MAKALAH
MENINGITIS PADA ANAK
disusun
untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Anak
Dosen
Pembimbing :
ANGGOTA
KELOMPOK :
1.
ANISAH SYARIFATUL R. (1201200010)
2.
RIZKA BERTI P. (1201200023)
TINGKAT II A
POLITEKNIK KEMENTERIAN
KESEHATAN MALANG
PRODI DIII KEPERAWATAN
LAWANG
TAHUN
AJARAN 2013 / 2014
KATA
PENGANTAR
Syukur alhamdulillah kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan kesempatan kepada penulis dalam menyelesaikan
“Makalah Meningitis pada Anak” ini,
dengan lancar tanpa halangan yang berarti.
Makalah ini disusun dengan harapan mampu menambah dan
meningkatkan wawasan penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya.
Dalam penyusunan makalah ini, tidak lupa penulis sampaikan terima kasih kepada :
- selaku dosen mata kuliah Keperawatan
Anak.
- Keluarga yang senantiasa mendukung secara moril dan materil, dan
- Semua pihak yang secara langsung
maupun tidak langsung
yang
telah membantu
terselesaikannya makalah ini.
Penulis sangat menyadari bahwa dalam penyusunan
makalah ini masih banyak
kesalahan dan kekurangan. Sehingga kritik dan saran yang membangun sangat
penulis harapkan untuk kebaikan di kemudian hari.
Akhirnya, semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.
Lawang, Desember 2013
Penulis
ii
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................... ii
DAFTAR ISI......................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................... 1
1.1 Latar
Belakang........................................................................................................... 1
1.2 Rumusan
Masalah.....................................................................................................
2
1.3 Tujuan
Penulisan......................................................................................................
....... 2
1.4 Manfaat
Penulisan....................................................................................................
...... 3
BAB II TINJAUAN
PUSTAKA.................................................................................... 4
2.1Definisi......................................................................................................................
...... 4
2.2 Etiologi.....................................................................................................................
...... 5
2.3
Patofisiologi.............................................................................................................
....... 5
2.4
Klasifikasi................................................................................................................
....... 7
2.5 Manifestasi
Klinis....................................................................................................
...... 9
2.6
Komplikasi....................................................................................................................... 11
2.7
Pathway........................................................................................................................... 12
2.8 Pemeriksaan..................................................................................................................... 13
2.9
Penatalaksanaan............................................................................................................... 13
2.10 Pencegahan.................................................................................................................... 15
BAB III PEMBAHASAN............................................................................................. ...... 17
BAB IV PENUTUP.............................................................................................................. 21
4.1
Kesimpulan.............................................................................................................. 21
4.2
Saran....................................................................................................................... 21
iii
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Meningitis tergolong penyakit serius
dan bisa mengakibatkan kematian. Penderita meningitis yang bertahan hidup akan
menderita kerusakan otak sehingga lumpuh, tuli, epilepsi, retardasi mental.
Penyakit meningitis telah membunuh
jutaan balita di seluruh dunia. Data WHO menunjukkan bahwa dari sekitar 1,8
juta kematian anak balita di seluruh dunia setiap tahun, lebih dari
700.000 kematian anak terjadi di negara kawasan Asia Tenggara dan Pasifik
Barat.
Ada tiga bakteri penyebab
meningitis, yaitu Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae tipe b,
dan Niesseria meningitides. Dari ketiga bakteri itu, Streptococcus
pneumoniae (pneumokokus) adalah bakteri yang paling sering menyerang bayi di
bawah usia 2 tahun. Masa inkubasi (waktu yang diperlukan untuk menimbulkan
gejala penyakit) kuman tersebut sangat pendek yakni sekitar 24 jam. Bakteri
pneumokokus adalah salah satu penyebab meningitis terparah. Penelitian yang
diungkapkan konsultan penyakit menular dari Leicester Royal Infirmary, Inggris,
Dr Martin Wiselka, menunjukkan bahwa 20-30 persen pasien meninggal dunia akibat
penyakit tersebut, hanya dalam waktu 48 jam. Angka kematian terbanyak pada bayi
dan orang lanjut usia. Pasien yang terlanjur koma ketika dibawa ke rumah sakit,
sulit untuk bisa bertahan hidup. Infeksi pneumokokus lebih sering terjadi pada
anak dibanding orang dewasa karena tubuh anak belum bisa memproduksi antibodi
yang dapat melawan bakteri tersebut.
Sebanyak 50 persen pasien meningitis
yang berhasil sembuh biasanya menderita kerusakan otak permanen yang berdampak
pada kehilangan pendengaran, kelumpuhan, atau keterbelakangan mental.
Komplikasi penyakit tersebut akan timbul secara perlahan dan semakin parah
setelah beberapa bulan.
1
1.2
Rumusan Masalah
1. Apakah
definisi meningitis ?
2. Apakah
etiologi meningitis ?
3. Bagaimanakah
patofisiologi meningitis ?
4. Apa
sajakah klasifikasi meningitis ?
5. Bagaimanakah
manifestasi klinis meningitis pada anak ?
6. Apa
sajakah komplikasi meningitis ?
7. Bagaimanakah
pathway meningitis ?
8. Apa
sajakah pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui penyakit meningitis ?
9. Bagaimanakah
penatalaksanaan penyakit meningitis pada anak ?
10. Bagaimanakah
pencegahan penyakit meningitis pada anak ?
1.3
Tujuan Penulisan
1. Dapat
memahami definisi meningitis.
2. Dapat
memahami etiologi meningitis.
3. Dapat
memahami patofisiologi meningitis.
4. Dapat
memahami klasifikasi meningitis.
5. Dapat
memahami man manifestasi klinis meningitis pada anak.
6. Dapat
memahami komplikasi meningitis.
7. Dapat
memahami pathway meningitis.
8. Dapat
memahami pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui penyakit meningitis.
9. Dapat
memahami penatalaksanaan penyakit meningitis pada anak.
10. Dapat
memahami pencegahan penyakit meningitis pada anak.
2
1.4
Manfaat Penulisan
A.
Bagi Peningkatan Kualitas Asuhan Keperawatan
Laporan
studi “Makalah Meningitis pada Anak” ini diharapkan dapat digunakan sebagai
acuan dalam peningkatan kualitas asuhan keperawatan serta perkembangan ilmu
praktek keperawatan.
B.
Bagi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi ( IPTEK )
Diharapkan dengan adanya laporan studi kasus
‘’Meningitis pada Anak” ini, diharapkan dapat turut serta dalam meningkatkan
perkembangan dan peningkatan ilmu pengetahuan serta manajemen asuhan
keperawatan dalam kasus ini.
C. Bagi
Institusi Layanan Pendidikan
Sebagai
tolak ukur tingkat kemampuan mahasiswa dalam penguasaan materi tentang kasus
Meningitis pada Anak. Penguasaan proses keperawatan, perkembangan penyakit
serta manajemen dalam tatalaksana kasus ini sangat menjadi pertimbangan
kemampuan pencapaian kompetensi.
3
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1
Definisi
Meningitis merupakan inflamasi pada
selaput otak yang mengenai lapisan piamater dan ruang subarachnoid maupun
arachnoid, dan termasuk cairan serebrospinal (CCS) (Hickey, 1997).
Meningitis adalah peradangan yang
terjadi pada meningen, yaitu membran atau selaput yang melapisi otak dan medulla
spinalis, dapat disebabkan berbagai organisme seperti virus, bakteri ataupun
jamur yang menyebar masuk ke dalam darah dan berpindah ke dalam cairan
otak (Black & Hawk, 2005).
Meningitis adalah peradangan pada
selaput meningen, cairan serebrospinal dan spinal column yang menyebabkan
proses infeksi pada sistem saraf pusat. (Suriadi, dkk. Asuhan Keperawatan pada
Anak, ed.2, 2006).
Meningitis adalah infeksi ruang
subaraknoid dan leptomeningen yang disebabkan oleh berbagai organisme pathogen.(Jay
Tureen. Buku Ajar Pediatri Rudolph,vol.1, 2006 ).
Meningitis adalah radang pada meningen (membran
yang mengelilingi otak dan medulla spinalis) dan disebabkan oleh virus, bakteri
atau organ-organ jamur (Smeltzer, 2001).
Meningitis adalah infeksi cairan
otak disertai radang yang mengenai piamater,araknoid dan dalam derajat yang
lebih ringan mengenai jaringan otak dan medulla spinalis yang
superficial.(neorologi kapita selekta,1996).
Meningitis merupakan infeksi akut
dari meninges, biasanya ditimbulkan oleh salah satu dari mikroorganisme
pneumokok, Meningokok, Stafilokok, Streptokok, Hemophilus influenza dan bahan
aseptis (virus) (Long, 1996).
Meningitis adalah radang dari selaput otak (arachnoid dan piamater).
Bakteri dan virus merupakan penyebab utama dari meningitis (Brnner &
Suddarth, 1984).
4
2.2
Etiologi
a. Bakteri
Merupakan
penyebab tersering dari meningitis, adapun beberapa bakteri yang secara umum
diketahui dapat menyebabkan meningitis adalah :
Haemophillus influenza
Nesseria
meningitides (meningococcal)
Diplococcus pneumoniae (pneumococca)
Diplococcus pneumoniae (pneumococca)
Streptococcus,
grup A
Staphylococcus
aureus
Escherichia
coli
Klebsiella
Proteus
Pseudomonas
aeruginosa
b. Virus
Meningitis
virus adalah infeksi pada meningen; cenderung jinak dan bisa sembuh sendiri.
Virus biasanya bereplikasi sendiri di tempat terjadinya infeksi awal (misalnya
sistem nasofaring dan saluran cerna) dan kemudian menyebar ke sistem saraf
pusat melalui sistem vaskuler. Virus : Toxoplasma Gondhi, Ricketsia.
c. Faktor
prediposisi : jenis kelamin laki-laki lebih sering dari wanita.
d. Faktor maternal : ruptur membran
fetal, infeksi maternal pada minggu terakhir kehamilan.
e. Faktor imunologi
: defisiensi mekanisme imun, defisiensi imunoglobuin, anak yang mendapat obat
imunosupresi.
f. Anak dengan
kelainan sistem saraf pusat, pembedahan atau injury yang berhubungan dengan
sistem persarafan.
2.3
Patofisiologi
Meningitis terjadi akibat masuknya
bakteri ke ruang subaraknoid, baik melalui penyebaran secara hematogen,
perluasan langsung dari fokus yang berdekatan, atau sebagai akibat kerusakan
sawar anatomik normal secara konginetal, traumatik, atau pembedahan.
Bahan-bahan toksik bakteri akan menimbulkan reaksi radang berupa
5
kemerahan berlebih (hiperemi) dari pembuluh darah
selaput otak disertai infiltrasi sel-sel
radang dan pembentukan eksudat. Perubahan ini terutama
terjadi pada infeksi bakteri streptococcus pneumoniae dan H. Influenzae dapat
terjadi pembengkakan jaringan otak, hidrosefalus dan infark dari jaringan otak.
Efek peradangan akan menyebabkan peningkatan cairan
cerebro spinalis yang dapat menyebabkan obstruksi dan selanjutnya terjadi
hidrosefalus dan peningkatan TIK. Efek patologi dari peradangan tersebut adalah
hiperemi pada meningen. Edem dan eksudasi yang kesemuanya menyebabkan
peningkatan intrakranial. (Ngastiyah. Perawatan Anak Sakit, ed.2, 2005)
6
2.4
Klasifikasi
Jenis
meningitis ada 3 yaitu :
1.
Meningitis
bacterial /purulenta /septik
Meningitis bakterial
merupakan karakteristik inflamasi pada seluruh meningen, dimana organisme
masuk kedalam ruang arahnoid dan subarahnoid.
Meningitis bakterial merupakan
kondisi emergensi neurologi dengan angka kematian sekitar 25 % (Ignatavicius
& Wrokman, 2006).
Meningitis bacterial adalah suatu peradangan pada selaput otak, ditandai
dengan peningkatan jumlah sel polimorfonuklear dalam cairan serebrospinal dan
terbukti adanya bakteri penyebab infeksi dalam cairan serebrospinal. (Arif
Mansjoer.Kapita Selekta.2000:437).
Meningitis purulenta adalah
radang selaput otak yang menimbulkan eksudasi berupa pus, disebabkan oleh kuman
non spesifik dan nonvirus. (Ngastiyah: 2005)
Meningitis bakterial jika
cepat dideteksi dan mendapatkan penanganan yang tepat akan mendapatkan hasil
yang baik. Meningitis bakterial sering disebut juga sebagai meningitis
purulen atau meningitis septik.
Bakteri yang dapat
mengakibatkan serangan meningitis adalah; Streptococcus pneuemonia
(pneumococcus), Neisseria meningitides, Haemophilus influenza, (meningococcus),
Staphylococcus aureus dan Mycobakterium tuberculosis.(Ginsberg,
2008).
Streptococcus pneumoniae
(pneumococcus), bakteri ini penyebab
tersering meningitis akut, dan
paling umum menyebabkan meningitis pada bayi ataupun anak-anak.
Neisseria meningitides (meningococcus) bakteri ini merupakan penyebab
kedua terbanyak setelah Streptococcus pneumoniae, Meningitis terjadi
akibat adanya infeksi pada saluran nafas bagian atas yang kemudian bakterinya
masuk kedalam peredaran darah. Haemophilus influenza, Haemophilus influenzae
type b (Hib) adalah jenis bakteri yang juga dapat menyebabkan
meningitis. Jenis bakteri ini sebagai penyebab terjadinya infeksi pernafasan
bagian atas, telinga bagian dalam dan sinusitis. Pemberian vaksin (Hib vaksin)
telah membuktikan terjadinya angka penurunan pada kasus meningitis yang
disebabkan bakteri jenis ini.Staphylococcus aureus, Mycobakterium
tuberculosis jenis hominis.
7
Prognosis pada meningitis bakteri : Prognosis buruk pada usia yang lebih
muda, infeksi berat yang disertai DIC. Mortalitas bergantung pada virulensi
kuman penyebab, daya tahan tubuh pasien, cepat atau lambatnya mendapat
pengobatan yang tepat dan pada cara pengobatan dan perawatan yang
diberikan. Perawatan, akan dibicarakan bersama – sama dengan meningitis
tuberkolosa.
2.
Meningitis virus
Meningitis virus biasanya
disebut meningitis aseptik. Sering terjadi akibat lanjutan dari bermacam-macam
penyakit akibat virus, meliputi; measles, mumps, herpes simplek, dan herpes
zoster. (Wilkinson, 1999).
Meningitis virus adalah suatu
sindrom infeksi virus susunan saraf pusat yang akut dengan gejala rangsang
meningeal,pleiositosis dalam likuor serebrospinalis dengan
deferensiasi terutama limfosit,perjalanan penyakit tidak lama dan
selflimited tanpa komplikasi.(Ngastiyah:2005)
Virus penyebab meningitis
dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu virus RNA (ribonuclear acid) dan virus
DNA (deoxyribo nucleid acid). Contoh virus RNA adalah enterovirus
(polio), arbovirus (rubella), flavivirus (dengue), mixovirus (influenza,
parotitis, morbili). Sedangkan contoh virus DNA antara lain virus herpes, dan retrovirus (AIDS) (PERDOSSI, 2005)
Meningitis virus biasanya
dapat sembuh sendiri dan kembali seperti semula (penyembuhan secara komplit)
(Ignatavicius & Wrokman,2006).
Pada kasus infeksi virus akut,
gambaran klinik seperti meningitis akut, meningo-ensepalitis akut atau
ensepalitis akut.
Prognosis pada meningitis virus : Penyakit ini self limited dan penyembuhan
sempurna dijumpai setelah 3-4 hari pada kasus ringan dan setelah 7-14 hari pada
keadaan yang berat.
3.
Meningitis jamur
Infeksi jamur dan parasit pada
susunan saraf pusat merupakan penyakit oportunistik yang pada beberapa keadaan
tidak terdiagnosa sehingga penanganannya juga sulit.
Manifestasi infeksi jamur dan
parasit pada susunan saraf pusat dapat berupa meningitis (paling sering) dan
proses desak ruang (abses atau kista).
8
Angka kematian akibat penyakit
ini cukup tinggi yaitu 30% -40% dan insidensinya meningkat seiring dengan
pemakaian obat imunosupresif dan penurunan daya tahan tubuh (Martz, 1990 dalam
Depkes RI, 1998).
Meningitis kriptokokus
neoformans biasa disebut meningitis jamur, disebabkan oleh infeksi jamur pada
sistem saraf pusat yang sering terjadi pada pasien acquired immunodeficiency
syndrome (AIDS). (Ignatavicius & Wrokman, 2006; Wilkinson, 1999).
2.5
Manifestasi Klinis
Trias klasik
gejala meningitis adalah demam, sakit kepala, dan kaku kuduk. Namun pada anak
di bawah usia dua tahun, kaku kuduk atau tanda iritasi meningen lain mungkin
tidak ditemui. Perubahan tingkat kesadaran lazim terjadi dan ditemukan pada
hingga 90% pasien. (Jay Tureen. Buku Ajar Pediatri Rudolph,vol.1, 2006 )
Pada bukunya, Wong menjabarkan manifestasi dari meningitis berdasarkan golongan usia sebagai berikut:
Pada bukunya, Wong menjabarkan manifestasi dari meningitis berdasarkan golongan usia sebagai berikut:
·
Anak dan Remaja
a. Awitan biasanya tiba-tiba
b. Demam
c. Mengigil
d. Sakit kepala
e. Muntah
f. Perubahan pada sensorium
g. Kejang (seringkali merupakan tanda-tanda awal )
h. Peka rangsang
i. Agitasi
j. Dapat terjadi: Fotofobia, delirium, halusinasi, perilaku agresif atau maniak, mengantuk, stupor, koma.
k. Kekakuan nukal, dapat berlanjut menjadi opistotonus
l. Tanda Kernig dan Brudzinski positif
m. Hiperaktif tetapi respons refleks bervariasi
n. Tanda dan gejala bersifat khas untuk setiap organisme:
b. Demam
c. Mengigil
d. Sakit kepala
e. Muntah
f. Perubahan pada sensorium
g. Kejang (seringkali merupakan tanda-tanda awal )
h. Peka rangsang
i. Agitasi
j. Dapat terjadi: Fotofobia, delirium, halusinasi, perilaku agresif atau maniak, mengantuk, stupor, koma.
k. Kekakuan nukal, dapat berlanjut menjadi opistotonus
l. Tanda Kernig dan Brudzinski positif
m. Hiperaktif tetapi respons refleks bervariasi
n. Tanda dan gejala bersifat khas untuk setiap organisme:
9
- Ruam ptekial atau purpurik
(infeksi meningokokal), terutama bila
berhubungan
dengan status seperti syok.
- Keterlibatan sendi (infeksi meningokokal dan H. influenzae)
- Drain telinga kronis (meningitis pneumokokal)
- Keterlibatan sendi (infeksi meningokokal dan H. influenzae)
- Drain telinga kronis (meningitis pneumokokal)
·
Bayi dan Anak Kecil
Gambaran klasik jarang terlihat pada anak-anak antara
usia 3 bulan hingga 2 tahun :
a. Muntah
b. Peka rangsangan yang nyata
c. Sering kejang (seringkali disertai dengan menangis nada tinggi)
d. Fontanel menonjol
e. Kaku kuduk dapat terjadi dapat juga tidak
f. Tanda Brudzinski dan Kernig bersifat tidak membantu dalam diagnosa
g. Sulit untuk dimunculkan dan dievaluasi dalam kelompok usia
h. Empihema subdural (infeksi Haemophilus influenza)
a. Muntah
b. Peka rangsangan yang nyata
c. Sering kejang (seringkali disertai dengan menangis nada tinggi)
d. Fontanel menonjol
e. Kaku kuduk dapat terjadi dapat juga tidak
f. Tanda Brudzinski dan Kernig bersifat tidak membantu dalam diagnosa
g. Sulit untuk dimunculkan dan dievaluasi dalam kelompok usia
h. Empihema subdural (infeksi Haemophilus influenza)
·
Neonatus
Tanda-tanda Spesifik :
a. Secara khusus sulit untuk didiagnosa
b. Manifestasi tidak jelas dan tidak spesifik
c. Baik pada saat lahir tetapi mulai terlihat menyedihkan dan berperilaku buruk dalam beberapa hari
d. Menolak untuk makan
e. Kemampuan menghisap buruk
f. Muntah atau diare
g. Tonus buruk
h. Kurang gerakan
i. Menangis buruk
j. Fontanel penuh, tegang, dan menonjol dapat terlihat pada akhir perjalanan penyakit
k. Leher biasanya lemas
Tanda-tanda Spesifik :
a. Secara khusus sulit untuk didiagnosa
b. Manifestasi tidak jelas dan tidak spesifik
c. Baik pada saat lahir tetapi mulai terlihat menyedihkan dan berperilaku buruk dalam beberapa hari
d. Menolak untuk makan
e. Kemampuan menghisap buruk
f. Muntah atau diare
g. Tonus buruk
h. Kurang gerakan
i. Menangis buruk
j. Fontanel penuh, tegang, dan menonjol dapat terlihat pada akhir perjalanan penyakit
k. Leher biasanya lemas
10
Tanda-Tanda Nonspesifik yang Mungkin Terjadi pada Neonatus :
a. Hipotermia atau demam (tergantung pada maturitas bayi)
b. Ikterik
c. Peka rangsang
d. Mengantuk
e. Kejang
f. Ketidakteraturan pernapasan atau apnea
g. Sianosis
h. Penurunan berat badan
(Donna L. Wong. Pedoman Keperawatan Pediatrik,ed.4,2003 )
2.6
Komplikasi
1.
Hidrosefalus obstruktif
2.
Meningococcal septicemia (mengingocemia)
3.
Sindrome water-friderichen (septik syok,
DIC, perdarahan adrenal bilateral)
4.
SIADH ( Syndrome Inappropriate
Antidiuretic hormone )
5.
Efusi subdural
6.
Kejang
7.
Edema dan herniasi serebral
8.
Cerebral palsy
9.
Gangguan mental
10.
Gangguan belajar
11.
Attention deficit disorder
11
2.7
Pathway
12
2.8
Pemeriksaan
1.
Analisis CSS dari fungsi lumbal :
a)
Meningitis bakterial : tekanan
meningkat, cairan keruh/berkabut, jumlah sel darah putih dan protein meningkat
glukosa meningkat, kultur positip terhadap beberapa jenis bakteri.
b)
Meningitis virus : tekanan bervariasi,
cairan CSS biasanya jernih, sel darah putih meningkat, glukosa dan protein
biasanya normal, kultur biasanya negatif, kultur virus biasanya dengan prosedur
khusus.
2.
Glukosa serum : meningkat ( meningitis )
3.
LDH serum : meningkat ( meningitis
bakteri )
4.
Sel darah putih : sedikit meningkat
dengan peningkatan neutrofil ( infeksi
bakteri )
5.
Elektrolit darah : Abnormal .
6.
ESR/LED : meningkat pada meningitis
7.
Kultur darah/ hidung/ tenggorokan/ urine
: dapat mengindikasikan daerah
pusat infeksi atau mengindikasikan tipe penyebab
infeksi
8.
MRI/ scan CT : dapat membantu dalam
melokalisasi lesi, melihat ukuran/letak
ventrikel; hematom daerah serebral, hemoragik atau
tumor
9.
Ronsen dada/kepala/ sinus ; mungkin ada
indikasi sumber infeksi intra kranial.
2.9
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Medis
1.
Antibiotik
sesuai jenis agen penyebab
2. Steroid
untuk mengatasi inflamasi
3. Antipiretik
untuk mengatasi demam
4. Antikonvulsant
untuk mencegah kejang
5. Neuroprotector
untuk menyelamatkan sel-sel otak yang masih bisa
dipertahankan
6. Pembedahan:
seperti dilakukan VP Shunt (Ventrikel Periton).
13
7.
Pemberian
cairan intravena. Pilihan awal yang bersifat isotonik seperti asering atau ringer
laktat dengan dosis yang dipertimbangkan melalui penurunan berat badan
anak atau tingkat dehidrasi. Ini diberikan karena anak yang menderita
meningitis sering datang dengan penurunan kesadaran karena kekurangan cairan
akibat muntah, pengeluaran cairan melalui proses evaporasi akibat
hipertermia dan intake cairan yang kurang akibat kesadaran yang menurun.
8.
Pemberian
diazepam apabila anak mengalami kejang. Pada dosis awal diberikan
diazepam 0,5 mg/Kg BB/kali pemberian secara intravena. Setelah kejang dapat
diatasi maka diberikan fenobarbital dengan dosis awal pada neonatus
30 mg, anak kurang dari 1 tahun 50 mg sedangkan yang lebih 1 tahun 75 mg.
Untuk rumatannya
diberikan fenobarbital 8-10 mg/Kg BB/ dibagi dalam 2 kali pemberian diberikan selama 2 hari. Sedangkan pemberian fenobarbital 2 hari berikutnya dosis diturunkan menjadi 4-5 mg/Kg BB/ dibagi dalam 2 kali pemberian. Pemberian diazepam selain untuk menurunkan kejang juga diharapkan dapat menurunkan suhu tubuh karena selain hasil toksik kuman peningkatan suhu tubuh juga berasal dari kontraksi otot akibat kejang.
diberikan fenobarbital 8-10 mg/Kg BB/ dibagi dalam 2 kali pemberian diberikan selama 2 hari. Sedangkan pemberian fenobarbital 2 hari berikutnya dosis diturunkan menjadi 4-5 mg/Kg BB/ dibagi dalam 2 kali pemberian. Pemberian diazepam selain untuk menurunkan kejang juga diharapkan dapat menurunkan suhu tubuh karena selain hasil toksik kuman peningkatan suhu tubuh juga berasal dari kontraksi otot akibat kejang.
9.
Penempatan
pada ruangan yang minimal rangsangan seperti rangsangan suara, cahaya dan
rangsangan polusi. Rangsangan yang berlebihan dapat membangkitkan kejang pada
anak karena peningkatan rangsangan depolarisasi neuron yang dapat berlangsung
cepat.
10.
Pembebasan
jalan nafas dengan menghisap lendir melalui suction dan memposisikan
anak pada posisi kepala miring hiperekstensi. Tindakan pembebasan jalan nafas
dipadu dengan pemberian oksigen untuk mensupport kebutuhan metabolisme yang
meningkat selain itu mungkin juga terjadi depresi pusat pernafasan karena
peningkatan tekanan intrakranial sehingga perlu diberikan oksigen bertekanan
lebih tinggi yang lebih mudah masuk ke saluran pernafasan. Pemberian oksigen
pada anak dengan meningitis dianjurkan konsentrasi yang masuk bisa tinggi
melalui masker oksigen.
11.
Pemberian
antibiotik yang sesuai dengan mikroorganisme penyebab. Antibiotik yang sering
dipakai adalah ampisillin dengan dosis 300-400mg/KgBB dibagi dalam 6 dosis
pemberian secara intrevena dikombinasikan dengan kloramfenikol 50 mg/KgBB
dibagi dalam 4 dosis pemberian. Pemberian antibiotik ini yang paling rasional
melalui kultur dari pembelian cairan serebrospinal melalui lumbal fungtio.
14
Penatalaksanaan
di Rumah:
1.
Tempatkan
anak pada ruangan dengan sirkulasi udara baik, tidak terlalu panas dan tidak
terlalu lembab. Sirkulasi udara yang baik berfungsi mensupport penyediaan
oksigen lingkungan yang cukup karena anak yang menderita demam terjadi
peningkatan metabolisme aerobik yang praktis membutuhkan masukan oksigen yang
cukup. Selain itu ruangan yang cukup oksigen juga berfungsi menjaga fungsi
saluran pernafasan dapat berfungsi dengan baik. Adapun lingkunganyang panas
selain mempersulit perpindahan panas anak ke lingkungan juga dapat terjadi
sebaliknya kadang anak yang justru menerima paparan sinar dari lingkungan.
2.
Tempatkan
anak pada tempat tidur yang rata dan lunak dengan posisi kepala miring
hiperektensi. Posisi ini diharapkan dapat menghindari tertekuknya jalan nafas
sehingga mengganggu masuknya oksigen ke saluran pernafasan.
3.
Berikan
kompres hangat pada anak untuk membantu menurunkan demam. Kompres ini berfungsi
memindahan panas anak melalui proses konduksi. Perpindahan panas anak supaya
dapat lebih efektif dipadukan dengan pemberian pakaian yang tipis sehingga
panas tubuh anak mudah berpindah ke lingkungan.
4.
Berikan anak
obat turun panas (dosis disesuaikan dengan umur anak). Untuk patokan umum dosis
dapat diberikan anak dengan usia sampai 1 tahun 60 – 120 mg, 1-5 tahun 120-150
mg, 5 tahun ke atas 250-500 mg yang diberikan rata-rata 3 kali sehari.
5.
Anak
diberikan minum yang cukup dan hangat dengan patokan rata-rata kebutuhan 30-40
cc/KgBB/hari. Cairan ini selain secara volume untuk mengganti cairan yang
hilang karena peningkatan suhu tubuh juga berfungsi untuk menjaga kelangsungan
fungsi sel tubuhyang sebagian besar komposisinya adalah unsur cairan. Sedangkan
minuman hangat dapat membantu mengencerkan sekret yang kental pada saluran
pernafasan.
2.10
Pencegahan
Meningitis dapat
dicegah dengan cara mengenali dan mengerti dengan baik faktor presdisposisi
seperti otitis media atau infeksi saluran napas (seperti TBC) dimana dapat
menyebabkan meningitis serosa. Dalam hal ini yang paling penting adalah
pengobatan tuntas (antibiotik) walaupun gejala-gejala infeksi tersebut telah
hilang.
15
Setelah terjadinya
meningitis penanganan yang sesuai harus cepat diatasi. Untuk mengidentifikasi
faktor atau jenis organisme penyebab dan dengan cepat memberikan terapi sesuai
dengan organisme penyebab untuk melindungi komplikasi yang serius. (Riyadi
Sujono.2010).
Vaksin konjugat pneumokokus.
Vaksin tersebut dianjurkan untuk diberikan kepada bayi dan anak yang
berusia 2 bulan hingga 9 tahun. Pemberian vaksin paling baik dilakukan pada
usia 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan, 12 bulan dan 15 bulan. Vaksin konjugat
pneumokokus juga hanya menimbulkan efek samping yang ringan seperti kulit
kemerahan, sedikit bengkak dan nyeri pada daerah sekitar suntikan. Gejala umum
setelah pemberian vaksin seperti demam, mengantuk, rewel, nafsu makan
berkurang, jarang ditemukan pada bayi.
Beberapa upaya preventif pada anak yang dapat dilakukan di antaranya adalah
sebagai berikut :
a. Melaksanakan imunisasi
tepat waktu.
b. Pada usia
bayi 0-1 tahun usahakan membatasi diri untuk keluar rumah atau jalan-jalan
ketempat-tempat ramai seperti mall, pasar, dan rumah sakit.
c. Menjauhkan anak dari orang
yang sakit.
d. Usahakan anak tetap berada pada
lingkungan dengan temperatur yang nyaman.
16
BAB III
PEMBAHASAN
Kasus
Meningitis pada Anak
Sumber : dailymail.co.uk
dimuat dalam kompas.com
Penulis : Natalia
Ririh, Jumat, 24 Agustus 2012 pukul 11:46 WIB
Diakses pada Hari
Sabtu, 30 November 2013 pukul 17.20 WIB
Dalam Empat Jam, Anak
Sehat Diserang Meningitis
KOMPAS.com – Pada pukul
07.30 malam, di Bulan Januari, Michelle Scoffings mendapati putri kecilnya,
Erica (3) tidur dalam keadaan suhu badannya normal dan tampak baik – baik saja.
Sebelumnya, Erica mengeluh badannya tidak enak. Tepat sebelum tengah malam,
Erica bangun dan meminta minum. Saat itu, Michelle melihat sekujur tubuh
anaknya penuh bercak berwarna ungu dan suhu tubuhnya tinggi.
Michelle dan suaminya
segera mengambil kaca bening lalu menempelkannya di kulit Erica. Cara ini
adalah salah satu tes untuk mengetahui penyakit meningitis pada anak. Di bawah
kaca bening yang ditekan, ruam di kulit putrinya tidak memudar.
Tak mau menunggu lama,
pasangan asal Chesterfield, Inggris ini membawa Erica ke rumah sakit. Dokter
mendiagnosis putri mereka terinfeksi bakteri Meningokokus dan Septikemia,
suatu bentuk keracunan darah. Dokter mengatakan anak ini hanya punya
waktu sekitar tiga jam bertahan hidup.
“Saat itu tidak
menelepon dan menunggu ambulans adalah hal yang terbaik. Anda harus cepat pergi
ke rumah sakit, karena terlambat 10 menit saja, hasilnya akan berbeda,” cerita
Michelle.
Kedua kaki Erica
menghitam, ia pun ditempatkan di ruang ICU dengan seluruh badan diperban. Malam
itu, Erica dipindahkan ke Rumah Sakit Chesterfield Royal ke bagian perawatan
intensif khusus anak – anak. Akibat septikemia, kaki Erica menghitam sampai
tulangnya terlihat.
“Semuanya terjadi
begitu cepat, saat seperti itu kita tidak punya waktu untuk berpikir lama.
17
Saya sangat takut
karena tak ada yang bisa saya lakukan.
Setiap kali seseorang menyentuhnya, Erica pun menjerit,” ujarnya.
“Erica menjerit
sepanjang waktu. Saya syok saat dokter bedah mengatakan kedua kaki Erica kemungkinan
diamputasi,” imbuhnya.
Putrinya ini kemudian
dipindahkan juga ke unit spesialis luka bakar. Tubuh Erica seperti terkena luka
bakar dan ia menjalani cangkok kulit. Gadis mungil ini tidak jadi diamputasi,
sebuah terapi mendorong jaringan sehingga menutupi tulang.
Erica dirawat selama
dua minggu di rumah sakit dan sejak saat itu telah kembali selama tiga kali
untuk operasi cangkok kulit. Namun, tak kurang dari delapan bulan setelah
serangan Meningitis, Erica akan kembali berjalan bulan depan meskipun masih
menggunakan penyangga.
Melihat kenyataan
Meningitis menyerang anak – anak secara mendadak, Michelle membukukan
pengalamannya tentang penyakit Erica dalam sebuah buku harian. Dia berharap lewat
buku hariannya ini, publik lebih sadar dan peduli tentang bagaimana cepatnya
penyakit meningitis menyerang anak – anak di atas dua tahun.
18
Penyelesaian :
1.
Tempatkan
anak pada ruangan dengan sirkulasi udara baik, tidak terlalu panas dan tidak
terlalu lembab. Sirkulasi udara yang baik berfungsi mensupport penyediaan
oksigen lingkungan yang cukup karena anak yang menderita demam terjadi
peningkatan metabolisme aerobik yang praktis membutuhkan masukan oksigen yang
cukup. Selain itu ruangan yang cukup oksigen juga berfungsi menjaga fungsi
saluran pernafasan dapat berfungsi dengan baik. Adapun lingkunganyang panas
selain mempersulit perpindahan panas anak ke lingkungan juga dapat terjadi
sebaliknya kadang anak yang justru menerima paparan sinar dari lingkungan.
2.
Tempatkan
anak pada tempat tidur yang rata dan lunak dengan posisi kepala miring
hiperektensi. Posisi ini diharapkan dapat menghindari tertekuknya jalan nafas
sehingga mengganggu masuknya oksigen ke saluran pernafasan.
3.
Berikan
kompres hangat pada anak untuk membantu menurunkan demam. Kompres ini berfungsi
memindahan panas anak melalui proses konduksi. Perpindahan panas anak supaya
dapat lebih efektif dipadukan dengan pemberian pakaian yang tipis sehingga
panas tubuh anak mudah berpindah ke lingkungan.
4.
Berikan anak
obat turun panas (dosis disesuaikan dengan umur anak). Untuk patokan umum dosis
dapat diberikan anak dengan usia sampai 1 tahun 60 – 120 mg, 1-5 tahun 120-150
mg, 5 tahun ke atas 250-500 mg yang diberikan rata-rata 3 kali sehari.
5.
Anak
diberikan minum yang cukup dan hangat dengan patokan rata-rata kebutuhan 30-40
cc/KgBB/hari. Cairan ini selain secara volume untuk mengganti cairan yang
hilang karena peningkatan suhu tubuh juga berfungsi untuk menjaga kelangsungan
fungsi sel tubuhyang sebagian besar komposisinya adalah unsur cairan. Sedangkan
minuman hangat dapat membantu mengencerkan sekret yang kental pada saluran
pernafasan.
19
Penanganan / Perawatan pada saat
anak kejang :
- Baringkan anak pada tempat yang rata, kepala di
miringkan dan pasangkan gagang sendok yang dibungkus kain atau sapu tangan
bersih dalam mulutnya. Dengan tujuan untuk mencegah lidah tergigit.
- Buka baju anak, longarkan pakaian yang mengganggu
pernapasan.
- Singkirkan benda-benda di sekitar anak.
- Jangan memberi minuman atau makanan apapun pada
anak saat kejang.
- Bila badan panas berikan kompres hangat.
- Bila dengan tindakan ini kejang belum berhenti
atau kondisinya semakin parah, segera bawa anak ke dokter atau rumah
sakit.
20
BAB IV
PENUTUP
4.1
Kesimpulan
·
Meningitis adalah
radang dari selaput otak (arachnoid dan piamater).
·
Etiologi :
Bakteri, virus, faktor
prediposisi, faktor maternal, faktor imunologi, anak dengan kelainan sistem
saraf pusat, pembedahan atau injury yang berhubungan dengan sistem persarafan.
·
Klasifikasi Meningitis : Meningitis bacterial /purulenta /septik, Meningitis virus, Meningitis
jamur
·
Trias klasik gejala meningitis adalah demam, sakit
kepala, dan kaku kuduk. Namun pada anak di bawah usia dua tahun, kaku kuduk
atau tanda iritasi meningen lain mungkin tidak ditemui.
·
Komplikasi : Hidrosefalus
obstruktif, Meningococcal septicemia (mengingocemia), Sindrome
water-friderichen (septik syok, DIC, perdarahan adrenal bilateral), SIADH (
Syndrome Inappropriate Antidiuretic hormone ), Efusi subdural, Kejang, Edema
dan herniasi serebral, Cerebral palsy, Gangguan mental, Gangguan belajar,
Attention deficit disorder
·
Melihat kenyataan Meningitis menyerang
anak – anak secara mendadak, penulis berharap pembaca lebih sadar dan hati-hati
serta peduli tentang bagaimana cepatnya penyakit meningitis menyerang anak –
anak di atas dua tahun.
4.2
Saran
1. Tenaga
kesehatan
Sebagai tim kesehatan agar lebih bisa meningkatkan pengetahuan tentang
meningitis dan problem solving yang efektif dan juga sebaiknya kita
memberikan informasi atau health education mengenai meningitis kepada para
orang tua anak yang paling utama.
21
2. Masyarakat
Masyarakat sebaiknya mengindari hal-hal yang dapat memicu terjadinya
meningitis dan meningkatkan pola hidup yang sehat.
22
0 komentar:
Posting Komentar