Senin, 08 Desember 2014

LAPORAN PENDAHULUAN DEMENSIA SENILIS

Diposting oleh Unknown di 20.58
  1. Pengertian Demensia
Demensia dapat diartikan sebagai gangguan kognitif dan memori yang dapat mempengaruhi aktifitas sehari-hari. Penderita demensia seringkali menunjukkan beberapa gangguan dan perubahan pada tingkah laku harian (behavioral symptom) yang mengganggu (disruptive) ataupun tidak menganggu (non-disruptive) (Volicer, L., Hurley, A.C., Mahoney, E. 1998). Grayson (2004) menyebutkan bahwa demensia bukanlah sekedar penyakit biasa, melainkan kumpulan gejala yang disebabkan beberapa penyakit atau kondisi tertentu sehingga terjadi perubahan kepribadian dan tingkah laku.
Dementia Senilis adalah suatu bentuk penyakit degenerasi neuronal di oyak manusia pada masa lanjut usia (lansia) dan biasanya terjadi pada usia 65 tahun ke atas tetapi dapat juga terjadi pada usia yang lebih dini.
Proses degenerasi sel saraf otak pada dementia senilis terjadi pada lapisan ketiga Kortex serebri bagian luar dan gejalanya adalah ditandai oleh adanya proliferasi sel astrocytes, meningkatnya proses gliosis dan menyusutnya sejumlah dendrite sel sarafnya. Di sisi yang lain dijumpai perubahan-perubahan fisiologis yang berupa gagalnya fungsi-fungsi sinaptik dan perubahan-perubahan biokimianya yaitu berkurangnya kholinasetil Transferase (CAT) pada ujung-ujung saraf axonalnya dan berkurangnya aktivitas biosontesa neurotransmitternya. Dengan kata lain bahwa di dalam otak terjadi kegagalan fungsional jalur kolinergik, khususnya pada jalur yang memelihara fungsi memori.

  1. Etiologi
-             Proses menua,
-             Trauma Kapitis,
-             Tumor otak,
-             Multiple infarct pembuluh darah otak,
-             Uremla,
-             Penuaan lebih dari 60 tahun – kehadiran Lewy bodies iaitu struktur protin yang abnormal di dalam otak yang ada pada penyakit Alzheimer
-             Penyakit seperti CVA yang merosakan salur darah dan struktur saraf
-             Penyakit sementara – hidrosefalus yang mempunyai tekanan normal, tumor otak, keadaan tiroid, paras vitamin B12 yang rendah, infeksi
-             Keracunan : Alkohol, timah, arsen, thalium dan kekurangan vitamin B1, B6, B12,
-             Dan adanya anoxia karena kegagalan proses pernapasan dan kelainan genetik (Alzheimer DNA).

  1. Tanda dan Gejala
Gejala dementia senilis biasanya sesudah umur60 tahun baru timbul gejala-gejala yang jelas untuk membuat diagnose dementia senilis. Penyakit jasmaniah atau gangguan emosi yang hebat dapat mempercepat kemunduran mental.
Gejala jasmaniah: kulit menjadi tipis, atrofis dan keriput; berat badan mengurang, atrofi pada otot-otot, jalannya menjadi tidak stabil;  suara kasar dan bicaranya menjadi pelan; tremor pada tangan dan kepala.
Gejala psikologik: sering hanya terdapat tanda kemunduran mental umum (demensia simplex). Tetapi tidak jarang juga terjadi kebingungan dan  delirium, atau depresi serta agitasi. Ada yang menjadi paranoid. Pada presbiofrenia terutama terdapat gangguan ingatan serta konfabulasi, dan dapat dianggap sebagai suatu jenis dementia senilis dengan beberapa gejala yang menonjol yang timbul sedikit lebih cepat.
Gejala utamanya adalah hilangnya kemampuan mengingat (memori) dan dengan disertai gejala lainnya seperti gangguan perilaku dan tingkah laku, emosi dan afeknya seperti misalnya:
-            Timbul kegelisahan rasa hati (rasa cemas),
-            Gangguan mood (gampang tersinggung),
-            Terjadi Depresi,
-            Halusinasi,
-            Seluruh jajaran fungsi kognitif rusak.
-            Awalnya gangguan daya ingat jangka pendek.
-            Gangguan kepribadian dan perilaku, mood swings
-            Defisit neurologik motor & fokal
-            Mudah tersinggung, bermusuhan, agitasi dan kejang
-            Gangguan psikotik: halusinasi, ilusi, waham & paranoia
-            Agnosia, apraxia, afasia
-            ADL (Activities of Daily Living)susah
-            Kesulitan mengatur penggunaan keuangan
-            Tidak bisa pulang ke rumah bila bepergian
-            Lupa meletakkan barang penting
-            Sulit mandi, makan, berpakaian, toileting
-            Pasien bisa berjalan jauh dari rumah dan tak bisa pulang
-            Mudah terjatuh, keseimbangan buruk
-            Akhirnya lumpuh, inkontinensia urine & alvi
-            Tak dapat makan dan menelan
-            Koma dan kematian
-            Delusi,
-            Insight menurun dan kadang-kadang dijumpai berperilaku anti sosial dan jika terdapat gangguan proses berfikir yang menyebabkan yang bersangkutan sukar belajar dan menjadi pelupa atas hal-hal yang dipelajarinya.

  1. Patofisiologi
Hal yang menarik dari gejala penderita demensia (usia >65 tahun) adalah adanya perubahan kepribadian dan tingkah laku sehingga mempengaruhi aktivitas sehari-hari. Lansia penderita demensia tidak memperlihatkan gejala yang menonjol pada tahap awal, mereka sebagaimana Lansia pada umumnya mengalami proses penuaan dan degeneratif. Kejanggalan awal dirasakan oleh penderita itu sendiri, mereka sulit untuk mengingat dan sering lupa jika meletakkan suatu barang. Mereka sering kali menutup-nutupi hal tersebut dan meyakinkan bahwa itu adalah hal yang biasa pada usia mereka. Kejanggalan berikutnya mulai dirasakan oleh orang-orang terdekat yang tinggal bersama mereka, mereka merasa khawatir terhadap penurunan daya ingat yang semakin menjadi, namun sekali lagi keluarga merasa bahwa mungkin lansia kelelahan dan perlu lebih banyak istirahat. Mereka belum mencurigai adanya sebuah masalah besar di balik penurunan daya ingat yang dialami oleh orang tua mereka.
Gejala demensia berikutnya yang muncul biasanya berupa depresi pada Lansia, mereka menjaga jarak dengan lingkungan dan lebih sensitif. Kondisi seperti ini dapat saja diikuti oleh munculnya penyakit lain dan biasanya akan memperparah kondisi Lansia. Pada saat ini mungkin saja lansia menjadi sangat ketakutan bahkan sampai berhalusinasi. Disinilah keluarga membawa Lansia penderita demensia ke rumah sakit dimana demensia bukanlah menjadi hal utama fokus pemeriksaan. Seringkali demensia luput dari pemeriksaan dan tidak terkaji oleh tim kesehatan. Tidak semua tenaga kesehatan memiliki kemampuan untuk dapat mengkaji ddan mengenali gejala demensia.

Faktor Psikososial
Derajat keparahan dan perjalanan penyakit demensia dapat dipengaruhi oleh faktor psikososial. Semakin tinggi intelegensia dan pendidikan pasien sebelum sakit maka semakin tinggi juga kemampuan untuk mengkompensasi deficit intelektual. Pasien dengan awitan demensia yang cepat (rapid onset) menggunakan pertahanan diri yang lebih sedikit daripada pasien yang mengalami awitan yang bertahap. Kecemasan dan depresi dapat memperkuat dan memperburuk gejala. Pseudodemensia dapat terjadi pada individu yang mengalami depresi dan mengeluhkan gangguan memori, akan tetapi pada kenyataannya ia mengalami gangguan depresi. Ketika depresinya berhasil ditanggulangi, maka defek kognitifnya akan menghilang.
  1. Pemeriksaan Penunjang
1.      Pemeriksaan laboratorium rutin
Pemeriksaan laboratorium hanya dilakukan begitu diagnosis klinis demensia ditegakkan untuk membantu pencarian etiologi demensia khususnya pada demensia reversible, pemeriksaan laboratorium rutin sebaiknya dilakukan. Pemeriksaan laboratorium yang rutin dikerjakan antara lain: pemeriksaan darah lengkap, urinalisis, elektrolit serum, kalsium darah, ureum, fungsi hati, hormone tiroid, kadar asam folat
2.      Imaging
Computed Tomography (CT) scan dan MRI (Magnetic Resonance Imaging) telah menjadi pemeriksaan rutin dalam pemeriksaan demensia walaupun hasilnya masih dipertanyakan.
3.      Pemeriksaan EEG
Electroencephalogram (EEG) tidak memberikan gambaran spesifik dan pada sebagian besar EEG adalah normal.
4.      Pemeriksaan cairan otak
Pungsi lumbal diindikasikan bila klinis dijumpai awitan demensia akut, penyandang dengan imunosupresan, dijumpai rangsangan meningen dan panas, demensia presentasi atipikal, hidrosefalus normotensif, tes sifilis (+), penyengatan meningeal pada CT scan.
5.      Pemeriksaan genetika
Apolipoprotein E (APOE) adalah suatu protein pengangkut lipid polimorfik yang memiliki 3 allel yaitu epsilon 2, epsilon 3, dan epsilon 4. setiap allel mengkode bentuk APOE yang berbeda.
  1. Penatalaksanaan
1.      Farmakoterapi
Sebagian besar kasus demensia tidak dapat disembuhkan.
a.       Untuk mengobati demensia alzheimer digunakan obat - obatan antikoliesterase seperti Donepezil , Rivastigmine , Galantamine , Memantine
b.      Dementia vaskuler membutuhkan obat -obatan anti platelet seperti Aspirin , Ticlopidine , Clopidogrel untuk melancarkan aliran darah ke otak sehingga memperbaiki gangguan kognitif.
c.       Demensia karena stroke yang berturut-turut tidak dapat diobati, tetapi perkembangannya bisa diperlambat atau bahkan dihentikan dengan mengobati tekanan darah tinggi atau kencing manis yang berhubungan dengan stroke.
d.      Jika hilangnya ingatan disebabakan oleh depresi, diberikan obat anti-depresi seperti Sertraline dan Citalopram.
e.       Untuk mengendalikan agitasi dan perilaku yang meledak-ledak, yang bisa menyertai demensia stadium lanjut, sering digunakanobat anti-psikotik (misalnya Haloperidol , Quetiapine dan Risperidone). Tetapi obat ini kurang efektif dan menimbulkan efek samping yang serius. Obat anti-psikotik efektif diberikan kepada penderita yang mengalami halusinasi atau paranoid.

2.      Dukungan atau Peran Keluarga
a.       Mempertahankan lingkungan yang familiar akan membantu penderita tetap memiliki orientasi. Kalender yang besar, cahaya yang terang, jam dinding dengan angka-angka yang besar atau radio juga bisa membantu penderita tetap memiliki orientasi.
b.      Menyembunyikan kunci mobil dan memasang detektor pada pintu bisa membantu mencegah terjadinya kecelekaan pada penderita yang senang berjalan-jalan.
c.       Menjalani kegiatan mandi, makan, tidur dan aktivitas lainnya secara rutin, bisa memberikan rasa keteraturan kepada penderita.
d.      Memarahi atau menghukum penderita tidak akan membantu, bahkan akan memperburuk keadaan.
e.       Meminta bantuan organisasi yang memberikan pelayanan sosial dan perawatan, akan sangat membantu.

3.      Terapi Simtomatik
Pada penderita penyakit demensia dapat diberikan terapi simtomatik, meliputi :
a.       Diet
b.      Latihan fisik yang sesuai
c.       Terapi rekreasional dan aktifitas
d.      Penanganan terhadap masalah-masalah


KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1.      PENGKAJIAN
a.       Identitas pasien
b.      Riwayat kesehatan
c.       Status kesehatan
d.      Status kesehatan mental
e.       Aspek kognitif, pembelajaran dan memori
f.       Perubahan sistem tubuh
-          Perubahan kardiovaskuler
-          Perubahan sistem pernafasan
-          Perubahan integlumen
-          Perubahan sistem reproduksi
-          Perubahan genitourinaria
-          Perubahan gastrointestinal
-          Perubahan kebutuhan nutrisi
-          Perubahan muskuloskeletal
-          Perubahan sensorik                       (Brunner & Suddarth, 2001)


2.      DIAGNOSA KEPERAWATAN
a.         Sindrom stress relokasi berhubungan dengan perubahan dalam aktivitas kehidupan sehari-hari ditandai dengan kebingungan, keprihatinan, gelisah, tampak cemas, mudah tersinggung, tingkah laku defensive, kekacauan mental, tingkah laku curiga, dan tingkah laku agresif.
b.        Perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan fisiologis (degenerasi neuron ireversibel) ditandai dengan hilang ingatan atau memori, hilang konsentrsi, tidak mampu menginterpretasikan stimulasi dan menilai realitas dengan akurat.
c.         Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan persepsi, transmisi atau integrasi sensori (penyakit neurologis, tidak mampu berkomunikasi, gangguan tidur, nyeri) ditandai dengan cemas, apatis, gelisah, halusinasi.
d.        Perubahan pola tidur  berhubungan dengan perubahan lingkungan ditandai dengan keluhan verbal tentang kesulitan tidur, terus-menerus terjaga, tidak mampu menentukan kebutuhan/ waktu tidur.
e.         Kurang perawatan diri berhubungan dengan intoleransi aktivitas, menurunnya daya tahan dan kekuatan ditandai dengan penurunan kemampuan melakukan aktivitas sehari-hari.
f.         Resiko terhadap cedera berhubungan dengan kesulitan keseimbangan, kelemahan, otot tidak terkoordinasi, aktivitas kejang.
g.        Resiko terhadap perubahan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mudah lupa, kemunduran hobi, perubahn sensori.


3.      INTERVENSI KEPERAWATAN
No Dx
Tujuan dan kriteria hasil
Intervensi
Rasional
1
Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan klien dapat beradaptasi dengan perubahan aktivitas sehari- hari dan lingkungan dengan KH :
a.    mengidentifikasi perubahan
b.     mampu beradaptasi pada perubahan lingkungan dan aktivitas kehidupan sehari-hari
c.    cemas dan takut berkurang
d.   membuat pernyataan yang positif tentang lingkungan yang baru.
a.    Jalin hubungan saling mendukung dengan klien.
a)    Untuk membangan kepercayaan dan rasa nyaman.
b.    Orientasikan pada lingkungan dan rutinitas baru.
b)   Menurunkan kecemasan dan perasaan terganggu.
c.    Kaji tingkat stressor (penyesuaian diri, perkembangan, peran keluarga, akibat perubahan status kesehatan)
c)     Untuk menentukan persepsi klien tentang kejadian dan tingkat serangan.

d.   Tentukan jadwal aktivitas  yang wajar  dan masukkan dalam kegiatan rutin.
d)   Konsistensi mengurangi kebingungan dan meningkatkan rasa kebersamaan.

e.    Berikan penjelasan dan informasi yang menyenangkan mengenai kegiatan/ peristiwa.
e)    Menurunkan ketegangan, mempertahankan rasa saling percaya, dan orientasi.
2
Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan klien mampu mengenali perubahan dalam berpikir dengan KH:
a.     Mampu memperlihatkan kemampuan kognitif untuk menjalani konsekuensi kejadian yang menegangkan terhadap emosi dan pikiran tentang diri.
b.     Mampu mengembangkan strategi untuk mengatasi anggapan diri yang negative.
c.     Mampu mengenali tingkah laku dan faktor penyebab.
a.    Kembangkan lingkungan yang mendukung dan hubungan klien-perawat yang terapeutik.
a.    Mengurangi kecemasan dan emosional.


b.    Pertahankan lingkungan yang menyenangkan dan tenang.

b.    Kebisingan merupakan sensori berlebihan yang meningkatkan gangguan neuron.
c.    Tatap wajah ketika berbicara dengan klien.

c.    Menimbulkan perhatian, terutama pada klien dengan gangguan perceptual.
d.   Panggil klien dengan namanya.

d.   Nama adalah bentuk identitas diri dan menimbulkan pengenalan terhadap realita dan klien.
e.    Gunakan suara yang agak rendah dan berbicara dengan perlahan pada klien.
e.    Meningkatkan pemahaman. Ucapan tinggi dan keras menimbulkan stress yg mencetuskan konfrontasi dan respon marah.
3
Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan perubahan persepsi sensori klien dapat berkurang atau terkontrol dengan KH:
a.     Mengalami penurunan halusinasi.
b.     Mengembangkan strategi psikososial untuk mengurangi stress.
c.     Mendemonstrasikan respons yang sesuai stimulasi.
a.    Kembangkan lingkungan yang suportif dan hubungan perawat-klien yang terapeutik.
a.    Meningkatkan kenyamanan dan menurunkan kecemasan pada klien.
b.    Bantu klien untuk memahami halusinasi.
b.    Meningkatkan koping dan menurunkan halusinasi.
c.    Kaji derajat sensori atau gangguan persepsi dan bagaiman hal tersebut mempengaruhi klien termasuk penurunan penglihatan atau pendengaran.
c.    Keterlibatan otak memperlihatkan masalah yang bersifat asimetris menyebabkan klien kehilangan kemampuan pada salah satu sisi tubuh.

d.   Ajarkan strategi untuk mengurangi stress.
d.    Untuk menurunkan kebutuhan akan halusinasi
e.    Ajak piknik
e.    Piknik menunjukkan realita dan memberikan stimulasi sensori yang menurunkan perasaan curiga dan halusinasi yang disebabkan perasaan terkekang.
sederhana, jalan-jalan keliling rumah sakit. Pantau aktivitas.
4
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tidak terjadi gangguan pola tidur pada klien dengan KH :
a.    Memahami faktor penyebab gangguan pola tidur.
b.    Mampu menentukan penyebab tidur inadekuat.
c.    Melaporkan dapat beristirahat yang cukup.
d.   Mampu menciptakan pola tidur yang adekuat.
a.     Jangan menganjurkan klien tidur siang apabila berakibat efek negative terhadap tidur pada malam hari.
a.     Irama sirkadian (irama tidur-bangun) yang tersinkronisasi disebabkan oleh tidur siang yang singkat.
b.     Evaluasi efek obat klien (steroid, diuretik) yang mengganggu tidur.


b.     Deragement psikis terjadi bila terdapat panggunaan kortikosteroid, termasuk perubahan mood, insomnia.
c.     Tentukan kebiasaan  dan rutinitas waktu tidur malam dengan kebiasaan klien(memberi susu hangat).
c.     Mengubah pola yang sudah terbiasa dari asupan makan klien pada malam hari terbukti mengganggu tidur.
d.    Memberikan lingkungan yang nyaman untuk meningkatkan tidur(mematikan lampu, ventilasi ruang adekuat, suhu yang sesuai, menghindari kebisingan).

d.    Hambatan kortikal pada formasi reticular akan berkurang selama tidur, meningkatkan respon otomatik, karenanya respon kardiovakular terhadap suara meningkat selama tidur.
e.     Buat jadwal tidur secara teratur. Katakan pada klien bahwa saat ini adalah waktu untuk tidur.
e.     Penguatan bahwa saatnya tidur dan mempertahankan kesetabilan lingkungan.
5
Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan klien dapat merawat dirinya sesuai dengan kemampuannya dengan KH :
a.     Mampu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan tingkat kemampuan.
b.     Mampu mengidentifikasi dan menggunakan sumber pribadi/ komunitas yang dapat memberikan bantuan.
a.    Identifikasi kesulitan dalam berpakaian/ perawatan diri, seperti: keterbatasan gerak fisik, apatis/ depresi, penurunan kognitif seperti apraksia.
a.    Memahami penyebab yang mempengaruhi intervensi. Masalah dapat diminimalkan dengan menyesuaikan atau memerlukan konsultasi dari ahli lain.
b.    Identifikasi kebutuhan kebersihan diri dan berikan bantuan sesuai kebutuhan dengan perawatan rambut/kuku/ kulit, bersihkan kaca mata, dan gosok gigi.
b.    Seiring perkembangan penyakit, kebutuhan kebersihan dasar mungkin dilupakan.


c.    Perhatikan adanya tanda-tanda nonverbal yang fisiologis.





c.    Kehilangan sensori dan penurunan fungsi bahasa menyebabkan klien mengungkapkan kebutuhan perawatan diri dengan cara nonverbal, seperti terengah-engah, ingin berkemih dengan memegang dirinya.
d.   Beri banyak waktu untuk melakukan tugas.

d.   Pekerjaan yang tadinya mudah sekarang menjadi terhambat karena penurunan motorik dan perubahan kognitif.
e.    Bantu mengenakan pakaian yang rapi dan indah.
e.    Meningkatkan kepercayaan untuk hidup.
6
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan Risiko cedera tidak terjadi dengan KH :
a.    Meningkatkan tingkat aktivitas.
b.     Dapat beradaptasi dengan lingkungan untuk mengurangi risiko trauma/ cedera.
c.    Tidak mengalami cedera.
a.    Kaji derajat gangguan kemampuan, tingkah laku impulsive dan penurunan persepsi visual. Bantu keluarga mengidentifikasi risiko terjadinya bahaya yang mungkin timbul.

a.    Mengidentifikasi risiko di lingkungan dan mempertinggi kesadaran perawat akan bahaya. Klien dengan tingkah laku impulsi berisiko trauma karena kurang mampu mengendalikan perilaku. Penurunan persepsi visual berisiko terjatuh.
b.    Hilangkan sumber bahaya lingkungan.



b.    Klien dengan gangguan kognitif, gangguan persepsi adalah awal terjadi trauma akibat tidak bertanggung jawab terhadap kebutuhan keamanan dasar.
c.    Alihkan perhatian saat perilaku teragitasi/ berbahaya, memenjat pagar tempat tidur.
c.    Mempertahankan keamanan dengan menghindari konfrontasi yang meningkatkan  risiko terjadinya trauma.
d.   Kaji efek samping obat, tanda keracunan (tanda ekstrapiramidal, hipotensi ortostatik, gangguan penglihatan, gangguan gastrointestinal).
d.   Klien yang tidak dapat melaporkan tanda/gejala obat dapat menimbulkan kadar toksisitas pada lansia. Ukuran dosis/ penggantian obat diperlukan untuk mengurangi gangguan.
e.    Hindari penggunaan restrain terus-menerus. Berikan kesempatan keluarga tinggal bersama klien selama periode agitasi akut.
e.    Membahayakan klien, meningkatkan agitasi dan timbul risiko fraktur pada klien lansia (berhubungan dengan penurunan kalsium tulang).
7
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien mendapat nutrisi yang seimbang dengan KH:
a.     Mengubah pola asuhan yang benar
b.     Mendapat diet nutrisi yang seimbang.
c.     Mendapat kembali berat badan yang sesuai.
a.     Beri dukungan untuk penurunan berat badan.
a.     Motivasi terjadi saat klien mengidentifikasi kebutuhan berarti.
b.     Awasi berat badan setiap minggu.
b.     Memberikan umpan balik/ penghargaan.
c.     Kaji pengetahuan keluarga/ klien mengenai kebutuhan makanan.
c.     Identifikasi kebutuhan membantu  perencanaan pendidikan.
d.    Usahakan/ beri bantuan dalam memilih menu.
d.    Klien tidak mampu menentukan pilihan kebutuhan nutrisi.
e.     Beri Privasi saat kebiasaan makan menjadi masalah.
e.     Ketidakmampuan menerima dan hambatan sosial dari kebiasaan makan berkembang seiring berkembangnya penyakit.


DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah .Vol 1 & 2. EGC : Jakarta.
Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3 alih bahasa I Made Kariasa, Ni Made Sumarwati. EGC : Jakarta.
Elizabeth.J.Corwin. 2009. Buku Saku :  Patofisiologi. Ed.3. EGC : Jakarta.
Kushariyadi.2010. Askep pada Klien Lanjut Usia. Salemba medika : Jakarta
Nugroho, Wahjudi. 1999. Keperawatan Gerontik Edisi 2 Buku Kedokteran. EGC : Jakarta.
Silvia.A.Price & Wilson, Patofisiologi. Ed.8. Jakarta. EGC.2006
Stanley,Mickey. 2002. Buku Ajar Keperawatan Gerontik.Edisi2. EGC; Jakarta.

Sumber : http://stikeskabmalang.wordpress.com/2009/10/03/demensia-pada-lansia-3/


0 komentar:

Posting Komentar

 

SHARE D' MOMENT Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review