Senin, 08 Desember 2014

LAPORAN PENDAHULUAN TRAUMA

Diposting oleh Unknown di 21.12
          
A.          PENGERTIAN
Trauma atau rudapaksa adalah suatu keadaan kegawat daruratan yang harus memerlukan penagananan secara optimum, yang bilamana tidak ditolong dengan segera akan berakibat kematian atau kecacatan.
B.           ETIOLOGI
Penyebab dari trauma atau rudapaksa adalah kecelakaan lalulintas.
C.           PENILAIAN DAN PENGELOLAAN AWAL PENDERITA TRAUMA
1.            Tahap persiapan atau pengelolaan penderita
Persiapan penderiata berlangsung dalam 2 keadaan berbeda, yang pertama adalah tahap pra rumah sakit (prehospital), dimana seluruh kejadian idealnya berlansung dalam koordinasi dengan dokter di rumah sakit. Fase kedua adalah fase rumah sakit (in-hospital) dimana dilakukan persiapan untuk menerima penderita sehingga dapat dilakukanresusitasi dalam waktu cepat.
         Tahap pre rumah sakit
Koordinasi yang baik antara dokter dirumah sakit dengan petugas lapangan akan menguntungkan penderita. Sebaiknya rumah sakit sudah diberitahukan sebelum penderita diangkat dari tempat kejadian. Yang harus diperhatikan disini adalah mejaga airway, breathing, kontrol perdarahan dan syok, inmobilisasi penderita dan pengiriman kerumah sakit terekat yang cocok, sebaiknya kesuatu pusat trauma. Harus diusahakan untuk mengurangi waktu tanggap (repon time). Jangan sampai terjadi bahwa semakin tinggi tingkat paramedik, semakin lama penderiata berada di TKP.
Harus menyertai penderita keterangan yang akan dibiutuhkan di rumah sakit yaitu : waktu kejadian, riwayat penderita dan mekanisme kejadian dapat menerangkan jenis perlukaan dan beratnya perlukaan.
2.            Triase
Triase adalah cara pemilihan penderita berdasarkan kebutuhan terapi dan sumberdaya yang tersedia. Terapi didasarkan pada keadaan ABC Airway dengan cervikal spine control, brithing, dan circulaion dengan kontrol perdarahan )
Triase berlaku untuk pemiihan penderita baik dilapangan maupun di rumah sakit. Merupakan tanggung jawab tenaga prarumah sakit dan pemimpin tim lapangan bahwa penderita akan dikirim ke rumah sakit yang sesuai. Merupakan kesalahan besar untuk mengirim penderita ke rumah sakit non trauma bila ada pusattrauma tersedia. Suatu sistem skoring akan membantu dalam pengambilann keputusan pengiriman ini.
Dua jenis triase dapat terjadi :
a.       jumlah penderita dan beratnya perlukaan tidak melampaui kemampuan petugas,. Dalam keadaan ini penderita dengan masalah dawat darurat dan multi trauma akan dilayani terlebih dahulu
b.      jumlah penderita dan beratnya perlukaan melapaui kemampuan petugas. Dalam keadaan ini yang akan dilayani terlebih dahulu adalah penderita dengan kemungkinan survival yag terbesar dan membutuhkan waktu, perlengkapan dan tenaga paingsedikit.
3.            Survei primer
Penilaian keadaan penderita dan prioritas terapi dilakukan berdasarkan jenis perlukaan, atabilitas tanda-tanda vital dan mekanisme ruda paksa. Pada penderita luka parah , prioritas terapi diberikan berurutan berdasarkan penilaian:
         Airway (jalan napas) dengan kontrol servikal
         Breathing dan ventilasi
         Circulation dengan kontrol perdarahan
         Disability : satus neurologis
         Exposure/enviromental control : buka baju penderita , tetapi cegah hipotermia.
Yang penting pada fase pra rumah sakit adalah ABC dilakukan resusitasi dimana perlu kemudian fiksasi penderita lalu transportasi.
Walaupun jumlah darah, cairan, obat, ukuran anak, kehilangan panas, dan pola perlukaan dapat berbeda, namun penilaian dan prioritas pada anak pada dasarnya sama dengan pada dewasa.


4.            Resusitasai
a.       Airway
Airway ahrus dijaga dengan baik pada penderita tidak sadar. Jaw thrust atau chin lift dapat dipakai pada beberapa kasus. Pada penderita yang masih sadar dapat dipakai nao-pharingeal airway. Bila penderita tidak sadar dantidak ada refleks bertahak (gag refleks) dapat dipakai oro-pharigeal airway (Guedel).
Kontrol jalan nafas pada penderita yang airway terganggu karena faktor mekanik, atau ada gangguan ventilasi akibat gangguan kesadaran, dicapai dengan intubasi endotrakheal, baik oral maup[un nasal. Prosedur ini harus dilakukan dengan kontrol terhadap servikal.
Surgical airway dapat dilakukan bila intubasi endotrakheal tidak mungkin karena kontra indikasi atau karena masalah teknis.
b.      Breathing/ventilasi/oksigenasi
Adanya tension pneumothoraks mengganggu ventilasi, dan bila dicurigai, harus segera dilakukan dekompresi (tusuk dengan jarum besar, disusul WSD).
Setiap penderita trauma diberikan oksigen. Bila tampa intubasi, sebaiknya oksigen diberikan dengan face mask.
c.       Circulation dengan kontrol perdarahan
Bila ada gangguan cirkulasi harus dipasang sedikitnya 2 jalur (IV line(. Kateter IV yag dipakai harus berukuran besar,
Pada awalnya sebaiknnya menggunakan vena pada lengan. Jenis IV line lain, vena seksi, atau vena sentralis tergantung dari kemampuan petugas yang melayani.
Syok pada penderita pada umumnya disebabkan hipovalemia. Pada saat datang penderita diinfus dengan cepat dengan 1,5-2 liter cairan kristaloid, sebaiknya Ringer Laktat. Bila tidak ada respon dengan pemberian bolus kristaloid tadi, diberikan darah segolongan. Bila tidak ada darah segolongan dap[at diberikan darah type O rhesus negatif atau tipe O rhisus positif titer rendah.
Pemberian vasopresor, steroid atau Bic. Nat tidak diperkenangkan.
Hipotermia dapat terjadi pada penderita yang diberikan Ringer Lactac yang tidak dihangatkan atau darah yan masih dingin terutama bila penderita juga adalam keadaan dingin terutama bila penderita juga dalam keadaan kedinginan karena tidak diselimuti. Untuk menghangatkan cairan dapat dipakai alat pemanas cairan.

d.      Monitoring
Monitoring hasil resusitasi didasarkan pada laju nadi, nafas, tekanan darah, tekanan nadi, suhu tubuh dan kesadaran penderita.
1.            Laju nafas dipakai untuk menilai airway dan breathing. Eet dapat berubah posisi pada saat penderita berubah posisi.
2.            Pulse oximetri sangat berguna. Pulse oximetri mengukur secara koligrafi kadar saturated o2, bkan pao2.
3.            Pola penilaian tekanan darah harus disadari bahwa tekanan darah ini merupakan indikator yang kurang baik guna menilai perfusi jaringan.
4.            Monitoring ekg dianjurkan pada semua penderita trauma.
Tindakan resusitasi dilakukan pada saat masalhnya dienali, bukan setelah survei primer selesai.  Pada saat keputusan diambil untuk merujuk, perlu komunikasi antara petugas pengirim dan petugas penerima rujukan.
5.            Survei sekunder
Survei sekunder dilakukan hanya setelah survei primer telah selesai, resusiotasi dilakukan dan pebderita stabil.
Survei sekunder adalah pemeriksaan kepala sampai kaki (head to toe examination), termasuk pemeriksaan tanda vital. Pada penderita tidak sadar atau gawat,kemungkinan untuk luput dalam mendiagnosis cukup besar, dan merupakan pertolongan yang besar bagi dokter yang bertugas di rumah sakit apabila dilaporkan kelainan yang ditemukan pada survei sekunder. Sekali lagi ditekankan bahwa survei sekunder hanya dilakukan apabila penderita telah stabil.

               Trauma atau rudapaksa adalah suatu keadaan kegawat daruratan yang harus memerlukan penagananan secara optimum, yang bilamana tidak ditolong dengan segera akan berakibat kematian atau kecacatan.
               Penyebab dari trauma atau rudapaksa adalah kecelakaan lalulintas.
               Penilaian dan pengelolaan awal penderita taruma terdiri atas :
a.       Tahap pengelolaan penderita
b.      Triase
c.       Survei primer
d.      Resusitasi
e.       Survey sekunder
f.       Pemantauan dan re-evaluasi berlanjut
g.      Penaganan menetap














B      Asuhan keperawatan
1.Pengkajian
            Pengkajianmerupakan tahap pertama dalam proses perawat yang merupakan pendekatansistematis untuk mengumpulkan data,mnganalisanya sehingga dapat diketahuikebutuhan pasien tersebut.
Pengkajianpasien dengan trauma thoraks (. Doenges, 1999) meliputi :

v      Aktivitas / istirahat
Gejala : dipnea dengan aktivitas ataupunistirahat
v     Sirkulasi
Tanda : Takikardia ; disritmia ; irama jantunng gallops, nadi apical berpindah,tanda Homman ; TD : hipotensi/hipertensi ; DVJ.
v     Integritas ego
Tanda : ketakutan atau gelisah.
v     Makanan dan cairan6
Tanda : adanya pemasangan IV vena sentral/infuse tekanan.

v     Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala : nyeri uni laterl, timbul tiba-tiba selama batuk atau regangan, tajamdan nyeri, menusuk-nusuk yang diperberat oleh napas dalam, kemungkinan menyebarke leher, bahu dan abdomen.
Tanda : berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi, mengkerutkanwajah.
v     Pernapasan
Gejala : kesulitan bernapas ; batuk ; riwayat bedah dada/trauma, penyakit parukronis, inflamasi,/infeksi paaru, penyakit interstitial menyebar, keganasan ;pneumothoraks spontan sebelumnya, PPOM.
Tanda : Takipnea ; peningkatan kerja napas ; bunyi napas turun atau tak ada ;fremitus menurun ; perkusi dada hipersonan ; gerakkkan dada tidak sama ; kulitpucat, sianosis, berkeringat, krepitasi subkutan ; mental ansietas, bingung,gelisah, pingsan ; penggunaan ventilasi mekanik tekanan positif

v     Pernapasan
Gejala : kesulitan bernapas ; batuk ; riwayat bedah dada/trauma, penyakit parukronis, inflamasi,/infeksi paaru, penyakit interstitial menyebar, keganasan ;pneumothoraks spontan sebelumnya, PPOM.
Tanda : Takipnea ; peningkatan kerja napas ; bunyi napas turun atau tak ada ;fremitus menurun ; perkusi dada hipersonan ; gerakkkan dada tidak sama ; kulitpucat, sianosis, berkeringat, krepitasi subkutan ; mental ansietas, bingung,gelisah, pingsan ; penggunaan ventilasi mekanik tekanan positif.
v      Keamanan
Geajala : adanya trauma dada ; radiasi/kemoterapi untuk kkeganasan.
 Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : riwayat factor risiko keluarga, TBC, kanker ; adanya bedahintratorakal/biopsy paru..










2.Analisa Data

NO
DATA
EIOLOGI
MASALAH
.1.



2




3..
DS:Biasanya pasien mengeluh sulit bernafas
DO:Pasien tampak gelisah

DS: Biasanya pasien mengeluh timbul nyeri dada selama batuk
DO:Pasien tampak  gelisah

DS:Biasnya pasien mengeluh lemah
DO:pasien terlihat berkeringat
- Ada luka bekas tusukan benda tajam

ekpansi paru yang tidak maksimal karena akumulasi udara/cairan.
trauma jaringan dan reflek spasme otot sekunder.
trauma mekanik terpasang bullow drainage
Tidak efektifnya jalan nafas
Perubahan rasa nyaman
Kerusakan integritas kulit

3.Diagnosa Keperawatan:
1.Ketidakefektifan pola pernapasanberhubungan dengan ekpansi paru yang tidak maksimal karena akumulasiudara/cairan.
2.Perubahan kenyamanan : Nyeri akutberhubungan dengan trauma jaringan dan reflek spasme otot sekunder
3. Kerusakan integritas kulit berhubungandengan trauma mekanik terpasang bullow drainage

NO
Diagnosa
Tujuan/kateria hasil
Perencanaan
Intervensi
Rasionalisasi

1.       

Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekpansi paru yang tidak maksimal karena akumulasi udara/cairan.Ditandai dengan:
DS:Biasanya pasien mengeluh sulit bernafas
DO:Pasien tampak gelisah

Pola pernapasan efektive.
Kriteria hasil :
-Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektive.
 -Mengalami perbaikan pertukaran gas-gas pada paru.
-Adaptive mengatasi faktor-faktor penyebab
1.Berikan posisi yang nyaman, biasanya dengan peninggian kepala tempat tidur. Balik ke sisi yang sakit. Dorong klien untuk duduk sebanyak mungkin.
2.Obsservasi fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapasan, dispnea atau perubahan tanda-tanda vital

3.Jelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk menjamin keamanan.

4.Jelaskan pada klien tentang etiologi/faktor pencetus adanya sesak atau kolaps paru-paru.

5.Pertahankan perilaku tenang, bantu pasien untuk kontrol diri dnegan menggunakan pernapasan lebih lambat dan dalam
1.Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekpsnsi paru dan ventilasi pada sisi yang tidak sakit.
2.Distress pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebgai akibat stress fifiologi dan nyeri atau dapat menunjukkan terjadinya syock sehubungan dengan hipoksia.
3.Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik
4.Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
5.Membantu klien mengalami efek fisiologi hipoksia, yang dapat dimanifestasikan sebagai ketakutan/ansietas.
           
NO
Diagnosa
Tujuan/kateria hasil
Perencanaan
Intervensi
Rasionalisasi
2.










Kerusakan integritas kulit mekanik terpasang bullow drainage.Ditnadai dengan:

DS: Biasanya pasien mengeluh timbul nyeri dada selama batuk
DO:Pasien tampak  gelisah

Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai.
Kriteria Hasil :
• tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.
• luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.
• Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleran
1.Kaji kulit dan identifikasi pada tahap perkembangan luka

2.   Kaji lokasi, ukuran, warna, bau, serta jumlah dan tipe cairan luka

3.   Pantau peningkatan suhu tubuh

4.   Berikan perawatan luka dengan tehnik aseptik. Balut luka dengan kasa kering dan steril, gunakan plester kertas.

5.   Jika pemulihan tidak terjadi kolaborasi tindakan lanjutan, misalnya debridement

6.   Setelah debridement, ganti balutan sesuai kebutuhan

7.   Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi

1.mengetahui sejauh mana perkembangan luka mempermudah dalam melakukan tindakan yang tepat.
2.mengidentifikasi tingkat keparahan luka akan mempermudah intervensi
3. suhu tubuh yang meningkat dapat diidentifikasikan sebagai adanya proses peradangan.
4.Berikan perawatan luka dengan tehnik aseptik. Balut luka dengan kasa kering dan steril, gunakan plester kertas
5.tehnik aseptik membantu mempercepat penyembuhan luka dan mencegah terjadinya infeksi.
Jika pemulihan tidak terjadi kolaborasi tindakan lanjutan, misalnya debridemen
6.agar benda asing atau jaringan yang terinfeksi tidak menyebar luas pada area kulit normal lainnya
7.balutan dapat diganti satu atau dua kali sehari tergantung kondisi parah/ tidak nya luka, agar tidak terjadi infeksi

NO
Diagnosa
Tujuan/kateria hasil
Perencanaan
Intervensi
Rasionalisasi




3.
Risiko terhadap infeksi berhubungan dengan tempat masuknya organisme sekunder terhadap trauma.Ditandai dengan:
DS:Biasnya pasien mengeluh lemah
DO:pasien terlihat berkeringat
- Ada luka bekas tusukan benda tajam

infeksi tidak terjadi / terkontrol.
Kriteria hasil :
• tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.
• luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.
• Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.

1.Pantau tanda-tanda vital

2.Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik

3.Lakukan perawatan terhadap prosedur inpasif seperti infus, kateter, drainase luka, dll


4.Jika ditemukan tanda infeksi kolaborasi untuk pemeriksaan darah, seperti Hb dan leukosit.

5.Kolaborasi untuk pemberian antibiotik

8.antibiotik berguna untuk mematikan mikroorganisme pathogen pada daerah yang berisiko terjadi infe
1.mengidentifikasi tanda-tanda peradangan terutama bila suhu tubuh meningkat.
2.mengendalikan penyebaran mikroorganisme patogen
.
3.untuk mengurangi risiko infeksi nosokomia.
4.penurunan Hb dan peningkatan jumlah leukosit dari normal bisa terjadi akibat terjadinya proses infeksi.
5.antibiotik mencegah perkembangan mikroorganisme patogen.

C. INTERVENSI DAN IMPLEMENTASI

Intervensi adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan untuk menanggulangi masalah sesuai dengan diagnosa keperawatan (Boedihartono, 1994:20)
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan (Effendi, 1995:40).
Intervensi dan implementasi keperawatan yang muncul pada pasien dengan trauma thorax (Wilkinson, 2006) meliputi :
1) Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekspansi paru yang tidak maksimal karena trauma.
Tujuan : Pola pernapasan efektive.
Kriteria hasil :
o Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektive.
o Mengalami perbaikan pertukaran gas-gas pada paru.
o Adaptive mengatasi faktor-faktor penyebab.
Intervensi :
Ó Berikan posisi yang nyaman, biasanya dnegan peninggian kepala tempat tidur. Balik ke sisi yang sakit. Dorong klien untuk duduk sebanyak mungkin.
R/ Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekpsnsi paru dan ventilasi pada sisi yang tidak sakit.
 Obsservasi fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapasan, dispnea atau perubahan tanda-tanda vital.
Ó
R/ Distress pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebgai akibat stress fifiologi dan nyeri atau dapat menunjukkan terjadinya syock sehubungan dengan hipoksia.
 Jelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk menjamin keamanan.
Ó
R/ Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
 Jelaskan pada klien tentang etiologi/faktor pencetus adanya sesak atau kolaps paru-paru.
Ó
R/ Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
 Pertahankan perilaku tenang, bantu pasien untuk kontrol diri dnegan menggunakan pernapasan lebih lambat dan dalam.
Ó
R/ Membantu klien mengalami efek fisiologi hipoksia, yang dapat dimanifestasikan sebagai ketakutan/ansietas.
 Perhatikan alat bullow drainase berfungsi baik, cek setiap 1 – 2
Ó jam :
1) Periksa pengontrol penghisap untuk jumlah hisapan yang benar.
R/ Mempertahankan tekanan negatif intrapleural sesuai yang diberikan, yang meningkatkan ekspansi paru optimum/drainase cairan.
2) Periksa batas cairan pada botol penghisap, pertahankan pada batas yang ditentukan.
R/ Air penampung/botol bertindak sebagai pelindung yang mencegah udara atmosfir masuk ke area pleural.
3) Observasi gelembung udara botol penempung.
R/ gelembung udara selama ekspirasi menunjukkan lubang angin dari penumotoraks/kerja yang diharapka. Gelembung biasanya menurun seiring dnegan ekspansi paru dimana area pleural menurun. Tak adanya gelembung dapat menunjukkan ekpsnsi paru lengkap/normal atau slang buntu.

4) Posisikan sistem drainage slang untuk fungsi optimal, yakinkan slang tidak terlipat, atau menggantung di bawah saluran masuknya ke tempat drainage. Alirkan akumulasi dranase bela perlu.
R/ Posisi tak tepat, terlipat atau pengumpulan bekuan/cairan pada selang mengubah tekanan negative yang diinginkan.
5) Catat karakter/jumlah drainage selang dada.
R/ Berguna untuk mengevaluasi perbaikan kondisi/terjasinya perdarahan yang memerlukan upaya intervensi.
 Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :
Ó
1) Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi.
 Pemberian antibiotika.
ò
 Pemberian analgetika.
ò
 Fisioterapi dada.
ò
 Konsul photo toraks.
ò
R/ Mengevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.

2) Inefektif bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi sekret dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan.
Tujuan : Jalan napas lancar/normal
Kriteria hasil :
• Menunjukkan batuk yang efektif.
• Tidak ada lagi penumpukan sekret di sal. pernapasan.
• Klien nyaman.
Intervensi :
 Jelaskan klien tentang kegunaan batuk yang efektif dan mengapa terdapat penumpukan sekret di sal. pernapasan.
Ó
R/ Pengetahuan yang diharapkan akan membantu mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
 Ajarkan klien tentang metode yang tepat pengontrolan batuk.
Ó
R/ Batuk yang tidak terkontrol adalah melelahkan dan tidak efektif, menyebabkan frustasi.
1) Napas dalam dan perlahan saat duduk setegak mungkin.
R/ Memungkinkan ekspansi paru lebih luas.
2) Lakukan pernapasan diafragma.
R/ Pernapasan diafragma menurunkan frek. napas dan meningkatkan ventilasi alveolar.
3) Tahan napas selama 3 - 5 detik kemudian secara perlahan-lahan, keluarkan sebanyak mungkin melalui mulut.
4) Lakukan napas ke dua , tahan dan batukkan dari dada dengan melakukan 2 batuk pendek dan kuat.
R/ Meningkatkan volume udara dalam paru mempermudah pengeluaran sekresi sekret.
 Auskultasi paru sebelum dan sesudah klien batuk.
Ó
R/ Pengkajian ini membantu mengevaluasi keefektifan upaya batuk klien.
Ó Ajarkan klien tindakan untuk menurunkan viskositas sekresi : mempertahankan hidrasi yang adekuat; meningkatkan masukan cairan 1000 sampai 1500 cc/hari bila tidak kontraindikasi.
R/ Sekresi kental sulit untuk diencerkan dan dapat menyebabkan sumbatan mukus, yang mengarah pada atelektasis.
 Dorong atau berikan perawatan mulut yang baik setelah batuk.
Ó
R/ Hiegene mulut yang baik meningkatkan rasa kesejahteraan dan mencegah bau mulut.
 Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :
Ó
Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi.
 Pemberian expectoran.
ò
 Pemberian antibiotika.
ò
 Fisioterapi dada.
ò
 Konsul photo toraks.
ò
R/ Expextorant untuk memudahkan mengeluarkan lendir dan menevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.
3) Perubahan kenyamanan : Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek spasme otot sekunder.
Tujuan : Nyeri berkurang/hilang.
Kriteria hasil :
• Nyeri berkurang/ dapat diadaptasi.
• Dapat mengindentifikasi aktivitas yang meningkatkan/ menurunkan nyeri.
• Pasien tidak gelisah.
Intervensi :
 Jelaskan dan bantu klien dengan tindakan pereda nyeri nonfarmakologi dan non invasif.
Ó
R/ Pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan nonfarmakologi lainnya telah menunjukkan keefektifan dalam mengurangi nyeri.
1) Ajarkan Relaksasi : Tehnik-tehnik untuk menurunkan ketegangan otot rangka, yang dapat menurunkan intensitas nyeri dan juga tingkatkan relaksasi masase.
R/ Akan melancarkan peredaran darah, sehingga kebutuhan O2 oleh jaringan akan terpenuhi, sehingga akan mengurangi nyerinya.
2) Ajarkan metode distraksi selama nyeri akut.
R/ Mengalihkan perhatian nyerinya ke hal-hal yang menyenangkan.
Ó Berikan kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri dan berikan posisi yang nyaman ; misal waktu tidur, belakangnya dipasang bantal kecil.
R/ Istirahat akan merelaksasi semua jaringan sehingga akan meningkatkan kenyamanan.
 Tingkatkan pengetahuan
Ó tentang : sebab-sebab nyeri, dan menghubungkan berapa lama nyeri akan berlangsung.
R/ Pengetahuan yang akan dirasakan membantu mengurangi nyerinya. Dan dapat membantu mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
 Kolaborasi denmgan dokter, pemberian analgetik.
Ó
R/ Analgetik memblok lintasan nyeri, sehingga nyeri akan berkurang.
Ó Observasi tingkat nyeri, dan respon motorik klien, 30 menit setelah pemberian obat analgetik untuk mengkaji efektivitasnya. Serta setiap 1 - 2 jam setelah tindakan perawatan selama 1 - 2 hari.
R/ Pengkajian yang optimal akan memberikan perawat data yang obyektif untuk mencegah kemungkinan komplikasi dan melakukan intervensi yang tepat.

4) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma mekanik terpasang bullow drainage.
Tujuan : Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai.
Kriteria Hasil :
• tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.
• luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.
• Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.
Intervensi :
 Kaji kulit dan identifikasi pada tahap perkembangan luka.
Ó
R/ mengetahui sejauh mana perkembangan luka mempermudah dalam melakukan tindakan yang tepat.
 Kaji lokasi, ukuran, warna, bau, serta jumlah dan tipe cairan luka.
Ó
R/ mengidentifikasi tingkat keparahan luka akan mempermudah intervensi.
 Pantau peningkatan suhu tubuh.
Ó
R/ suhu tubuh yang meningkat dapat diidentifikasikan sebagai adanya proses peradangan.
 Berikan perawatan luka dengan tehnik aseptik. Balut luka dengan kasa kering dan steril, gunakan plester kertas.
Ó
R/ tehnik aseptik membantu mempercepat penyembuhan luka dan mencegah terjadinya infeksi.
 Jika pemulihan tidak terjadi kolaborasi tindakan lanjutan, misalnya debridement.
Ó
R/ agar benda asing atau jaringan yang terinfeksi tidak menyebar luas pada area kulit normal lainnya.
 Setelah debridement, ganti balutan sesuai kebutuhan.
Ó
R/ balutan dapat diganti satu atau dua kali sehari tergantung kondisi parah/ tidak nya luka, agar tidak terjadi infeksi.
 Kolaborasi pemberian
Ó antibiotik sesuai indikasi.
R/ antibiotik berguna untuk mematikan mikroorganisme pathogen pada daerah yang berisiko terjadi infeksi.

5) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidakcukupan kekuatan dan ketahanan untuk ambulasi dengan alat eksternal.
Tujuan : pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.
Kriteria hasil :
• penampilan yang seimbang..
• melakukan pergerakkan dan perpindahan.
• mempertahankan mobilitas optimal yang dapat di toleransi, dengan karakteristik :
 0 =
ü mandiri penuh
 1 =
ü memerlukan alat Bantu.
 2 =
ü memerlukan bantuan dari orang lain untuk bantuan, pengawasan, dan pengajaran.
 3 = membutuhkan bantuan dari orang lain dan alat Bantu.
ü
 4 = ketergantungan; tidak berpartisipasi dalam aktivitas.
ü
Intervensi :
 Kaji kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan akan peralatan.
Ó
R/ mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi.
 Tentukan tingkat motivasi pasien dalam melakukan aktivitas.
Ó
R/ mempengaruhi penilaian terhadap kemampuan aktivitas apakah karena ketidakmampuan ataukah ketidakmauan.
 Ajarkan dan pantau pasien dalam hal penggunaan alat bantu.
Ó
R/ menilai batasan kemampuan aktivitas optimal.
 Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif.
Ó
R/ mempertahankan /meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot.
 Kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi.
Ó
R/ sebagai suaatu sumber untuk mengembangkan perencanaan dan mempertahankan/meningkatkan mobilitas pasien.

6) Risiko terhadap infeksi berhubungan dengan tempat masuknya organisme sekunder terhadap trauma.
Tujuan : infeksi tidak terjadi / terkontrol.
Kriteria hasil :
• tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.
• luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.
• Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.
Intervensi :
 Pantau tanda-tanda vital.
Ó
R/ mengidentifikasi tanda-tanda peradangan terutama bila suhu tubuh meningkat.
 Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik.
Ó
R/ mengendalikan penyebaran mikroorganisme patogen.
 Lakukan perawatan terhadap prosedur inpasif seperti infus, kateter, drainase luka, dll.
Ó
R/ untuk mengurangi risiko infeksi nosokomial.
 Jika ditemukan tanda infeksi kolaborasi untuk pemeriksaan darah, seperti Hb dan
Ó leukosit.
R/ penurunan Hb dan peningkatan jumlah leukosit dari normal bisa terjadi akibat terjadinya proses infeksi.
 Kolaborasi untuk pemberian antibiotik.
Ó
R/ antibiotik mencegah perkembangan mikroorganisme patogen.

D. EVALUASI
Evaluasi addalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan dalam pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi tujuan atau intervensi keperawatan ditetapkan (Brooker, Christine. 2001).
Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan trauma thorax/redupaksa adalah :
1) Pola pernapasan efektive.
2) Jalan napas lancar/normal
3) Nyeri berkurang/hilang.
4) Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai.
5) pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal
6) infeksi tidak terjadi / terkontrol






















DAFTAR PUSTAKA

Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan. EGC : Jakarta.
Doenges, Marilyn E. 1999. RencanaAsuhan Keperawatan, Edisi 3. EGC : Jakarta.
Dorland, W. A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran. EGC : Jakarta.
FKUI. 1995. Kumpulan Kuliah Ilmu bedah. Binarupa Aksara : Jakarta
Hudak, C.M. 1999. Keperawatan Kritis. Jakarta : EGC.
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal-Bedah Brunner and Suddarth Ed.8Vol.3. EGC : Jakarta..
www.iwansain.wordpress.com








0 komentar:

Posting Komentar

 

SHARE D' MOMENT Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review