan sistemik seperti diabetes mellitus, distrofi miotonik, dermatitis atopic, hipoparatiroidisme, galaktosemia dan sindrom Lowe, Werner dan down.
2.      Berdasarkan Usia
2.1.         Katarak kongenital
Katarak yang sudah terlihat pada usia kurang dari 1 tahun
2.2.         Katarak juvenile
Katarak yang terjadi sesudah usia 1 tahun
2.3.         Katarak senile
Katarak setelah usia 50 tahun (Ilyas,1999)

JENIS-JENIS KATARAK
1.      Katarak kongenital
-          Katarak kongenital adalah katarak yang mulai terjadi sebelum atau segera setelah lahir dan bayi berusia kurang dari 1 tahun. Sewaktu dalam kandungan, terbentuknya lensa adalah minggu ke lima sampai ke delapan usia kehamilan. Pada masa ini belum terbentuk kapsul pelindung, sehingga virus bisa masuk ke dalam jaringan lensa. Seluruh lensa buram, tampak abu-abu putih.
-          Penyebab katarak kongenital  :
b.      Mungkin herediter dengan atau tanpa penyakit mata atau penyakit sistemik lain.
c.       Infeksi teratogenik yang diderita ibu saat kehamilan seperti campak jerman, cacar air, penyakit gondong, hepatitis dan poliomyelitis.
d.      Infeksi maternal selama masa kehamilan seperti pada infeksi toksoplasmosis
e.       Ibu hamil penderita diabetes melitus
f.       Kelainan genetik seperti Trisomi 21, galaktosemia dan sindrom Lowe
-          Katarak kongenital digolongkan menjadi 2 macam katarak :
a.       Kapsulolentikuler dimana pada golongan ini termasuk katarak kapsuler dan katarak Polaris
b.      Katarak lentikuler termasuk dalam golongan ini katarak yang mengenai korteks atau nucleus lensa.

-          Jenis-jenis katarak kongenital :
1.         Katarak nuklear
2.         Katarak zonular
3.         Katarak bentuk kumparan
4.         Katarak polar anterior dan posterior
5.         Katarak piramidal
-          Katarak kongenital dapat menimbulkan komplikasi lain berupa nistagmus dan strabismus
-          Tindakan pengobatan adalah operasi, operasi dilakukan bila refleks fundus tidak tampak, biasanya bila katarak bersifat total, operasi dapat dilakukan pada usia 2 bulan atau lebih muda. Tindakan bedah pada katarak kongenital yang umum dikenal adalah disisio lensa, ekstraksi linier, ekstraksi dengan aspirasi.
-          Pengobatan katarak kongenital tergantung pada :
a.       Katarak totak bilateral, dimana sebaiknya dilakukan pembedahan secepatnya segera setelah katarak terlihat.
b.      Katarak total unilateral, dilakukan pembedahan 6 bulan sesudah terlihat atau segera sebelum terjadiny juling; bila terlalu muda akan mudah terjadi ambliopia bila tidak dilakukan tindakan segera.
c.       Katarak total atau kongenital unilateral, mempunyai prognosis yang buruk, karena mudah sekali terjadi ambliopia; karena itu sebaiknya dilakukan pembedahan secepat mungkin, dan diberikan kacamata segera dengan latihan beban mata.
d.      Katarak bilateral partial, biasanya pengobatan lebih konservatif sehingga sementara dapat dicoba dengan kacamata atau midriatika, bila terjadi kekeruhan yang progresif disertai dengan mulainya tanda-tanda juling dan ambliopia maka dilakukan pembedahan, biasanya mempunyai prognosis yang lebih baik.

2.      Katarak Rubela
-          Rubella pada ibu dapat mengakibatkan katarak pada lensa fetus.
-          Terdapat 2 bentuk kekeruhan yaitu kekeruhan sentral dengan perifer jernih seperti mutiara dan kekeruhan diluar nuclear yaitu korteks anterior dan posterior atau total.
-          Mekanisme terjadinya tidak jelas, akan tetapi diketahui bahwa rubella dapat dengan mudah menular melalui barier plasenta. Virus ini dapat masuk atau terjepit di dalam vesikel lensa dan bertahan di dalam lensa sampai 3 tahun

3.         Katarak  Juvenil
-          Kekeruhannya halus dan bulat, umumnya timbul pada usia tigapuluhan
-          Katarak ini perkembangannya lamban dan biasanya tidak mengganggu penglihatan.
-          Jika kekeruhan ini menyatu akan berbentuk cincin di perifer yang disebut katarak koronaria, apabila tipis dan kebiru-biruan disebut katarak serulea.
-          Biasanya merupakan penyulit penyakit sistemik ataupun metabolik dan penyakit lainnya seperti katarak metabolik, distrofi miotonik, katarak traumatic dan katarak komplikata.

4.          Katarak Senil
-          Biasanya  timbul pada usia 50 tahun
-          Secara klinik dikenal dalam 4 stadium yakni insipient, imatur, matur dan hiper matur
-          Pada stadium awal (katarak insipiens) mungkin ada celah-celah kekeruhan di bagian perifer atau berbentuk baji (kuneiform). Keadaan ini bisa diperburuk dengan adanya katarak nuklear yang merupakan lanjutan daripada sklerosis nuclear fisiologis. Dengan berlanjutnya pertumbuhan katarak, tajam penglihatan menjadi terganggu (katarak imatur). Katarak dikatakan matur bila lensa sudah keruh seluruhnya sehingga fundus tidak dapat dilihat lagi. Di antaranya ada stadium intemusen yaitu stadium membengkaknya lensa dan edema lensa. Pada akhirnya katarak matur berubah menjadi stadium hipermatur, yaitu korteksnya mencair sehingga intinya mengambang turun ke dasar kantong kapsul. Pada stadium ini mungkin terjadi reaksi fakolitik dan glaukoma. Bila proses katarak berjalan lanjut disertai dengan kapsul yang tebal maka korteks akan memperlihatkan bentuk menjadi sekantong susu disertai dengan nukleus yang terbenam di dalam korteks lensa karena lebih berat. Keadaan ini disebut sebagai katarak morgagni
-          Perbedaan katarak insipien, imatur , matur dan hipermatur
Insipien
Imatur
Matur
Hipermatur
Kekeruhan
Ringan
Sebagian
Seluruh
Masif
Cairan lensa
Normal
Bertambah (masuk)
Normal
Berkurang (air+masa lensa keluar)
Iris
Normal
Terdorong
Normal
Tremulans
Bilik mata depan
Normal
Dangkal
Normal
Dalam
Sudut bilik mata
Normal
Sempit
Normal
Terbuka
Shadow test
Negatif
Positif
Negatif
Pseudopos
Penyulit
-
Glaukoma
-
Uveitis + glaukoma

-          Katarak senile dibagi menjadi 2 jenis yakni
1.               Katarak kortikal
Kekeruhan korteks lensa perifer berbentuk ruji roda yang dipisahkan oleh celah-celah air. Meningkatnya cairan yang masuk ke dalam lensa mengakibatkan terjadinya separasi lamellar dan akhirnya terjadi kekeruhan korteks berwarna abu-abu putih yang tidak merata.
2.               Katarak nuklear
Kekeruhan inti embrional dan inti dewasa yang berwarna kecoklatan. Korteks anterior dan posterior relative jernih dan masih tipis. Bentuk kekeruhan nuklear ini bisa menyebabkan terjadinya miopia berat yang memungkinkan penderita membaca jarak dekat tanpa memakai kaca mata koreksi seperti seharusnya (second sight)


5.         Katarak Brunesen
-          Katarak yang berwarna coklat sampai hitam (katarak nigra) terutama pada nukleus lensa, juga dapat terjadi pada katarak pasien diabetes mellitus dan myopia tinggi. Sering tajam penglihatan lebih baik daripada dugaan sebelumnya dan biasanya ini terdapat pada orang berusia lebih dari 65 tahun yang belum memperlihatkan adanya katarak kortikal posterior.

6.         Katarak diabetes
-          Diakibatkan karena adanya penyakit diabetes mellitus.
-          Terbagi dalam 3 bentuk :
·         Pasien dengan dehidrasi berat, asidosis dan hiperglikemia nyata, pada lensa akan terlihat kekeruhan berupa garis akibat kapsul lensa berkerut. Bila  dehidrasi lama akan terjadi kekeruhan lensa, kekeruhan akan hilang bila terjadi rehidrasi dan kadar gula normal kembali
·         Pasien diabetes juvenile dan tua tidak terkontrol, dimana terjadi katarak serentak pada kedua mata dalam 48 jam, bentuk dapat snow flake atau bentuk piring subkapsular
·         Katarak pada pasien diabetes dewasa dimana gambaran secara histologik dan biokimia sama dengan katarak pasien nondiabetik.

2.3       EtTIOLOGI
Katarak dapat terjadi akibat :
1.      Kelainan bawaan/ kongenital
2.      Proses penuaan
Prevalensi katarak pada individu berusia 65 – 74 tahun adalah sebanyak 50%, prevalensi ini meningkat hingga 70% pada individu di atas 75 tahun.
3.      Kelainan sistemik atau metabolik seperti diabetes mellitus, galaktosemi dan distrofi miotonik.
4.      Genetik dan gangguan perkembangan
5.      Infeksi virus di masa pertumbuhan janin
6.      Bahan toksik : kimia dan fisik
7.      Bermacam-macam penyakit mata seperti glaucoma, ablasi retina, uveitis dan retinitis pigmentosa
8.      Keracunan beberapa jenis obat seperti eserin 0.25 – 0.5%, kortikosteroid ergot, antikolinesterase topical
9.      Kelainan kaca mata minus yang dalam

2.4       PATOFISIOLOGI
            Lensa mengandung tiga komponen anatomis. Pada zona central terdapat nucleus, di perifer ada korteks dan yang mengelilingi keduanya adalah kapsul anterior dan posterior. Pada lensa katarak secara karakteristik terdapat agregat-agregat protein yang menghamburkan berkas cahaya dan mengurangi transparansinya. Perubahan protein pada lensa mengakibatkan perubahan warna lensa menjadi coklat kekuningan. Di sekitar  opasitas terdapat densitas seperti duri di anterior dan posterior nucleus. Opasitas pada kapsul posterior merupakan bentuk katarak yang paling bermakna nampak seperti kristal salju pada jendela.
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparansi. Perubahan pada serabut halus multiple, memanjang dari badan silier ke sekitar daerah lensa mengakibatkan penglihatan distorsi. Perubahan kimia dalam protein lensa dapat menyebabkan koagolasi, sehingga mengakibatkan pandangan berkabut.Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein lensa normal disertai influks air ke dalam lensa yang mengakibatkan patahnya serabut lensa yang tegang sehingga mengganggu transmisi sinar.
Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim tertentu mempunyai peran dalam melindungi lensa dari degenerasi, jumlah enzim ini akan menurun dengan bertambahnya usia.
Sejumlah faktor yang diduga turut berperan dalam terbentuknya katarak antara lain kerusakan oksidatif (dari proses radikal bebas), sinar ultraviolet dan malnutrisi.

2.5       Manifestasi Klinik
            Manifestasi dari gejala yang dirasakan oleh pasien penderita katarak terjadi secara progresif dan merupakan proses yang kronis. Gangguan penglihatan bervariasi, tergantung pada jenis dari katarak yang diderita pasien.
            Gejala pada penderita katarak adalah sebagai berikut:
1. Penurunan visus
2. Silau
3. Perubahan miopik
4. Diplopia monocular
5. Halo bewarna
6. Bintik hitam di depan mata
            Tanda pada penderita katarak adalah sebagai berikut:
1.    Pemeriksaan visus berkisar antara 6/9 sampai hanya persepsi cahaya
2.    Pemeriksaan iluminasi oblik
3.    Shadow test
4.    Oftalmoskopi direk
5.    Pemeriksaan sit lamp

2.6       Komplikasi
2.7       Pemeriksaan
1.         Pemeriksaan visus dengan kartu snellen atau chart projector dengan koreksi terbaik serta menggunakan pinhole
2.         Pemeriksaan dengan slit lamp untuk melihat segmen anterior
3.         Tekanan intraocular (TIO) diukur dengan tonometer non contact, aplanasi atau Schiotz
4.         Jika TIO dalam batas normal (< 21 mmHg) dilakukan dilatasi pupil dengan tetes mata Tropicanamide 0.5%. setelah pupil cukup lebar dilakukan pemeriksaan dengan slit lamp untuk melihat serajat kekeruhan lensa apakah sesuai dengan visus pasien.
a.    Derajat 1 : nukleus lunak, biasanya visus masih lebih baik dari 6/12, tampak sedikit kekeruhan dengan warna agak keputihan. Refluks fundus masih mudah diperoleh. Usia penderitanya biasanya kurang dari 50 tahun.
b.   Derajat 2 : Nukleus dengan kekerasan ringan, biasanya visus antara 6/12 – 6/30, tampak nucleus mulai sedikit berawarna kekuningan. Refleks fundus masih mudah diperoleh dan paling sering memberikan gambaran seperti katarak subkapsularis posterior.
c.    Derajat 3 : nukleus dengan kekerasan medium, biasanya visus antara 6/30 – 3/60, tampak nukleus berwarna kuning disertai kekeruhan korteks yang berwarna keabu-abuan

d.   Derajat 4: nukleus keras, biasanya visus antara 3/60 – 1/60, tampak nukleus berwarna kuning kecoklatan. Reflex fundus sulit dinilai
e.    Derajat 5 ; nukleus sangat keras, biasanya visus hanya 1/60 atau lebih jelek. Usia penderita sudah di atas 65 tahun. Tampak nucleus berawarna kecoklatan bahkan sampai kehitaman, katarak ini sangat keras dan disebut juga sebagai Brunescence cataract atau black cataract.
5.         Pemeriksaan funduskopi jika masih memungkinkan
6.         Pemeriksaan penunjang : USG untuk menyingkirkan adanya kelainan lain pada mata selain katarak
7.         Pemeriksaan tambahan : biometri untuk mengukur power IOL jika pasien akan dioperasi katarak dan retinometri untuk mengetahui prognosis tajam penglihatan setelah operasi.

2.8       Penatalaksanaan
1.      Pembedahan dengan membersihkan lensa mata yang keruh
2.      Katarak tidak dapat dibedah dengan sinar
3.      Hasil bedah katarak sangat baik, 90% pasien pasca bedah dapat mempergunakan matanya seperti sedia kala
4.      Ada dua jenis operasi katarak yakni Ekstraksi Katarak Intrakapsuler (EKIK) dan Ekstraksi Katarak Ekstrakapsuler (EKEK).
5.      EKIK adalah pembedahan dengan mengeluarkan seluruh lensa bersama kapsul. Dapat dilakukan pada zonula zinn telah rapuh atau berdegenerasi dan mudah diputus. Pada EKIK tidak akan terjasi katarak sekunder.kontraindikasi EKIK adalah pada pasien < 40 tahun yang masih mepunyai ligament hialoidea kapsuler. Penyulit yang sering terjadi: astigmat, glaucoma, uveitis, endoftalmus dan perdarahan.EKIK sekarang jarang dilakukan karena tersedianya teknik bedah yang lebih canggih.
6.      EKEK adalah tindakan pembedahan pada lensa katarak dimana dilakukan pengeluaran isi lensa dengan memecah atau merobek kapsul lensa anterior sehingga masa lensa dan korteks lensa dapat keluar melalui robekan tersebut. Termasuk ke dalam golongan ini ekstraksi linier, aspirasi dan irigasi. Penyulit yang dapat timbul pada pembedahan ini yaitu dapat terjadinya katark sekunder, yakni terbentuknya jaringan fibrosis pada sisa lensa yang tertinggal, paling cepat keadaan ini terlihat sesudah 2 hari EKEK.
7.      Salah satu penemuan terbaru pada EKEK adalah Fakoemulsi. Cara ini memungkinkan pengambilan lensa melalui insisi yang lebih kecil dengan menggunakan alat ultrasound frekwensi tinggi untuk memecah nucleus dan korteks lensa menjadi partikel kecil yang kemudian diaspirasi melalui alat yang sama yang juga memberikan irigasi kontinu. Dengan teknik ini waktu penyembuhan menjadi lebih pendek dan penurunan insiden astigmatisme pasca operasi.
8.      Pada mata yang telah dikeluarkan lensanya akibat katarak, pasien akan menggalami penglihatan yang tidak jelas dan perlu lensa pengganti dan mata tidak dapat melihat dekat atau berakomodasi. Karena itu pasien memerlukan sebuah lensa pengganti / koreksi. Koreksi ini dapat dilakukan dengan metode : kaca mata apakia, lensa kontak atau implant lensa intraokuler (IOL)
9.      Kaca mata apakia
Keuntungan : dapat mengambil alih fungsi lensa mata yang dikeluarkan, kaca mata merupakan alat penglihatan yang aman dan harga yang tidak terlalu mahal.
Kerugian : adanya perasaan asing sewaktu memakainya, kaca mata terlalu tebal dan berat, benda akan terlihat melengkungg, terlihat benda lebih besar 30% dari ukuran sesungguhnya, pada waktu melihat harus selalu menggerakkan kepala karena melihat dengan bagian tengah lensa, akibatnya terjadi penyempitan lapang pandangan, serta terdapat bagian yang tidak terlihat pada lapang pandangan 40-60%.
10.  Lensa kontak jauh lebih nyaman dari kaca mata apakia, dengan pembesaran 5% - 10%, tidak menimbulkan aberasi sferis, tak ada penurunan lapang pandang dan tak ada kesalahan orientasi spasial.
Kelemahan tenik ini adalah penyimpanan yang selamanya harus bersih dan kalau bisa steril, pemakaian sukar pada usia lanjut dan diperlukannya ketrampilan pasien dalam hal memasang, melepaskan dan merawat lensa kontak secara bersih.
11.  IOL adalah lensa permanen plastic yang secara bedah diimplantasi ke dalam mata. Mampu menghasilkan bayangan dengan bentuk dan ukuran normal, menghilangkan efekoptikal lensa afakia yang menjengkelkan dan ketidakpraktisan lensa kontak .
Ada beberapa bentuk IOL :
g.      Lensa bilik mata yang ditempatkan di depan iris dengan kaki penyokongnya bersandar pada sudut bilik mata
h.      Lensa dijepit pada iris yang kakinya tidak terletak pada sudut bilik mata
i.        Lensa bilik mata belakang yang diletakkan pada kedudukan lensa normal di belakang iris.

PEDOMAN DALAM PENATALAKSANAAN
1.         Penatalaksanaan non bedah untuk visus lebih baik atau sama dengan 6/12, yaitu pemberian kacamata dengan koreksi terbaik.
2.         Jika visus masih lebih baik dari 6/12 tetapi sudah mengganggu untuk melakuklan aktivitas yang berkaitan dengan pekerjaan pasien atau ada indikasi medis lain untuk operasi, pasien dapat dilakukan operasi katarak.
3.         Tatalaksana katarak dengan visus terbaik kurang dari 6/12 adalah operasi katarak berupa EKEK + IOL atau fakoemulsifikasi + IOL dengan mempertimbangkan ketersediaan alat, derajat kekeruhan katarak dan tingkat kemampuan ahli bedah.
4.         Operasi katarak dilakukan menggunakan mikroskop operasi dan peralatan bedah mikro, dimana pasien dipersiapkan untuk implantasi IOL
5.         Ukuran IOL dihitung berdasarkan data keratometri serta pengukuran biometri A-scan
6.         Apabila tidak tersedia peralatan keratometri dan biometri ukuran IOL dapat ditentukan berdasar anamnesis ukuran kacamata yang selama ini dipakai pasien. IOL standar power +20.00 dioptri, jika pasien menggunakan kacamata, power IOL standar dikurangi dengan ukuran kaca mata. Misalnya pasien menggunakan kaca mata S -6.00 maka dapat diberikan IOL power +14.00 dioptri.
7.         Operasi katarak bilateral (operasi dilakukan pada kedua mata sekaligus secara berurutan) sangat tidak dianjurkan berkaitan dengan resiko pasca operasi (endoftalmitis) yang bisa berdampak kebutaan.



B.     PERAWATAN SEBELUM DAN SESUDAH PEMBEDAHAN
1.            Sebelum pembedahan :
§  Pemeriksaan kesehatan tubuh umum untuk menentukan kondisi kesehatan umum pasien
§  Dilakukan pemeriksaan mata untuk mencegah penyulit pembedahan seperti adanya infeksi, glaucoma serta penyakit mata lain yang dapat menimbulkan penyulit sewaktu pembedahan
2.                                                Sesudah pembedahan :
a.       Hal yang dianjurkan : memakai dan meneteskan obat seperti yang dianjurkan, memakai penutup mata seperti yang dinasehatkan, tidak melakukan pekerjaan berat, tidak membungkuk terlalu dalam.
b.      Hal yang tidak boleh dilakukan : menggosok mata, bungkuk terlalu dalam, membaca berlebihan dari biasanya, mengejan keras sewaktu buang air besar, berbaring ke sisi mata yang baru dibedah dan menggosok gigi pada minggu pertama.















BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A.  PENGKAJIAN
1.    Riwayat
a.          Riwayat penyakit trauma : trauma mata, penggunaan obat kortikosteroid, penyakit diabetes mellitus, hipotiroid, uveitis, glaucoma.
b.         Riwayat keluhan gangguan : stadium katarak.
c.          Psikososial : kemampuan aktivitas, gangguan membaca, resiko jatuh, berkendaraan.
2.    Pengkajian umum
a.          Usia.
b.         Gejala penyakit sistemik : diabetes mellitus, hipotiroid.
3.    Pengkajian khusus mata
a.      Dengan pelebaran pupil, ditemukan gambaran kekeruhan lensa (berkas putih) pada lensa.
b.     Keluhan terdapat diplopia, pandangan berkabut.
c.      Penurunan tajam penglihatan (miopia).
d.     Bilik mata depan menyempit.
e.      Tanda glaucoma (akibat komplikasi).

B.  DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang muncul selama periode peri operasi (pre, intra dan post operasi) adalah :
1.      Penurunan persepsi sensori : penglihatan yang berhubungan dengan penurunan tajam penglihatan dan kejelasan penglihatan.
2.      Ansietas yang berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kejadian operasi.
3.      Resiko cedera yang berhubungan dengan peningkatan tekanan intraocular (TIO), perdarahan, kehilangan vitreous.
4.      Nyeri yang berhubungan dengan luka pasca operasi.
5.      Gangguan perawatan diri yang berhubungan dengan penurunan penglihatan, pembatasan aktivitas pasca operasi.
6.      Resiko ketidakefektifan penatalaksanaan regimen terapeutik yang berhubungan dengan kurang pengetahuan, kurang sumber pendukung.

Intervensi :
Rencana tindakan yang mungkin dapat diterapkan pada klien dengan katarak meliputi :
Dx. 1
Penurunan persepsi sensori : penglihatan yang berhubungan dengan penurunan tajam penglihatan dan kejelasan penglihatan.
Tujuan               : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam              klien melaporkan atau memeragakan kemampuan yang lebih baik untuk proses rangsang penglihatan dan mengkomunikasikan perubahan visual.
Kriteria hasil        Klien mengidentifikasikan faktor-faktor yang mempengaruhi    fungsi penglihatan.
                            Klien mengidentifikasi dan menunjukan pola-pola alternative untuk meningkatkan penerimaan rangsang penglihatan.
Intervensi     :
1.      Kaji ketajaman penglihatan klien.
R/ Mengidentifikasi kemampuan visual klien.
2.      Identifikasi alternative untuk optimalisasi sumber rangsangan.
R/ Memberikan keakuratan penglihatan dan perawatanya.
3.      Sesuaikan lingkungan untuk optimalisasi penglihatan :
-          Orientasikan klien terhadap ruang rawat.
-          Letakan alat yang sering digunakan di dekat klien atau pada sisi mata yang lebih sehat.
-          Berikan pencahayaan cukup.
-          Letakan alat di tempat yang tepat.
-          Hindari cahaya menyilaukan.
-          Anjurkan penggunaan alternative rangsang lingkungan yang dapat diterima: auditorik, taktil.
R/ Meningkatkan kemampuan persepsi sensori.

Dx. 2
Ansietas yang berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kejadian operasi.
Tujuan                 : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam                 tidak terjadi kecemasan.
Kriteria hasil        : - Klien mengungkapkan kecemasan hilang atau minimal.
-  Klien berpartisipasi dalam persiapan operasi.
Intervensi     :
1.      Jelaskan gambaran kejadian pre dan paska operasi, manfaat operasi, dan sikap yang harus dilakukan klien selama masa operasi.
R/ Meningkatkan pemahaman tentang gambaran operasi untuk menurunkan ansietas.
2.      Jawab pertanyaan khusus tentang pembedahan.
R/ Meningkatkan kepercayaan dan kerjasama.
3.      Berikan waktu untuk mengekspresikan perasaan.
R/ Berbagi perasaan membantu menurunkan tegangan.
4.      Informasikan bahwa perbaikan penglihatan tidak terjadi secara langsung, tetapi bertahap sesuai penurunan bengkak pada mata dan perbaikan kornea.
R/ Informasi tentang perbaikan penglihatan bertahap diperlukan untuk mengantisipasi depresi atau kekecewaan setelah fase operasi dan memberikan harapan akan hasil operasi.

Dx. 3
Resiko cedera yang berhubungan dengan peningkatan tekanan intraocular (TIO), perdarahan, kehilangan vitreous.
Tujuan                    : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam tidak terjadi cedera mata pasca operasi.
Kriteria hasil          : - Klien dapat menyebutkan faktor yang menyebabkan cedera.
- Klien tidak melakukan aktivitas yang meningkatkan resiko             cedera.
Intervensi   :
1.      Diskusikan tentang rasa sakit, pembatasan aktifitas dan pembalutan mata.
R/ Meningkatkan kerjasama dan pembatasan yang diperlukan.
2.      Tempatkan klien pada tempat tidur yang rendah dan ajurkan untuk membatasi pergerakan mendadak atau tiba-tiba serta menggerakan kepala berlebih.
R/ Istirahat mutlak diberikan hanya beberapa menit hingga satu atau dua jam paska operasi atau satu malam jika ada komplikasi.
3.      Bantu aktifitas selama fase istirahat.
R/ Mencegah atau menurunkan resiko komplikasi cedera.
4.      Ajarkan klien untuk menghindari tindakan yang dapat menyebabkan cedera.
R/ Tindakan yang dapat meningkatkan TIO dan menimbulkan kerusakan struktur mata paska operasi:
-          Mengejan (valsalva maneuver)
-          Menggerakan kepala mendadak
-          Membungkuk terlalu lama
-          Batuk
5.      Amati kondisi mata : luka menonjol, bilik mata depan menonjol, nyeri mendadak setiap 6 jam pada awal operasi atau seperlunya.
R/ Berbagai kondisi seperti luka menonjol, bilik mata menonjol, nyeri mendadak, hyperemia serta hipopion mungkin menunjukan cedera mata paska operasi.Apabila pandangan melihat benda mengapung (floater) atau tempat gelap mungkin menujukan ablasio retina.

Dx. 4
Nyeri yang berhubungan dengan luka pasca operasi.
Tujuan                    : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam     nyeri berkurang, hilang dan terkontrol.
Kriteria hasil          : - Klien mendemonstrasikan tehnik penurunan nyeri.
- Klien melaporkan nyeri berkurang atau hilang.
Intervensi   :
1.      Kaji derajat nyeri setiap hari.
R/ Normalnya nyeri terjadi dalam waktu kurang dari lima hari setelah operasi dan berangsur menghilang. Nyeri dapat meningkat karena peningkatan TIO 2-3 hari paska operasi.Nyeri mendadak menunjukan peningkatan TIO massif.
2.      Anjurkan untuk melaporkan perkembangan nyeri setiap hari atau segera saat terjadi peningkatan nyeri mendadak.
R/ Meningkatkan kolaborasi ; memberikan rasa aman untuk peningkatan dukungan psikologis.
3.      Anjurkan klien untuk tidak melakukan gerakan tiba-tiba yang dapat memprovokasi nyeri.
R/ Beberapa kegiatan klien dapat meningkatkan nyeri seperti gerakan tiba-tiba, membungkuk, mengucek mata, batuk, mengejan.
4.      Ajarkan tehnik distraksi dan relaksasi.
R/ Menurunkan ketegangan, mengurangi nyeri.
5.      Lakukan tindakan kolaboratif untuk pemberian analgesic topical atau sistemik.
R/ Mengurangi nyeri dengan meningkatkan ambang nyeri.

Dx. 5
Gangguan perawatan diri yang berhubungan dengan penurunan penglihatan, pembatasan aktivitas pasca operasi.
Tujuan                    : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam kebutuhan perawatan diri klien terpenuhi.


Kriteria hasil          : - Klien mendapatkan bantuan parsial dalam pemenuhan kebutuhan diri.
-       Klien memeragakan perilaku perawatan diri secara bertahap.
Intervensi   :
1.      Terangkan pentingnya perawatan diri dan pembatasan aktivitas selama fase paska operasi.
R/ Klien dianjurkan untuk istirahat di tempat tidur pada 2-3 jam pertama paska operasi atau 12 jam jika ada komplikasi. Selama fase ini, bantuan total diperlukan bagi klien.
2.      Bantu klien untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri.
R/ Memenuhi kebutuhan perawatan diri.
3.      Secara bertahap, libatkan klien dalam memenuhi kebutuhan diri.
R/  Upaya melibatkan klien dalam aktivitas perawatan dirinya dilakukan bertahap dengan berpedoman pada prinsip bahwa aktivitas tidak memicu peningkatan TIO dan menyebabkan cedera mata. Kontrol klinis dilakukan dengan menggunakan indicator nyeri mata pada saat melakukan aktivitas.Umumnya 24 jam paska operasi, individu boleh melakukan aktivitas perawatan diri.

Dx. 6
Resiko ketidakefektifan penatalaksanaan regimen terapeutik yang berhubungan dengan kurang pengetahuan, kurang sumber pendukung.
Tujuan                    : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam perawatan rumah berjalan efektif.
Kriteria hasil          : - Klien mampu mengidentifikasi kegiatan keperawatan rumah (lanjutan) yang diperlukan.
-   Keluarga menyatakan siap untuk mendampingi klien dalam melakukan perawatan.

Intervensi   :
1.      Kaji tingkat pengetahuan pasien tentang perawatan paska hospitalisasi.
R/ Sebagai modalitas dalam pemberian pendidikan kesehatan tentang perawatan di rumah.
2.      Terangkan aktivitas yang diperbolehkan dan dihindari (minimal untuk 1 minggu) untuk mencegah komplikasi post operasi.
R/ Aktivitas yang diperbolehkan :
-          Menonton televise, membaca tetapi jangan terlalu lama.
-          Mengerjakan aktivitas biasa (ringan dan sedang).
-          Mandi waslap, selanjutnya dengan bak mandi atau pancuran (dengan bantuan).
-          Tidak boleh membungkuk pada wastafel atau bak mandi, condongkan kepala sedikit kebelakang saat mencuci rambut.
-          Tidur dengan perisai atau pelindung mata logam pada malam hari, mengenakan kacamata pada siang hari.
-          Aktivitas dengan duduk.
-          Mengenakan kaca mata hitam untuk kenyamanan.
-          Berlutut atau jongkok saat mengambil sesuatu dari lantai.
R/  Aktivitas yang dihindari :
-          Tidur pada sisi yang sakit.
-          Menggosok mata, menekan kelopak mata.
-          Mengejan saat defekasi.
-          Memakai sabun mendekati mata.
-          Mengangkat benda lebih dari 7 kg.
-          Melakukan hubungan seks.
-          Mengendarai kendaraan.
-          Batuk, bersin, muntah.
-          Menundukan kepala sampai bawah pinggang.
3.      Terangkan berbagai kondisi yang perlu dikonsultasikan.
R/ Kondisi yang harus segera dilaporkan :
-          Nyeri pada dan disekitar mata, sakit kepala menetap.
-          Setiap nyeri yang tidak berkurang dengan obat pengurang nyeri.
-          Nyeri disertai mata merah, bengkak, atau keluar cairan : inflamasi dan cairan dari mata.
-          Nyeri dahi mendadak.
-          Perubahan ketajaman penglihatan, kabur, pandangan ganda, selaput pada lapang penglihatan, kilatan cahaya, percikan atau bintik didepan mata, kalau di sekitar sumber cahaya.
4.      Terangkan cara penggunaan obat-obatan.
R/ Klien mungkin mendapatkan obat tetes atau salep(topical).
5.      Berikan kesempatan bertanya.
R/ Meningkatkan rasa percaya, rasa aman, dan mengeksplorasi pemahaman serta hal-hal yang mungkin belum dipahami.
6.      Tanyakan kesiapan klien paska hospitalisasi.
R/ Respon verbal untuk meyakinkan kesiapan klien dalam perawatan hospitalisasi.
7.      Identifikasi kesiapan keluarga dala perawatan diri klien paska hospitalisasi.
R/ Kesiapan keluarga meliputi orang yang bertanggung jawab dalam perawatan, pembagian peran dan tugas serta penghubung klien dan institusi pelayanan kesehatan.














DAFTAR PUSTAKA


Vaughan et al. 2009. Oftalmologi Umum. Jakarta. EGC
Ilyas Sidarta. 2004. Ilmu Perawatan Mata. Jakarta. CV.Sagung Seto
Brunner et al. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta. EGC
Hollwich Fritz. 1993. Opthalmology. Jakarta. Binarupa Aksara


0 komentar:

Posting Komentar

 

SHARE D' MOMENT Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review