Senin, 08 Desember 2014

LAPORAN PENDAHULUAN DELIRIUM

Diposting oleh Unknown di 21.13

KONSEP DASAR
1.    PENDAHULUAN
Tanda utama dari delirium adalah suatu gangguan kesadaran, biasanya terlihat bersamaan dengan gangguan fungsi kognitif secara global. Delirium merupakan suatu sindrom, bukan suatu penyakit dan mempunyai banyak penyebab yang kesemuannya menggambarkan pola gejala yang sama yaitu berhubungan dengan tingkat kesadaran dan gangguan kognitif.  Namun secara klinis delirium kurang dikenali dan kurang didiagnosis.
Delirium merupakan sindroma mental organik akut yang berakibat hendaya kognitif yang menyeluruh.  Delirium dianggap satu pertanda disfungsi otak akut dan oleh sebab itu suatu kedaruratan medik. Gangguan fungsi atau metabolisme otak secara umum atau karena keracunan yang menghambat metabolisme otak menyebabkan timbulnya keluhan utama berupa penurunan kesadaran, sehingga penderita tidak mampu mengenal orang dan berkomunikasi dengan baik, bicaranya inkoheren, bingung, cemas, gelisah dan panik. Kondisi ini dapat terjadi pada semua usia namun yang paling sering pada usia diatas 60 tahun.
Delirium bermula dengan tiba-tiba (dalam beberapa jam atau hari), perjalanan yang singkat, dan berubah-ubah intensitinya (berfluktuasi) dan pulih dengan cepat apabila penyebabnya dapat diidentifikasi dan dihilangkan. Walaupun begitu setiap ciri-ciri ini boleh berbeda dari satu penyakit kepada penyakit yang lain.

2.     DEFINISI
Delirium adalah suatu sindrom mental organik akut  dengan gejala utama adanya penurunan kesadaran (kesadaran berkabut/clouding of conciousness) yang disertai dengan gangguan atensi, persepsi, orientasi, proses pikir, daya ingat (memori), perilaku psikomotor (agitasi) dan siklus tidur.
Sindrom ini juga dikenali oleh nama-nama lain seperti acute confusional state, acute brain syndrome, metabolic encephalopathy, toxic psychosis, cerebral insufisiency syndrome dan acute brain failure.

3.     EPIDEMIOLOGI
Delirium adalah gangguan yang sering terjadi.  Sekitar 10-15 % ditemukan dari pasien dibangsal bedah umum, 15–25 % dari bangsal medis umum (Penyakit Dalam), 30 % pada pasien yang dirawat di ICU bedah dan jantung, 40–50 % pada pasien yang menerima perawatan bedah untuk fraktur di panggul, 20 % pada pasien yang menderita luka bakar dan 30 % lagi dari pasien AIDS yang diopname.
Usia tua juga merupakan faktor risiko yang menyebabkan delirium. Lebih kurang 30-40% pasien yang umurnya lebih dari 65 tahun mengalami satu episode delirium apabila berada di bangsal perawatan.  Faktor predispossi lain adalah usia muda seperti anak-anak, adanya trauma sebelumnya pada otak (contohnya dementia, cardiovascular disease, tumour), pernah mengalami delirium, ketergantungan pada alkohol, diabetes, kanker, kemerosotan pacaindera (contohnya buta) dan malnutrisi.

4.     ETIOLOGI
Delirium mempunyai berbagai macam penyabab.  Penyababnya bisa berasal dari penyakit susunan saraf pusat, penyakit sistemik, intoksikasi akut (reaksi putus obat) dan zat toksik. Penyabab delirium terbanyak terletak diluar sistem saraf pusat, misalnya gagal ginjal dan hati. Secara lengkap dan lebih terperinci penyabab delirium dapat dilihat pada tabel dibawah ini.   
Tabel 4.1. Penyebab Delirium
A. Penyebab Intrakranial : 
     Epilepsi dan keadaan paska kejang 
     Trauma otak (terutama gegar otak) 
     Infeksi
        Meningitis 
        Ensefalitis 
     Neoplasma 
     Gangguan vaskular 
B. Penyebab Ekstrakranial : 
     Obat-obatan (meggunakan atau putus obat) dan racun 
          Obata antikolinergik 
          Antikonvulsan 
          Obat antihipertensi 
          Obat antiparkinson 
          Obat antipsikosis 
          Glikosida jantung 
          Simetidin
          Klonidin 
          Disulfiram 
          Insulin 
          Opiat
          Fensiklidin 
          Fenitoin 
          Ranitidin 
          Salisilat 
          Sedatif (termasuk alkohol) dan hipnotik 
          Steroid
    Racun
          Karbon monoksida 
          Logam berat dan racun  industri lain 
    Disfungsi Endokrin (hipofungsi atau hiperfungsi)
          Hipofisis
          Pankreas 
          Adrenal 
          Paratiroid 
          Tiroid 
    Penyakit organ non endokron 
       Hati 
           Ensefalopati hepatik 
       Ginjal dan saluran kemih 
           Ensefalopati uremikum 
       Paru
           Narkosis karbon dioksida 
           Hipoksia
       Sistem Kardiovaskular 
           Gagal jantung
           Aritmia
           Hipotensi 
    Penyakit Defisiensi 
        Tiamin, asam nikotinik, vit B12 atau asam folat 
    Infeksi sistemik dengan demam dan sepsis
    Ketidakseimbangan elektrolit dengan penybab apapun 
    Keadaan pascaoperatif
    Trauma (kepala atau seluruh tubuh)
            Neurotransmiter utama yang berperan terhadap timbulnya delirium adalah asetilkolin dan daerah neuroanatomis utama adalah formasio retikularis.  Beberapa penelitian telah melaporkan bahwa berbagai faktor yang menginduksi delirium  diatas menyebabkan penurunan aktivitas asetilkolin di otak  Mekanisme patofisiolagi lain khususnya berkenaan dengan putus zat/alkohol adalah hiperaktivitas lokus sereleus dan neuron nonadrenergiknya.  Neuotransmiter lain yang juga berperan adalah serotonin dan glutamat.

5.     GAMBARAN KLINIS
Secara global gejala delirium terdiri dari gejala psikiatrik umum berupa kelainan mood, persepsi dan perilaku dan gejala neurologik umum yang berupa tremor, asteriksis, nistagmus, inkoordinasi dan inkontinensia urin. Gejala dari delirium yang paling utama adalah penurunan kesadaran. Anxietas, mengantuk, gangguan tidur, halusinasi, mengigau dan kegelisahan biasanya mendahului keadaan delirium. Gejala-gejala lainnya berupa ketidakmampuan penderita mengenali orang (disorientasi) dan berkomunikasi dengan baik, bingung, panik, bicara komat-kamit dan inkoherensi.
Selanjutnya gejala-gejala delirium menurut urutan kekhasannya adalah sebagai berikut:
1.      Gangguan kesadaran (clouding of conciousness)
2.      Gangguan persepsi (ilusi, halusinasi terutama halusinasi penglihatan).
3.      Gangguan orientasi, mula-mula disorientasi waktu.
4.      Gangguan proses pikir dan pembicaraan (gangguan konsentrasi, perseverasi, flight of ideas, inkoherensi, delusi).
5.      Gangguan memori.
6.      Gangguan afek.
7.      Gangguan psikomotor.
8.      Disfungsi otonomik, sulit kontrol BAK.
9.      Gangguan siklus tidur bangun.
Delirium biasanya hilang bila penyakit fisik yang menyebabkannya sembuh, mungkin sampai kira-kira 1 bulan sesudahnya.  Bila diakibatkan oleh proses yang langsung mengenai otak maka proses penyembuhannya pun tergantung dari besar kecilnya kerusakan/lesi yang ditinggalkan.

6.     PEDOMAN DIAGNOSTIK
Untuk memastikan diagnosis, maka gejala-gejala baik yang ringan atau yang berat haruslah ada pada setiap kondisi dibawah ini, yaitu sesuai dengan pedoman diagnostik menurut PPDGJ-III :
1.      Gangguan kesadaran dan perhatian :
·         Dari taraf kesadaran berkabut sampai dengan koma.
·         Menurunnya kemampuan untuk mengarahkan, memusatkan, mempertahankan dan mengalihkan perhatian.
2.      Gangguan kognitif secara umum :
·         Distorsi persepsi, ilusi dan halusinasi (terutama halusinasi visual)
·         Hendaya daya pikir dan pengertian abstrak dengan atau tanpa waham yang bersifat sementara, tetapi sangat khas terdapat inkoherensi yang ringan
·         Hendaya daya ingat segera dan jangka pendek, namun daya ingat jangka panjang relatif masih utuh.
·         Disorientasi waktu, pada kasus yang berat terdapat disorientasi tempat dan orang.
3.      Gangguan psikomotor :
·         Hipoaktivitas atau hiperaktivitas dan pengalihan aktivitas yang tidak terduga dari satu ke yang lain.
·         Waktu bereaksi yang lebih panjang
·         Arus pembicaraan yang bertambah atau berkurang
·         Reaksi terperanjat meningkat
4.   Gangguan siklus tidur-bangun :
·         Insomnia atau pada kasus yang berat tidak dapat tidur sama sekali atau terbaliknya siklus tidur-bangun (mengantuk pada siang hari).
·         Gejala yang memburuk pada malam hari
·         Mimpi yang mengganggu atau mimpi buruk yang dapat berlanjut menjadi halusinasi setelah bangun tidur.
5.   Gangguan emosional : misalnya depresi, ansietas atau takut, lekas marah, euforia, apatis atau rasa kehilangan akal.
6.  Onset biasanya cepat, perjalanan penyakitnya hilang timbul sepanjang hari, dan keadan ini berlangsung kurang dari 6 bulan.

7.     DIAGNOSIS BANDING
Pemeriksaan status mental berguna untuk mengetahui adanya gangguan kognitif dan bagaimana perjalanan penyakitnya.  Pemeriksaan laboratorium disesuaikan dengan keadaan klinis. Dari gejala khas diatas (onset yang cepat, perjalanan penyakitnya yang hilang timbul sepanjang hari dan berlangsung kurang dari 6 bulan), riwayat penyakit fisik dan otak yang mendasari (disfungsi otak) dan gambaran EEG berupa perlambatan aktivitas, maka diagnosis delirium patut dipercaya dan ditegakkan.
Delirium harus dibedakan dari penyakit atau  sindrom mental organik lainnya yaitu  demensia, gangguan psikotik/skizofrenia, depresi dan keadaan putus zat dengan delirium.
Demensia. Demensia dibedakan dari delirium yaitu dari onsetnya yang perlahan-lahan, lebih stabil dengan berjalannya waktu dan tidak berfluktuasi selama perjalanan sehari.1 Pada demensia penyakitnya bersifat kronik progresif dan disertai gangguan fungsi luhur/fungsi kortikal yang multipel berupa hendaya/deteorisasi fungsi intelaktual baik daya ingat atau daya pikir sehingga kegiatan sehari-hari menjadi terganggu.  Tidak terdapatnya gangguan kesadaran juga membedakannya dari delirium.  Gejala dan hendaya diatas harus sudah nyata untuk sekurang-kurangnya  6 bulan.
Gangguan psikotik/skizofrenia. Pada skizofrenia gejala berupa halusinasi dan waham biasanya lebih konstan dan terorganisasi dengan baik dibandingkan delirium.  Juga, pada pasien skizofrenik biasanya tidak mengalami perubahan dalam tingkat kesadaran atau orientasinya.
Depresi. Pasien dengan gejala hipoaktif mungkin tampak agak mirip dengan pasien yang depresi berat tetapi dapat dibedakan atas dasar EEG. Pada umumnya, pasien dengan disfungsi kognitif yang berhubungan dengan depresi mempunyai gejala depresif yang menonjol dan lebih konstan dibandingkan dengan pasien delerium dan cenderung mempunyai riwayat episode depresif di masa lalu, pada pemeriksaan CT-Scan dan EEG normal.
Keadaan putus zat dengan deliriumDelirium tremens merupakan akibat dari putus alkohol secara absolut atau relatif pada pengguna dengan ketergantungan alkohol yang kronis.  Keadaan ini disertai gaduh gelisah toksik yang berlangsung singkat tetapi membahayakan jiwa penderita.  Gejala prodromal berupa insomnia, gemetar dan ketakutan, onset terjadi sesudah putus alkohol yang biasanya didahului oleh kejang.

Biasanya delirium muncul secara tiba-tiba (dalam beberapa jam atau hari).  Perjalanan penyakitnya singkat dan berfluktuasi.  Perbaikan cepat terjadi apabila faktor penyebabnya dapat diketahui dan dihilangkan.  Walaupun biasanya delirium terjadi mendadak, gejala-gejala prodromal mungkin telah ada sejak beberapa hari sebelumnya. Gejala delirium biasanya berlangsung selama penyebabnya masih ada namun tidak lebih dari satu minggu.
Prognosanya tergantung pada dapat diatasi atau tidaknya penyakit yang mendasarinya dan kemampuan otak untuk menahan pengaruh dari penyakit tersebut. Apakah delirium berkembang menjadi demensia belum dapat ditunjukkan dengan penelitian  terkontrol yang cermat.  Tetapi observasi klinis yang telah disahkan oleh suatu penelitian menunjukkan bahwa periode delirium kadang-kadang diikuti oleh depresi atau gangguan stres paskatraumatik.

9.      TERAPI
Antipsikosis berpotensi tinggi merupakan pilihan utama.  Zat ini mempunyai efek antikolinergik yang sedikit dan jarang menurunkan ambang kejang dibandingkan dengan antipsikosis yang berpotensi rendah.  Obat yang terpilih untuk mengatasi gejala psikosisnya adalah Haloperidol.
Tergantung pada usia, berat badan atau kondisi fisik pasien, dosis Haloperidol (Haldol, Serenace) awal dapat terentang 2 sampai 10 mg intramuskular dengan pengulangan setiap 1 jam, jika pasien tetap teragitasi. Penulis lain ada yang menganjurkan dosis 2 sampai 5 mg intramuskular, dapat diulang setelah 30 menit bila dosis pertama kurang efektif. Segera setelah pasien tenang medikasi oral dalam cairan konsentrat atau dalam bentuk tablet oral dapat dimulai.  Untuk mencapai efek terapi sebaiknya dosis oral harus 1,5 lebih banyak dari dosis parenteral.  Dosis efektif harian haloperidol terentang dari 5 sampai 50 mg untuk sebagian besar pasien.
Antipsikosis lebih jarang mempengaruhi fungsi kognitif pasien dibandingkan dengan  benzodiazepin. Namun demikian golongan phenothiazin harus dihindari pada pasien delirium, karena obat tersebut disertai dengan aktivitas kolinergik yang bermakna.
Insomnia paling baik diobati dengan golongan benzodiazepine dengan waktu paruh pendek atau  dengan hidroksizin (Vistaril) dengan dosis 25 sampai 100 mg.  Golongan benzodiazepine dengan waktu paruh panjang (misalnya lorazepam) harus dihindari kecuali digunakan sebagai pengobatan penyakit dasar (sebagai contoh pengobatan putus alkohol).1 
Pasien yang mengalami sindroma putus zat alkohol atau hipnotik-sedatif lebih efektif bila diobati dengan Lorazepam (Ativan) dengan dosis 1 sampai 2 mg peroral, intramuskular atau intravena lambat dan diulang setelah 1 jam seperlunya.   Obat ini juga digunakan untuk pasien agitasi atau gaduh gelisah bila alergi/kontraindikasi terhadap antipsikosis. Lorazepam bekerja lebih efektif  sebagai anti ansietas dari pada sebagai anti insomnia dan relatif aman untuk pasien-pasien dengan kelainan fungsi hati dan ginjal.
 Bila delirium ini merupakan akibat dari toksisitas antikolinergik, bisa diberikan fisostigmin salisilat (Antilirium) dosis 1 sampai 2 mg intravena atau intramuskular dengan pengulangan dosis setiap 15 sampai 30 menit.

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

1. Identitas

Indentias klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku bangsa/latar belakang kebudayaan, status sipil, pendidikan, pekerjaan dan alamat.

 

2. Keluhan utama

Keluhan utama atau sebab utama yang menyebbkan klien datang berobat (menurut klien dan atau keluarga). Gejala utama adalah kesadaran menurun.

3. Faktor predisposisi

Menemukan gangguan jiwa yang ada sebagai dasar pembuatan diagnosis serta menentukan tingkat gangguan serta menggambarkan struktur kepribadian yang mungkin dapat menerangkan riwayat dan perkembangan gangguan jiwa yang terdapat. Dari gejala-gejala psikiatrik tidak dapat diketahui etiologi penyakit badaniah itu, tetapi perlu dilakukan pemeriksaan intern dan nerologik yang teliti. Gejala tersebut lebih ditentukan oleh keadaan jiwa premorbidnya, mekanisme pembelaaan psikologiknya, keadaan psikososial, sifat bantuan dari keluarga, teman dan petugas kesehatan, struktur sosial serta ciri-ciri kebudayaan sekelilingnya. Gangguan jiwa yang psikotik atau nonpsikotik yang disebabkan oleh gangguan jaringan fungsi otak. Gangguan fungsi jaringan otak ini dapat disebabkan oleh penyakit badaniah yang terutama mengenai otak (meningoensephalitis, gangguan pembuluh darah ootak, tumur otak dan sebagainya) atau yang terutama di luar otak atau tengkorak (tifus, endometriasis, payah jantung, toxemia kehamilan, intoksikasi dan sebagainya).

 

4. Pemeriksaan fisik

Kesadran yang menurun dan sesudahnya terdapat amnesia. Tensi menurun, takikardia, febris, BB menurun karena nafsu makan yang menurun dan tidak mau makan.

5. Psikososial

a. Genogram Dari hasil penelitian ditemukan kembar monozigot memberi pengaruh lebih tinggi dari kembar dizigot .

b. Konsep diri

·         Ganbaran diri, tressor yang menyebabkan berubahnya gambaran diri karena proses patologik penyakit.

·         Identitas, bervariasi sesuai dengan tingkat perkembangan  individu.

·         Peran, transisi peran dapat dari sehat ke sakit, ketidak sesuaian antara satu peran dengan peran yang lain dan peran yang ragu diman aindividu tidak tahun dengan jelas perannya, serta peran berlebihan sementara tidak mempunyai kemmapuan dan sumber yang cukup.

·         Ideal diri, keinginann yang tidak sesuai dengan kenyataan dan kemampuan yang ada.

·         Harga diri, tidakmampuan dalam mencapai tujuan sehingga klien merasa harga dirinya rendah karena kegagalannya.

c. Hubungan sosial

Berbagai faktor di masyarakat yang membuat seseorang disingkirkan atau kesepian, yang selanjutnya tidak dapat diatasi sehingga timbul akibat berat seperti delusi dan halusinasi. Konsep diri dibentuk oleh pola hubungan sosial khususnya dengan orang yang penting dalam kehidupan individu. Jika hubungan ini tidak sehat  maka individu dalam kekosongan internal. Perkembangan hubungan sosial yang tidak adeguat menyebabkan kegagalan individu untuk belajar mempertahankan komunikasi dengan orang lain, akibatnya klien cenderung memisahkan diri dari orang lain dan hanya terlibat dengan pikirannya sendiri yang tidak memerlukan kontrol orang lain. Keadaa ini menimbulkan kesepian, isolasi sosial, hubungan dangkal dan tergantung.

d. Spiritual

Keyakina klien terhadapa agama dan keyakinannya masih kuat.a tetapi tidak atau kurang mampu dalam melaksnakan ibadatnmya sesuai dengan agama dan kepercayaannya.

6. Status mental

a. Penampila klien tidak rapi dan tidak mampu utnuk merawat dirinya sendiri.

b. Pembicaraan keras, cepat dan inkoheren.

c. Aktivitas motorik, Perubahan motorik dapat dinmanifestasikan adanya peningkatan kegiatan motorik, gelisah, impulsif, manerisme, otomatis, steriotipi.

d. Alam perasaan

Klien nampak ketakutan dan putus asa.

e. Afek dan emosi.

Perubahan afek terjadi karena klien berusaha membuat jarak dengan perasaan tertentu karena jika langsung mengalami perasaa tersebut dapat menimbulkan ansietas. Keadaan ini menimbulkan perubahan afek yang digunakan klien untukj melindungi dirinya, karena afek yang telah berubahn memampukan kien mengingkari dampak emosional yang menyakitkan dari lingkungan eksternal. Respon emosional klien mungkin tampak bizar dan tidak sesuai karena datang dari kerangka pikir yang telah berubah. Perubahan afek adalah tumpul, datar, tidak sesuai, berlebihan dan ambivalen.

f. Interaksi selama wawancara

Sikap klien terhadap pemeriksa kurawng kooperatif, kontak mata kurang.

 

g. Persepsi

Persepsi melibatkan proses berpikir dan pemahaman emosional terhadap suatu obyek. Perubahan persepsi dapat terjadi pada satu atau kebiuh panca indera yaitu penglihatan, pendengaran, perabaan, penciuman dan pengecapan. Perubahan persepsi dapat ringan, sedang dan berat atau berkepanjangan. Perubahan persepsi yang paling sering ditemukan adalah halusinasi.

h. Proses berpikir

Klien yang terganggu pikirannya sukar berperilaku kohern, tindakannya cenderung berdasarkan penilaian pribadi klien terhadap realitas yang tidak sesuai dengan penilaian yang umum diterima.

Penilaian realitas secara pribadi oleh klien merupakan penilaian subyektif yang dikaitkan dengan orang, benda atau kejadian yang tidak logis.(Pemikiran autistik). Klien tidak menelaah ulang kebenaran realitas. Pemikiran autistik dasar perubahan proses pikir yang dapat dimanifestasikan dengan pemikian primitf, hilangnya asosiasi, pemikiran magis, delusi (waham), perubahan linguistik (memperlihatkan gangguan pola pikir abstrak sehingga tampak klien regresi dan pola pikir yang sempit misalnya ekholali, clang asosiasi dan neologisme.

i. Tingkat kesadaran

Kesadran yang menurun, bingung. Disorientasi waktu, tempat dan orang.

j. Memori

Gangguan daya ingat yang baru saja terjadi )kejadian pada beberapa jam atau hari yang lampau) dan yang sudah lama berselang terjadi (kejadian beberapa tahun yang lalu).

k. Tingkat konsentrasi

Klien tidak mampu berkonsentrasi 

l. Kemampuan penilaian

Gangguan ringan dalam penilaian atau keputusan.

7. Kebutuhan klien sehari-hari

a. Tidur, klien sukar tidur karena cemas, gelisah, berbaring atau duduk dan gelisah . Kadang-kadang terbangun tengah malam dan sukar tidur kemabali. Tidurnya mungkin terganggu sepanjang malam, sehingga tidak merasa segar di pagi hari.

b. Selera makan, klien tidak mempunyai selera makan atau makannya hanya sedikit, karea putus asa, merasa tidak berharga, aktivitas terbatas sehingga bisa terjadi penurunan berat badan.

c. Eliminasi

Klien mungkin tergnaggu buang air kecilnya, kadang-kdang lebih sering dari biasanya, karena sukar tidur dan stres. Kadang-kadang dapat terjadi konstipasi, akibat terganggu pola makan.

8. Mekanisme koping

Apabila klien merasa tridak berhasil, kegagalan maka ia akan menetralisir, mengingkari atau meniadakannya dengan mengembangkan berbagai pola koping mekanisme. Ketidak mampuan mengatasi secara konstruktif merupakan faktor penyebab primer terbentuknya pola tiungkah laku patologis. Koping mekanisme yang digunakan seseorang dalam keadaan delerium adalah mengurangi kontak mata, memakai kata-kata yang cepat dan keras (ngomel-ngomel) dan menutup diri.

9. Dampak masalah

a. Individu

·         Perilaku, klien muningkin mengbaikan atau mendapat kesulitan dalam melakukan kegiatas sehari-hari seperti kebersihan diri misalnya tidak mau mandi, tidak mau menyisir atau mengganti pakaian.

·         Kesejahateraan dan konsep diri, klien merasa kehilangan harga diri, harga diri rendah, merasa tidak berarti, tidak berguna dan putus asa sehingga klien perlu diisolasi.

·         Kemadirian , klien kehilangan kemandirian adan hidup ketergantungan pada keluarga atau oorang yang merawat cukup tinggi, sehingga menimbulkan stres fisik.

 

10. Diagnosa Keperawatan

a.       Risiko terhadap penyiksaan pada diri sendiri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan berespon pada pikiran delusi dan halusinasi.

b.       Koping individu yang tidak efektif berhubungan dengan ketidakmampuan cara mengekspresikan secara konstruktif.

c.       Perubahahn proses berpikir berhubungan dengan ketidakmampuan untuk mempercayai orang

d.       Risiko terjadi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang kurang, status emoosional yang meningkat.

e.       Kesukaran komunikasi verbal berhubungan dengan pola komunikasi yang tak logis atau inkohern dan efek samping obat-obatan, tekanan bicara dan hiperaktivitas.

f.        Kurangnya interaksi sosial (isolasi sosial) berhubungan dengan sistem penbdukung yang tidak adequat.

g.       Kurangnya perawatan diri berhubugan dengan kemauan yang menurun

h.       Perubahan pola tidur berhubungan dengan hiperaktivitas, respon tubuh pada halusinasi.

i.         Ketidaktahuan keluarga dan klien tentang efek samping obat antipsikotik berhubungan dengan kurangnya informasi.

B. Rencana Tindakan

a.       Risiko terhadap penyiksaan pada diri sendiri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan berespon pada pikiran delusi dan halusinasi.

Batasan kriteria :

Sasaran jangka pendek :

Dalam 2 minggu klien dapat mengenal tanda-tanda peningkatan kegelisahan dan melaprkan pada perwat agasr dapat diberikan intervensi sesuai kebutuhan.

Sasaran jangka panjang :

Klien tidak akan membahayakan diri, orang lain dan lingkungan selama di rumah sakit.

 

INTERVENSI
RASIONAL
1. Pertahankan agar lingkungan klien pada tingkat stimulaus yang rendah (penyinaran rendah, sedikit orang, dekorasi yang sederhana dan tingakat kebisingan yang rendah)
2. Ciptakan lingkungan psikososial :
·      sikap perawat yang bersahabat, penuh perhatian, lembuh dan hangat)
·      Bina hubungan saling percaya (menyapa klien dengan rama memanggil nama klien, jujur , tepat janji, empati dan menghargai.
·      Tunjukkan perwat yang  bertanggung jawab
3. Observasi secara ketat perilaku klien (setiap 15 menit)


4. Kembangkan orientasi kenyataan :
·      Bantu kien untuk mengenal persepsinya
·      Beri umpan balik tentang perilaku klien tanpa menyokong atau membantah kondoisinya
·      Beri kesempatan untuk mengungkapkan persepsi an daya orientasi
5. Lindungi klien dan keluarga dari bahaya halusinasi :
·      Kajiu halusinasi klien
·      Lakukan tindakan pengawasan ketat, upayakan tidak melakukan pengikatan.
6. Tingkatkan peran serta keluarga pada tiap tahap perawatan dan jelaskan prinsip-prinsip tindakan pada halusinasi.
7. Berikan obat-obatan antipsikotik sesuai dengan program terapi (pantau keefektifan dan efek samping obat).
1. Tingkat ansietas atau gelisah akan meningkat dalam lingkungan yang penuh stimulus.


2. Lingkungan psikososial yang terapeutik akan menstimulasi kemampuan perasaan kenyataan.





3. Observasi ketat merupakan hal yang penting, karena dengan demikian intervensi yang tepat dapat diberikan segera dan untuk selalu memastikan bahwa kien berada dalam keadaan aman
4. Klien perlu dikembangkan kemampuannya untuk menilai realita secara adequat agar klien dapat beradaptasi dengan lingkungan.Klien yang berada dalam keadaan gelisah, bingung, klien tidak menggunakan benda-benda tersebut untuk membahayakan diri sendiri maupun orang lain.

5. Klien halusinasi pada faase berat tidak dapat  mengontrol perilakunya. Lingkungan yang aman dan pengawasan yang tepat dapat mencegah cedera.


6. Klien yang sudah dapat mengontrol halusinasinya perlu sokongan keluarga untuk mempertahnkannya.

7. Obat ini dipakai untuk mengendalikan psikosis dan mengurangi tanda-tanda agitasi.

 

b.       Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang kurang, status emosional yang meningkat.

Batasan kriteria :

Penurunan berat badan, konjunctiva dan membran mukosa pucat, turgor kulit jelek, ketidakseimbangan elktrolit dan kelemahan)

Sasaran jangka pendek :

Klien dapat mencapai pertambahan 0,9 kg t hari kemudian

Hasil laboratorium elektrolit sserum klien akan kembali dalam batas normal dalam 1 minggu

Sasaran jangka panjang :

Klien tidak memperlihatkan tanda-tanda /gejala malnutrisi saat pulang.

 

INTERVENSI
RASIONAL
1. Monitor masukan, haluaran dan jumlah kalori sesuai kebutuhan.
2. timbang berat badan setiap pagi sebelum bangun
3. Jelaskan pentingnya nutrisi yang cukup bagi kesehatan dan proses penyembuhan.

4. Kolaborasi
·      Dengan ahli gizi untuk menyediakan makanan dalam porsi yang cukup sesuai dengan kebutuhan
·      Pemberian cairan perparenteral (IV-line)
·      Pantau hasil laboraotirum (serum elektrolit)


5. Sertakan keluarga dalam memnuhi kebutuhan sehari-hari (makan dan kebutuhan fisiologis lainnya)
1. Informasi ini penting untuk membuat pengkajian nutrisi yang akurat dan mempertahankan keamanan klien.
2. Kehilangan berat badan merupakan informasi penting untuk mengethui perkembangan status nutrisi klien.
Klien mungkin tidak memiliki pengetahuan yang cukup atau akurat berkenaan dengan kontribusi nutrisi yang baik untuk kesehatan.
4. Kolaborasi :
·      Klien lebih suka menghabiskan makan yang disukai oleh klien.

·      Cairan infus diberikan pada klien yang tidak, kurang dalam mengintake makanan.
·      Serrum elektrolit yang normal menunjukkan adanya homestasis dalam tubuh.
5. Perawat bersama keluarga harus memperhatikan pemenuhan kebutuhan secara adequat.

 

 

c.       Kurangnya interaksi sosial (isolasi sosial) berhubungan dengan sistem penbdukung yang tidak adequat.

Batasan kriteria :

Kurang rasa percaya pada orang lain, sukar berinteraksi dengan orang lain, komnuikasi yang tidak realistik, kontak mata kurang, berpikir tentang sesuatu menurut pikirannya sendiri, afek emosi yang dangkal.

Sasaran jangka pendek :

Klien siap masuk dalam terapi aktivitas ditemani oleh seorang perawat yang dipercayai dalam 1 minggu.

Sasaran jangka panjang :

Klien dapat secara sukarela meluangkan waktu bersama klien lainnya dan perawat dalam aktivitas kelompok di unit rawat inap.

INTERVENSI
RASIONAL
1. Ciptakan lingkungan terapeutik :
- bina hubungan saling percaya ((menyapa klien dengan rama memanggil nama klien, jujur , tepat janji, empati dan menghargai).
- tunjukkan perawat yang bertanggung jawab
- tingkatkan kontak klien dengan lingkungan sosial secara bertahap
2. Perlihatkan penguatan positif pada klien.
Temani klien untuk memperlihatkan dukungan selama aktivitas kelompok yang mungkin mnerupakan hal yang sukar bagi klien.
3. Orientasikan klien pada waktu, tempat dan orang.
4. Berikan obat anti psikotik sesuai dengan program terapi.
1. Lingkungan fisik dan psikososial yang terapeutik akan menstimulasi kemmapuan klien terhadap kenyataan.





2. hal ini akan membuat klien merasa menjado orang yang berguna.


3. kesadran diri yang meningkat dalam hubungannya dengan lingkungan waktu, tempat dan orang.
4. Obat ini dipakai untuk mengendalikan psikosis dan mengurangi tanda-tanda agitasi

 

d.       Kurangnya perawatan diri berhubugan dengan kemauan yang menurun

Batasan kriteria :

Kemauan yang kurang untuk membersihkan tubuh, defekasi, be3rkemih dan kurang minat dalam berpakaian yang rapi.

Sasaran jangka pendek :

Klien dapat mengatakan keinginan untuk melakukan kegiatan hidup sehari-hari dalam 1 minggu

Sasaran jangka panjang :

Klien ampu melakukan kegiatan hidup sehari-hari secara mandiri dan mendemosntrasikan suatu keinginan untuk melakukannya.

INTERVENSI
RASIONAL
1. Dukung klien untuk melakukan kegiatan hidup sehari-hari sesuai dengan tingkat kemampuan kien.
2. Dukung kemandirina klien, tetapi beri bantuan kien saat kurang mampu melakukan beberapa kegiatan.
3. Berikan pengakuan dan penghargaan positif untuk kemampuan mandiri.

4. Perlihatkan secara konkrit, bagaimana melakukan kegiatan yang menurut kien sulit untuk dilakukaknya.
1. Keberhasilan menampilkan kemandirian dalam melakukan suatu aktivitas akan meningkatkan harga diri.

2. Kenyamanan dan keamanan klien merupakan priotoritas dalam keperawatan.

3. Penguatan positif akan menignkatakan harga diri dan mendukung terjadinya pengulangan perilaku yang diharapkan.
4. Karena berlaku pikiran yang konkrit, penjelasan harus diberikan sesuai tingkat  pengetian yang nyata.

 

e.       Ketidaktahuan keluarga dan klien tentang efek samping obat antipsikotik berhubungan dengan kurangnya informasi.

Batasan kriteria :

Adanya pertanyaan kurangnya pengetahuan, permintaaan untuk mendaptkan informasi dan mengastakan adanya permaslah yang dialami kien.

Sasaran jangka pendek :

Klien dapat mengatakan efek terhadap tubuh yang diikuti dengan implemetasi rencana pengjaran.

Sasaran jangka panjang :

Klien dapat mengatan pentingnya mengetahui  dan kerja sama dalam memantau gejala dan tanda efek samping obat.

INTERVENSI
RASIONAL
1. Pantau tanda-tanda vital

2. Tetaplah bersama klien ketika minum obat antipsikotik

3. Amati klien akan adanya EPS, 4. Pantau keluaran urine,dan glukosa urine




4. Beritahu klien bahwa dapat terjadi perubahan yang berkaitandengan fungsi seksual dan menstruasi.
1. Hipotensi ortostatik mungikn terjadi pada pemakain obat antipsikotik, Pemeriksaan tekanan darah dalam posisi berbaring, dudujk dan berdiri.
2. Beberapa klien mungkin menyembusnyikan oabt-obat tersebut.
3. distonia akut (spame lidah, wajah, leher dan punggung), akatisia (gelisah, tidak dapat duduk dengantenag, mengetuk-negetukan kaki,pseudoparkinsonisme (tremor otot, rifgiditas, berjalan dengan menyeret kaki) dan diskinesia tardif (mengecapkan bibir, menjulurkan lidah dan gerakan mengunyah yang konstan).
4. Wanita dapat mempunyai periode menstruasi yang tidak teratus atau amenorhea dan pria mungkin mengalmi impotens atau ginekomastik.

 


































DAFTAR RUJUKAN
Saa. 2012. delirium, (http://pustakamedik.blogspot.com/2012/12/makalah-delirium.html), diakses tanggal 10 Desember 2013.
  1. Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA: Sinopsis Psikiatri (Edisi Bahasa Indonesia), Edisi VII, Jilid I, Binarupa Aksara, Jakarta, 1997: 505-514.
  2. Kaplan HI, Sadock BJ: Ilmu Kedokteran Jiwa Darurat (Edisi Bahasa Indonesia), Edisi I, Widia Medika, Jakarta, 1998: 210-215.
  3. Maramis WF: Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa, Airlangga University Press, Surabaya, 1994: 181-182.
  4. Direktorat Kesehatan Jiwa, Direktorat Jenderal Pelayan Medis, Departemen Kesehatan RI. Pedoman Penggolongan dan Diagnosa Gangguan Jiwa di Indonesia III, Jakarta, 1993 : 69 – 72 dan 96.
  5. Ismail HC : Sindrom Mental Organik, Internet http//:www.Sindromamental organik.com.
  6. Mansjoer A, Triyanti K, dkk : Kapita Selekta Kedokteran, Edisi III, Jilid 1, Media Aesculapius FKUI, Jakarta, 2001 : 189 – 191.
  7. Maslim R: Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas dari PPDGJ III, Jakarta, 2001: 27-28.
  8. Maslim R: Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik, Edisi III, Jakarta, 2001: 10-46


0 komentar:

Posting Komentar

 

SHARE D' MOMENT Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review