A. KONSEP DASAR
1.
Definisi
Demensia
adalah kemunduran fungsi mental umum, terutama intelegensi, disebabkan oleh
kerusakan jaringan otak yang tidak dapat kembali lagi (ireversibel). Demensia
presenilis seperti namanya telah menjelaskan gangguan yang gejala utamanya
ialah demensia sebelum senils (Maramis, W.F. 1995). Senilis kemunculannya pada
umur 65 tahun atau lebih sedangkan presenilis munculnya sebelum usia 65 tahun.
Sehingga mengapa disebut demensia sebelum senils karena kemunculan gejala
sebelum usia 65 tahun. Daerah otak yang terutama terkena ialah lobus
parietalis, temporalis dan frontalis.
2.
Jenis
Demensia
presenilis ada dua macam, yaitu penyakit Alzheimer dan penyakit Pick. Seperti
yang dijelaskan sebagai berikut:
a) Morbus
Alzheimer.
Ditemukan pertama kali oleh Alois
Alzheimer pada tahun 1906. Penyakit ini mulai pelan-pelan sekali. Tidak ada
ciri yang khas pada gangguan intelegensi atau pada kelainan perilaku. Terdapat
degenarsi kortex yang difus pada otak di lapisan-lapisan luar, terutama di
daerah frontal dan temporal. Atrofi otak ini dapat dilihat pada
pnemo-ensefalogram: system ventrikel membesar serta banyak hawa di ruang
subarakhnoidal (giri mengecil dan sulkus-sulkus melebar). Biasanya penyakit ini
berlangsung 5-10 tahun, kadang-kadang kelihatan naik turun.
b) Morbus
Pick.
Pertama
kali ditemukan pada tahun 1892 oleh Pick dari Praha. Secara patologis memiliki
ciri khas yaitu atrofi dan gliosis di daerah-daerah asosiatif. Daerah motoric,
sensorik dan daerah proyeksi secara relative tidak banyak berubah. Yang
terganggu ialah daerah kortex yang mengatur fungsi pembicaraan dan proses
berfikir.
Terdapat
atrofi pada daerah-daerah tertentu, terutama pada daerah frontal dan temporal.
Otak mengecil sehingga beratnya menjadi kurang dari 1000 gram (normal berat
otak ialah 1200-1300 gram). Secara mikroskopis terlihat tanda-tanda degenerasi.
Terjadi kerusakan dalam lapisan-lapisan sel kortex otak. Terdapat khromatolisa,
muncul sel-sel yang menggelembung “ballooned cells” yang tidak muncul pada
Morbus Alzheimer.
Penyakit
ini mungkin herediter. Biasanya terjadi pada umur 45-60 tahun, yang termuda
yang pernah diberitakan berumur 31 tahun. Morbus Pick terdapat dua kali lebih
banyak pada kaum wanita dari pada kaum pria.
Pada
fase lanjut demensia menjadi hebat, terdapat inkontinensia, kemampuan buat
berbicara hilang dan kakhexia yang berat. Biasanya penderita meninggal dalam
waktu 4-6 tahun karena suatu penyakit infeksi tambahan.
3.
Manifestasi
Klinis
a) Morbus
Alzheimer
Penyakit
ini mulai pelan-pelan sekali. Tidak ada ciri yang khas pada gangguan
intelegensi atau pada kelainan perilaku. Terdapat disorientasi gangguan
ingatan, emosi yang labil, kekeliruan mengenai hitungan dan mengenai
pembicaraan sehari-hari. Terjadi afasi. Sering juga terdapat preservasi,
pembicaraan logoklonia, dan bila sudah berat, maka penderita tidak dapat
dimengerti. Terkadang gelisah dan hiperaktif.
Terkadang
timbul apraxia, hemiplegia atau paraplegia. Paresa pada muka dan spasme pada
ekstrimitas juga sering terjadi sehingga pada stadium akhir timbul kontraktur.
Pada fase ini sudah sangat dement dan tidak dapat diadakan kontak denganya
lagi.
b) Morbus
Pick
Gejala
permulaan: ingatan berkurang,kesukaran dalam pemikiran dan konsentrasi, kurang
spontanitas, eemosi menjadi tumpul. Penderita menjadi acuh tak acuh,
kadang-kadang bingung dan tidak dapat menyesuaikan diri serta menyelesaikan
masalah dalam situasi yang baru.
Dalam
waktu satu tahun terjadi demensia yang jelas. Ada yang efor, ada yang menjadi
susah dan curiga. Sering terdapat gejala-gejala fokal seperti afasia, apraxia,
alexia, agrafia, tetapi gejala-gejala ini seirng diselubungi oleh demensia
umum. Ciri afasia yang penting pada penyakit ini ialah terjadinya secara
pelan-pelan (tidak mendadak seperti pada gangguan pembuluh darah otak) dan
terdapatnya logorrhea yang spontan (yang tidak terdapat pada afasi sebab
gangguan pembuluh darah). Tidak jarang ada echolalia dan reaksi stereotip. Pada
fase lanjut demensia menjadi hebat, terdapat inkontinesia kemampuan untuk
berbicara hilang dan kakhexia yang berat.
4.
Etiologi
Morbus Alzheimer dengan
morbus pick sukar sekali untuk dibedakan secara klinis dan terkadang juga tidak
mungkin. Factor yang menyebabkan demensia presenilis ini belum diketahui dengan
benar, namun untuk morbus pick diturunkan secara herediter.
5.
Patofisiologi
Terdapat beberapa perubahan khas biokimia dan
neuropatologi yang dijumpai pada penyakit Demensia, antara lain: serabut neuron
yang kusut (masa kusut neuron yang tidak berfungsi) dan plak seni atau neuritis
(deposit protein beta-amiloid, bagian dari suatu protein besar, protein
prukesor amiloid (APP). Kerusakan neuron tersebut terjadi secara primer pada
korteks serebri dan mengakibatkan rusaknya ukuran otak.
Secara maskroskopik, perubahan otak pada
demensia melibatkan kerusakan berat neuron korteks dan hippocampus, serta
penimbunan amiloid dalam pembuluh darah intracranial. Secara mikroskopik,
terdapat perubahan morfologik (structural) dan biokimia pada neuron – neuron.
Perubahan morfologis terdiri dari 2 ciri khas lesi yang pada akhirnya
berkembang menjadi degenarasi soma dan atau akson dan atau dendrit. Satu tanda
lesi pada AD adalah kekusutan neurofibrilaris yaitu struktur intraselular yang
berisi serat kusut dan sebagian besar terdiri dari protein “tau”. Dalam
SSP, protein tau sebagian besar sebagai penghambat pembentuk structural yang
terikat dan menstabilkan mikrotubulus dan merupakan komponen penting dari
sitokleton sel neuron. Pada neuron AD terjadi fosforilasi abnormal dari protein
tau, secara kimia menyebabkan perubahan pada tau sehingga tidak dapat terikat
pada mikrotubulus secara bersama – sama. Tau yang abnormal terpuntir masuk ke
filament heliks ganda yang sekelilingnya masing – masing terluka. Dengan
kolapsnya system transport internal, hubungan interseluler adalah yang pertama
kali tidak berfungsi dan akhirnya diikuti kematian sel. Pembentukan
neuron yang kusut dan berkembangnya neuron yang rusak menyebabkan Demensia.
Lesi khas lain adalah plak senilis, terutama
terdiri dari beta amiloid (A-beta) yang terbentuk dalam cairan jaringan di
sekeliling neuron bukan dalam sel neuronal. A-beta adalah fragmen protein
prekusor amiloid (APP) yang pada keadaan normal melekat pada membrane neuronal
yang berperan dalam pertumbuhan dan pertahanan neuron. APP terbagi menjadi
fragmen – fragmen oleh protease, salah satunya A-beta, fragmen lengket yang
berkembang menjadi gumpalan yang bisa larut. Gumpalan tersebut akhirnya
bercampur dengan sel – sel glia yang akhirnya membentuk fibril – fibril plak
yang membeku, padat, matang, tidak dapat larut, dan diyakini beracun bagi
neuron yang utuh. Kemungkinan lain adalah A-beta menghasilkan radikal bebas
sehingga mengganggu hubungan intraseluler dan menurunkan respon pembuluh darah
sehingga mengakibatkan makin rentannya neuron terhadap stressor. Selain karena
lesi, perubahan biokimia dalam SSP juga berpengaruh pada AD. Secara neurokimia
kelainan pada otak
6. Pemeriksaan Diagnostik
Untuk
kepastian diagnosisnya, maka diperlukan tes diagnostik sebagai berikut:
a. Neuropatologi
Diagnosa
definitif tidak dapat ditegakkan tanpa adanya konfirmasi neuropatologi. Secara
umum didapatkan :
· atropi
yang bilateral, simetris lebih menonjol pada lobus temporoparietal, anterior
frontal, sedangkan korteks oksipital, korteks motorik primer, sistem
somatosensorik tetap utuh
·
berat otaknya berkisar 1000 gr (850-1250gr).
Kelainan-kelainan
neuropatologi pada penyakit alzheimer terdiri dari :
1) Neurofibrillary
tangles (NFT)
Merupakan sitoplasma
neuronal yang terbuat dari filamen-filamen abnormal yang berisi protein
neurofilamen, ubiquine, epitoque. Densitas NFT berkolerasi dengan beratnya
demensia.
2) Senile
plaque (SP)
Merupakan struktur kompleks
yang terjadi akibat degenerasi nerve ending yang berisi filamen-filamen
abnormal, serat amiloid ektraseluler, astrosit, mikroglia. Amiloid prekusor protein yang
terdapat pada SP sangat berhubungan dengan kromosom 21. Senile plaque ini
terutama terdapat pada neokorteks, amygdala, hipokampus, korteks piriformis,
dan sedikit didapatkan pada korteks motorik primer, korteks somatosensorik,
korteks visual, dan auditorik. Senile plaque ini juga terdapat pada jaringan
perifer. densitas Senile plaque berhubungan dengan penurunan kolinergik. Kedua
gambaran histopatologi (NFT dan senile plaque) merupakan gambaran karakteristik
untuk penderita penyakit alzheimer.
3) Degenerasi
neuron
Pada pemeriksaan
mikroskopik perubahan dan kematian neuron pada penyakit alzheimer sangat
selektif. Kematian neuron pada neokorteks terutama didapatkan pada neuron
piramidal lobus temporal dan frontalis. Juga ditemukan pada hipokampus,
amigdala, nukleus batang otak termasuk lokus serulues, raphe nukleus dan
substanasia nigra. Kematian sel neuron kolinergik terutama pada nukleus basalis
dari meynert, dan sel noradrenergik terutama pada lokus seruleus serta sel
serotogenik pada nukleus raphe dorsalis, nukleus tegmentum dorsalis. Telah
ditemukan faktor pertumbuhan saraf pada neuron kolinergik yang berdegenerasi
pada lesi merupakan harapan dalam pengobatan penyakit alzheimer.
4) Perubahan
vakuoler
Merupakan suatu neuronal
sitoplasma yang berbentuk oval dan dapat menggeser nukleus. Jumlah vakuoler ini
berhubungan secara bermakna dengan jumlah NFT dan SP , perubahan ini sering
didapatkan pada korteks temporomedial, amygdala dan insula. Tidak pernah
ditemukan pada korteks frontalis, parietal, oksipital, hipokampus, serebelum
dan batang otak
5) Lewy
body
Merupakan bagian sitoplasma
intraneuronal yang banyak terdapat pada enterhinal, gyrus cingulate, korteks
insula, dan amygdala. Sejumlah kecil pada korteks frontalis, temporal,
parietalis, oksipital. Lewy body kortikal ini sama dengan immunoreaktivitas
yang terjadi pada lewy body batang otak pada gambaran histopatologi penyakit
parkinson. Hansen et al menyatakan lewy body merupakan variant dari penyakit
alzheimer.
b. Pemeriksaan Neuropsikologik
Fungsi pemeriksaan neuropsikologik ini
untuk menentukan ada atau tidak adanya gangguan fungsi kognitif umum dan
mengetahui secara rinci pola defisit yang terjadi.
· Test psikologis ini juga
bertujuan untuk menilai fungsi yang ditampilkan oleh beberapa bagian otak yang
berbeda-beda seperti gangguan memori, kehilangan ekspresi, kalkulasi, perhatian
dan pengertian berbahasa
Evaluasi
neuropsikologis yang sistematik mempunyai fungsi diagnostik yang penting karena
:
1) Adanya defisit kognisi:
berhubungan dgn demensia awal yang dapat diketahui bila terjadi perubahan
ringan yang terjadi akibat penuaan yang normal.
2) Pemeriksaan
neuropsikologik secara komprehensif : untuk membedakan kelainan kognitif pada
global demensia dengan deficit selektif yang diakibatkan oleh disfungsi fokal,
faktor metabolik, dan gangguan psikiatri
3) Mengidentifikasi gambaran
kelainan neuropsikologik yang diakibatkan oleh demensia karena berbagai
penyebab.
c. CT
Scan dan MRI
Merupakan metode non invasif yang beresolusi tinggi untuk melihat kwantifikasi
perubahan volume jaringan otak pada penderita Alzheimer antemortem.
CT
Scan :
· Menyingkirkan kemungkinan adanya
penyebab demensia lainnya selain alzheimer seperti multiinfark dan tumor
serebri. Atropi kortikal menyeluruh dan pembesaran ventrikel keduanya merupakan
gambaran marker dominan yang sangat spesifik pada penyakit ini
· Penipisan substansia alba
serebri dan pembesaran ventrikel berkorelasi dengan beratnya gejala klinik dan
hasil pemeriksaan status mini mental
MRI :
· Peningkatan intensitas pada
daerah kortikal dan periventrikuler (Capping anterior horn pada ventrikel
lateral). Capping ini merupakan predileksi untuk demensia awal. Selain
didapatkan kelainan di kortikal, gambaran atropi juga terlihat pada daerah
subkortikal seperti adanya atropi hipokampus, amigdala, serta pembesaran
sisterna basalis dan fissura sylvii.
· MRI lebih sensitif untuk
membedakan demensia dari penyakit alzheimer dengan penyebab lain, dengan
memperhatikan ukuran (atropi) dari hipokampus.
EEG:
· Berguna untuk mengidentifikasi
aktifitas bangkitan yang suklinis. Sedang pada penyakit alzheimer didapatka
perubahan gelombang lambat pada lobus frontalis yang non spesifik
PET (Positron Emission Tomography)
Pada penderita alzheimer, hasil PET ditemukan
:
· penurunan aliran darah
· metabolisme O2
· glukosa didaerah serebral
SPECT (Single Photon Emission Computed
Tomography)
· Kelainan ini berkolerasi dengan
tingkat kerusakan fungsional dan defisit kogitif. Kedua pemeriksaan ini (SPECT
dan PET) tidak digunakan secara rutin.
Laboratorium darah
Tidak
ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik pada penderita alzheimer.
Pemeriksaan laboratorium ini hanya untuk menyingkirkan penyebab penyakit
demensia lainnya seperti pemeriksaan darah rutin, B12, Calsium, Posfor, fungsi
renal dan hepar, tiroid, asam folat, serologi sifilis, skrining antibody yang
dilakukan secara selektif. (Yulfran, 2009)
7.
Penatalaksanaan
Sampai
sekarang tidak ada pengobatan khusus terdapat pada demensia presenilis. Yang
dapat direncanakan berupa bantuan simptomatik dalam lingkungan yang memadai.
Bila gelisah dapat dipertimbangkan pemberian obat psikotropik.
Pengobatan simptomatik dan suportif seakan hanya memberikan rasa puas pada
penderita dan keluarga.
Pengobatan
simptomatik:
1) Inhibitor kolinesterase
· Tujuan: Untuk mencegah penurunan
kadar asetilkolin dapat digunakan anti kolinesterase yang bekerja secara
sentral
Contoh:
fisostigmin, THA (tetrahydroaminoacridine), donepezil (Aricept), galantamin
(Razadyne), & rivastigmin
· Pemberian obat ini dikatakan
dapat memperbaiki memori dan apraksia selama pemberian berlangsung
· ESO: memperburuk penampilan
intelektual pada orang normal dan penderita Alzheimer, mual & muntah,
bradikardi, ↑ HCl, dan ↓ nafsu makan.
2) Thiamin
Pada
penderita demensia didapatkan penurunan thiamin pyrophosphatase dependent enzym
yaitu 2 ketoglutarate (75%) dan transketolase (45%), hal ini disebabkan
kerusakan neuronal pada nukleus basalis.
Contoh:
thiamin hydrochloride
Dosis
3 gr/hari selama 3 bulan peroral
Tujuan:
perbaikan bermakna terhadap fungsi kognisi dibandingkan placebo selama periode
yang sama.
3) Nootropik
· Nootropik
merupakan obat psikotropik.
· Tujuan: memperbaiki fungsi
kognisi dan proses belajar. Tetapi pemberian 4000 mg pada penderita alzheimer
tidak menunjukkan perbaikan klinis yang bermakna.
4) Klonidin
Gangguan
fungsi intelektual pada penderita alzheimer dapat disebabkan kerusakan
noradrenergik kortikal.
· Contoh: klonidin (catapres) yang
merupakan noradrenergik alfa 2 reseptor agonis
· Dosis
: maksimal 1,2 mg peroral selama 4 minggu
· Tujuan:
kurang memuaskan untuk memperbaiki fungsi kognitif
5) Haloperiodol
Pada
penderita alzheimer, sering kali terjadi :
· Gangguan psikosis (delusi,
halusinasi) dan tingkah laku: Pemberian oral Haloperiodol 1-5 mg/hari selama 4
minggu akan memperbaiki gejala tersebut
· Bila penderita Alzheimer menderita
depresi berikan tricyclic anti depresant (amitryptiline 25-100 mg/hari)
6) Acetyl
L-Carnitine (ALC)
Merupakan
suatu substrat endogen yang disintesa didalam mitokondria dengan bantuan enzym
ALC transferase.
· Tujuan
: meningkatkan aktivitas asetil kolinesterase, kolin asetiltransferase.
· Dosis:1-2
gr/hari/peroral selama 1 tahun dalam pengobatan
· Efek: memperbaiki atau menghambat
progresifitas kerusakan fungsi kognitif (Yulfran, 2009).
B. KONSEP
DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
Adapun pengkajian yang dilakukan pada
penyakit demensia
a.
Aktifitas istirahat
Gejala:
Merasa lelah
Tanda:
Siang/malam gelisah, tidak berdaya, gangguan pola tidur
Letargi:
penurunan minat atau perhatian pada aktivitas yang biasa, hobi, ketidakmampuan
untuk menyebutkan kembali apa yang dibaca/ mengikuti acara program televisi.
Gangguan
keterampilan motorik, ketidakmampuan untuk melakukan hal yang telah biasa yang
dilakukannya, gerakan yang sangat bermanfaat.
b. Sirkulasi
Gejala:
Riwayat penyakit vaskuler serebral/sistemik. hipertensi, episode emboli
(merupakan factor predisposisi).
c. Integritas
ego
Gejala
: Curiga atau takut terhadap situasi/orang khayalan, kesalahan persepsi
terhadap lingkungan, kesalahan identifikasi terhadap objek dan orang,
penimbunan objek : meyakini bahwa objek yang salah penempatannya telah dicuri.
kehilangan multiple, perubahan citra tubuh dan harga diri yang dirasakan.
Tanda
: Menyembunyikan ketidakmampuan (banyak alasan tidak mampu untuk melakukan
kewajiban, mungkin juga tangan membuka buku namun tanpa membacanya) , duduk dan
menonton yang lain, aktivitas pertama mungkin menumpuk benda tidak bergerak dan
emosi stabil, gerakan berulang (melipat membuka lipatan melipat kembali kain),
menyembunyikan barang, atau berjalan-jalan.
d. Eliminasi
Gejala:
Dorongan berkemih
Tanda:
Inkontinensia urine/feaces, cenderung konstipasi/ imfaksi dengan diare.
e. Makanan/cairan
Gejala: Riwayat episode hipoglikemia
(merupakan factor predisposisi) perubahan dalam pengecapan, nafsu makan,
kehilangan berat badan, mengingkari terhadap rasa lapar/ kebutuhan untuk makan.
Tanda: Kehilangan kemampuan untuk
mengunyah, menghindari/menolak makan (mungkin mencoba untuk menyembunyikan
keterampilan). dan tampak semakin kurus (tahap lanjut).
f. Hiygene
Gejala
: Perlu bantuan /tergantung orang lain
Tanda
: tidak mampu mempertahankan penampilan, kebiasaan personal yang kurang,
kebiasaan pembersihan buruk, lupa untuk pergi kekamar mandi, lupa
langkah-langkah untuk buang air, tidak dapat menemukan kamar mandi dan kurang
berminat pada atau lupa pada waktu makan: tergantung pada orang lain untuk
memasak makanan dan menyiapkannya dimeja, makan, menggunakan alat makan.
g. Neurosensori
Gejala
: Pengingkaran terhadap gejala yang ada terutama perubahan
kognitif,
dan atau gambaran yang kabur, keluhan hipokondria tentang kelelahan, pusing atau kadang-kadang sakit kepala. adanya keluhan dalam kemampuan kognitif, mengambil keputusan, mengingat yang berlalu, penurunan tingkah laku (diobservasi oleh orang terdekat). Kehilangan sensasi propriosepsi (posisi tubuh atau bagian tubuh dalam ruang tertentu). dan adanya riwayat penyakit serebral vaskuler/sistemik, emboli atau hipoksia yang berlangsung secara periodic (sebagai factor predisposisi) serta aktifitas kejang (merupakan akibat sekunder pada kerusakan otak).
dan atau gambaran yang kabur, keluhan hipokondria tentang kelelahan, pusing atau kadang-kadang sakit kepala. adanya keluhan dalam kemampuan kognitif, mengambil keputusan, mengingat yang berlalu, penurunan tingkah laku (diobservasi oleh orang terdekat). Kehilangan sensasi propriosepsi (posisi tubuh atau bagian tubuh dalam ruang tertentu). dan adanya riwayat penyakit serebral vaskuler/sistemik, emboli atau hipoksia yang berlangsung secara periodic (sebagai factor predisposisi) serta aktifitas kejang (merupakan akibat sekunder pada kerusakan otak).
Tanda
: Kerusakan komunikasi : afasia dan disfasia; kesulitan dalam menemukan kata-
kata yang benar (terutama kata benda); bertanya berulang-ulang atau percakapan
dengan substansi kata yang tidak memiliki arti; terpenggal-penggal, atau
bicaranya tidak terdengar. Kehilangan kemampuan untuk membaca dan menulis
bertahap (kehilangan keterampilan motorik halus).
h. Kenyamanan
Gejala
: Adanya riwayat trauma kepala yang serius ( mungkin menjadi factor
predisposisi atau factor akselerasinya), trauma kecelakaan ( jatuh, luka bakar
dan sebagainya).
Tanda
: Ekimosis, laserasi dan rasa bermusuhan/menyerang orang lain
i. Interaksi
social
Gejala
: Merasa kehilangan kekuatan. factor psikososial sebelumnya; pengaruh personal
dan individu yang muncul mengubah pola tingkah laku yang muncul.
Tanda
: Kehilangan control social,perilaku tidak tepat.
v
Pemeriksaan
Fisik
Keadaan
umum:
Klien
dengan penyakit Alzheimer umumnya mengalami penurunan kesadaran sesuai dengan
degenerasi neuron kolinergik dan proses senilisme. Adanya perubahan pada
tanda-tanda vital, meliputi bradikardi, hipotensi, dan penurunan frekuensi
pernafasan
·
B1 (Breathing)
Gangguan
fungsi pernafasan :
Berkaitan
dengan hipoventilasi inaktifitas, aspirasi makanan atau saliva dan berkurangnya
fungsi pembersihan saluran nafas.
§
Inspeksi: di dapatkan klien
batuk atau penurunan kemampuan untuk batuk efektif, peningkatan produksi
sputum, sesak nafas, dan penggunaan otot Bantu nafas.
§
Palpasi
: Traktil premitus seimbang kanan dan kiri
§
Perkusi
: adanya suara resonan pada seluruh lapangan paru
§
Auskultasi
: bunyi nafas tambahan seperti nafas berbunyi, stridor, ronkhi, pada klien
dengan peningkatan produksi sekret dan kemampuan batuk yang menurun yang sering
didapatkan pada klien dengan inaktivitas.
·
B2
(Blood)
Hipotensi postural : berkaitan dengan efek samping
pemberian obat dan juga gangguan pada pengaturan tekanan darah oleh sistem
persarafan otonom.
·
B3
(Brain)
Pengkajian B3 merupakan pemeriksaan fokus dan lebih
lengkap dibandingkan dengan pengkajian pada sistem lainnya.
Inspeksi umum, didapatkan berbagai manifestasi akibat
perubahan tingkah laku.
Pengkajian Tingkat Kesadaran:
Tingkat kesadaran klien biasanya apatis dan juga
bergantung pada perubahan status kognitif klien.
Pengkajian fungsi serebral:
Status mental : biasanya status mental klien mengalami perubahan yang
berhubungan dengan penurunan status kognitif, penurunan persepsi, dan penurunan
memori, baik jangka pendek maupun jangka panjang.
Pengkajian Saraf kranial. Pengkajian saraf ini meliputi
pengkajian saraf kranial I-XII :
*
Saraf
I. Biasanya pada klien penyakit alzherimer tidak ada kelaianan fungsi penciuman
*
Saraf
II. Tes ketajaman penglihatan mengalami perubahan, yaitu sesuai dengan keadaan
usia lanjut biasanya klien dengan alzheimer mengalami keturunan ketajaman
penglihatan
*
Saraf
III, IV dan VI. Biasanya tidak ditemukan adanya kelainan pada saraf ini
*
Saraf
V. Wajah simetris dan tidak ada kelainan pada saraf ini.
*
Saraf
VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal
*
Saraf
VIII. Adanya tuli konduktif dan tuli persepsi berhubungan proses senilis serta
penurunan aliran darah regional
*
Saraf
IX dan X. Kesulitan dalam menelan makanan yang berhubungan dengan perubahan
status kognitif
*
Saraf
XI. Tidak atrofi otot strenokleidomastoideus dan trapezius.
*
Saraf
XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada vasikulasi dan indera pengecapan normal
Pengkajian sistem Motorik
Inspeksi umum pada tahap
lanjut klien akan mengalami perubahan dan penurunan pada fungsi motorik secara
umum. Tonus Otot didapatkan
meningkat.
Keseimbangan dan
Koordinasi. Didapatkan mengalami gangguan karena adanya perubahan status
kognitif dan ketidakkooperatifan klien dengan metode pemeriksaan.
Pengkajian Refleks
Pada tahap lanjut
penyakit alzheimer sering mengalami kehilangan refleks postural, apabila klien
mencoba untuk berdiri dengan kepala cenderung ke depan dan berjalan dengan gaya
berjalan seperti didorong. Kesulitan dalam berputar dan hilangnya keseimbangan
(salah satunya ke depan atau ke belakang) dapat menyebabkan klien sering jatuh.
Pengkajian Sistem sensorik
Sesuai barlanjutnya
usia, klien dengan penyakit alzheimer mengalami penurunan terhadap sensasi
sensorik secara progresif. Penurunan sensori yang ada merupakan hasil dari
neuropati perifer yang dihubungkan dengan disfungsi kognitif dan persepsi klien
secara umum.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
1. Perubahan
pola eliminasi urine/alvi berhubungan dengan kehilangan fungsi neurologi/tonus
otot, ketidakmampuan untuk menentukan letak kamar mandi/mengenali kebutuhan
2. Perubahan
pola tidur berhubungan dengan perubahan pada sensori
3. Kerusakan
mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler, penurunan tonus
atau kekuatan otot.
4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan penurunan
kognitif, keterbatasan fisik.
5. Perubahan
persepsi sensori berhubungan dengan perubahan resepsi, transmisi, dan/atau
integrasi.
6. Perubahan
proses pikir berhubungan dengan degenerasi neuron
irreversible
7. Sindrom
stress relokasi berhubungan dengan gangguan sensori, penurunan fungsi fisik
8. Koping
individu tidak efektif berhubungan dengan ketidakmampuan menyelesaikan masalah,
perubahan intelektual
9. Hambatan
komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan
intelektual (pikun, disorientasi, penurunan kemampuan mengatasi masalah)
10. Hambatan interaksi sosial berhubungan dengan perubahan
emosi (cepat marah, mudah tersinggung, kurang percaya diri)
11. Risiko
tinggi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
perubahan sensori, mudah lupa
12. Risiko trauma berhubungan dengan kelamahan,
ketidakmampuan untuk mengenali/mengidentifikasi bahaya dalam lingkungan
3. RENCANA
ASUHAN KEPERAWATAN
No
|
Diagnosa Keperawatan
|
Tujuan dan Kriteria Hasil
|
Intervensi
|
Rasional
|
1.
|
Perubahan
pola eliminasi berhubungan dengan kehilangan fungsi neurologi/tonus otot,
ketidakmampuan untuk menentukan letak kamar mandi/mengenali kebutuhan.
|
Setelah diberikan asuhan
keperawatan, diharapkan pola eliminasi terpenuhi dengan kriteria hasil :
- Mampu menciptakan pola
eliminasi yang adekuat/sesuai
|
Mandiri
a. Kaji pola sebelumnya dan
bandingkan dengan pola yang sekarang
b. Letakkan tempat tidur
dekat dengan kamar mandi jika memungkinkan. Buatkan tanda tertentu atau pintu
berkode khusus. Berikan cahaya yang cukup terutama malam hari.
c. Buat
program latihan defekasi atau kandung kemih. Tingkatkan partisipasi pasien
sesuai tingkat kemampuannya.
d. Anjurkan untuk minum
adekuat selama siang hari (paling sedikit 2 liter sesuai toleransi). Diet
tinggi serat dan sari buah. Batasi minum saat menjelang malam dan waktu
tidur.
e. Pantau penampilan
atau warna urine, catat konsistensi dari feses.
Kolaborasi
a. Berikan obat pelembek
feses metamacil, gliserin suppositoria sesuai dengan indikasi.
|
Mandiri
a. Memberikan informasi
mengenai perubahan yang munkin selanjutnya memerlukan pengkajian atau
intervensi
b. Meningkatkan
orientasi atau penemuan kamar mandi. Inkontinensia mungkin disertai
ketidakmampuan untuk menemukan tempat berkemih atau defekasi.
c. Menstimulasi
kesadaran pasien, meningkatkan pengaturan fungsi tubuh.
d. Menurunkan resiko
konstipasi atau dehidrasi. Pembatasan minum pada sore menjelang malam hari
dapat menurunkan seringnya berkemih atau inkontinensia pada malam hari.
e. Pendeteksian memberikan
kesempatan untuk mengubah intervensi, misalnya adanya konstipasi/infeksi
kandung kemih dan sebagainya.
Kolaborasi
a. Mungkin diperlukan untuk
memfasilitasi atau menstimulasi defekasi yang teratur
|
2.
|
Perubahan pola tidur berhubungan dengan perubahan pada
sensori
|
Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan perubahan
pola tidur klien dapat teratasi dengan kriteria hasil :
- Tidak
terjadi perubahan tingkah laku dan penampilan (gelisah)
- Mampu
menciptakan pola tidur yang adekuat dengan penurunan terhadap pikiran yang
melayang-layang (melamun)
- Mampu menentukan penyebab tidur
inadekuat
|
Mandiri
a. Berikan
lingkungan yang nyaman untuk meningkatkan tidur (mematikan lampu, ventilasi
ruang adekuat, suhu yang sesuai. Menghindari kebisingan).
b. Anjurkan
latihan saat siang hari dan turunkan aktivitas mental/fisik pada sore hari
c. Berikan
makanan kecil sore hari, susu hangat, mandi, dan masase punggung
d. Turunkan
jumlah minuman sore hari. Lakukan berkemih sebelum tidur
e. Anjurkan
klien untuk mendengarkan musik yang lembut
Kolaborasi
a. Berikan
obat sesuai indikasi :
- Antidepresi,
seperti ;amitriptilin (elavil), doksepin (senequan), trasolon (desyrel)
- Oksazepam
(serax), triazolam (halcion)
b. Hindari
penggunaan difenhidramin (benadryl)
|
Mandiri
a.Hambatan
kortikal pada informasi reticular akan berkurang selama tidur, meningkatkan
respons otomatik, karenanya respons kardiovaskular terhadap suara meningkat
selama tidur
b.Aktivitas
fisik dan mental yang lama mengakibatkan kelelahan yang dapat meningkatkan
kebingungan , aktivitas yang terprogram tanpa stimulasi berlebihan
meningkatkan waktu tidur
c.Meningkatkan
relaksasi dengan perasaan mengantuk
d.Menurunkan
kebutuhan akan bangun untuk berkemih selama malam hari
e.Menurunkan
stimulasi sensori dengan menghambat suara lain dari lingkungan sekitar yang
akan menghambat tidur.
Kolaborasi
a. Efektif
menangani pseudodemensia atau depresi, meningkatkan kemampuan untuk tidur,
tetapi antikolinergik dapat mencetuskan bingung, memperburuk kognitif dan
efek samping hipotensi ortostatik Gunakan dengan hemat, hipnotik dosis
rendah efektif mengatasi insomnia
b. Kontraindikasi
karena mempengaruhi produksi assetilkolin yang sudah dihambat dalam otak.
|
3.
|
Kerusakan
mobilitas fisik berhubungan penurunan tonus/kekuatan otot, kerusakan
neuromuskuler
|
Setelah
diberikan asuhan keperawatan diharapkan klien mampu rentang gerak optimal
dengan criteria hasil
- mempertahankan posisi
dengan tak ada komplikasi (kontraktur, dekubitus)
- mendemonstrasikan
teknik/perilaku yang memungkinkan melakukan kembali aktifitas yang diinginkan
|
Mandiri
a. kaji
kekuatan motorik atau kemampuan secara fungsional dengan menggunakan skala
0-5. Lakukan pengkajian secara teratur dan bandingkan dengan nilai
dasarnya.
b. Berikan
posisi pasien yang menimbulkan rasa nyaman. Lakukan perubahan posisi dengan
jadwal yang teratur sesuai kebutuhan secara individual.
c. Lakukan
latihan rentang gerak pasif. Hindari latihan aktif selama fase akut.
Kolaborasi
a. Konfirmasikan
dengan/rujuk kebagian terapi fisik/terapi okupasi
|
Mandiri
a. menentukan
perkembangan/munculnya kembali tanda yang menghambat tercapainya tujuan atau
harapan pasien.
b. menurunkan
kelelahan meningkatkan relaksasi, menurunkan resiko terjadinya iskemia atau
kerusakan pada kulit.
c. menstimulasi
sirkulasi, meningkatkan tonus otot dan meningkatkan mobilisasi sendi. Catatan:latihan
yang dipaksakan dapat menimbulkan eksaserbasi gejala yang menyebabkan regresi
fisiologis dan emosi. persendian juga dapat mengalami dislokasi sehingga otot
mengalami flaksid secara total. Memaksimalkan tenaga dan mencegah kelelahan
yang berlebihan.
Kolaborasi
a.bermanfaat dalam menciptakan
kekuatan otot secara individual atau latihan terkondisi dan program
latihan berjalan dan mengidentifikasikan alat bantu atau brace untuk
mempertahankan mobilisasi dan kemandirian dalam melakukan aktifitas
sehari-hari
|
4.
|
Defisit
perawatan diri berhubungan denganpenurunan kognitif, keterbatasan fisik.
|
Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan
terdapat perilaku peningkatan dalam pemenuhan perawatan diri dengan kriteria
hasil:
- klien tampak
bersih dan segar
- klien tidak
pucat.
|
Mandiri
a. Identifikasi
kesulitan berpakaian/perawatan diri, seperti keterbatasan fisik;
apatis/depresi atau temperatur ruangan.
b. Identifikasi
kebutuhan akan kebersihan diri dan berikan bantuan sesuai kebutuhan dengan
perawatan rambut/kuku/kulit, bersihkan kacamata dan gosok gigi.
c. Gabungkan
kegiatan sehari-hari kedalam jadwal aktivitas jika mungkin.
d. Kaji kemampuan
dan tingkat itaspenurunan kemampuan ADL dalam skala 0 – 4.
e. Rencanakan tindakan
untuk defisit motorik seperti tempatkan makanan dan peralatan di dekat klien
agar mampu sendiri mengambilnya.
f. Kaji kemampuan
komnikasi untuk BAK. Kemampuan menggunakan urinal pispot. Antarkan ke kamar
mandi bila kondisi memungkinkan .
g. Identifikasi kebiasaan
BAB . anjurkan minum dan meningkatkan aktivitas.
Kolaborasi :
a. Pemberian suppositoria
dan pelumas faeces / pencahar.
b. Konsul ke
dokter terapi okupasi.
|
Mandiri
a.Memahami
penyebab yang mempengaruhi pilihan intervensi/ strategi.
b.Sesuai
dengan perkembangan penyakit, kebutuhan akan kebersihan dasar mungkin
dilupakan.
c. Mempertahankan
kebutuhan rutin dapat mencegah kebingungan yang semakin memburuk dan
meningkatkan partisipasi pasien.
d. Membantu dalam
mengantisipasi dan merencanakan pertemuan kebutuhan individual.
e.Klien akan
mampu melakukan aktivitas sendiri untuk memenuhi perawatan dirinya.
f. Ketidakmampuan berkomunikasi
dengan perawat dapat menimbulkan masalah pengososngan kandung kemih oleh
karena masalah neurogenik.
g. Meningkatkan latihan
dan menolong mencegah konstipasi
Kolaborasi :
a. Pertolongan utama
terhadap fungsi bowell atau BAB
b. Untuk mengembangkan
terapi dan melengkapi kebutuhan khusus.
|
5.
|
Perubahan
persepsi sensori berhubungan dengan perubahan persepsi, transmisi atau
integrasi sensori
|
Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan
perubahan persepsi sensori klien dapat berkurang atau terkontrol dengan criteria hasil:
- Mengalami
penurunan halusinasi.
- Mengembangkan
strategi psikososial untuk mengurangi stress.
- Mendemonstrasikan
respons yang sesuai stimulasi.
|
Mandiri
a.Kembangkan
lingkungan yang suportif dan hubungan perawat-klien yang terapeutik.
b.Bantu klien
untuk memehami halusinasi.
c.Kaji
derajat sensori atau gangguan persepsi dan bagaiman hal tersebut mempengaruhi
klien termasuk penurunan penglihatan atau pendengaran.
d. Ajarkan strategi untuk mengurangi
stress.
e. Ajak piknik sederhana, jalan-jalan
kelilin rumah sakit. Pantau aktivitas.
f. Tingkatkan
keseimbangan fisiologis dengan menggunakan bola lantai, tangan menari dengan
disertai music.
g. Libatkan
dalam aktivitas sesuai indikasi dengan keadaan tertentu, spt:terapi okupasi.
|
Mandiri
a. Meningkatkan
kenyamanan dan menurunkan kecemasan pada klien.
b.Meningkatkan
koping dan menurunkan halusinasi.
c. Keterlibatan
otak memperlihatkan masalah yang bersifat asimetris menyebabkan klien kehilangan
kemampuan pada salah astu sisi tubuh. Klien tidak dapat mengenali rasa lapar,
haus, Penerima nyeri eksternal.
d. Untuk
menurunkan kebutuhan akan halusinasi.
e. piknik
menunjukkan realitadan memberikan stimulasi sensori yang menurunkan perasaan
curiga dan halusinasi yg disebabkan perasaan terkekang.
f. Menjaga
mobilitas yang dapat menurunkan risiko terjadinya atrofi otot/ osteoporosis
pada tulang.
g.Memberikan
kesempatan terhadap stimulasi partisipasi dengan orang lain dan dapat
mempertahankan beberapa tingkat dari interaksi sosial.
|
6.
|
Perubahan
proses pikir berhubungan dengan degenerasi neuron irreversibel
|
Setelah
diberikan asuhan
keperawatan diharapkan gangguan proses pikir tidak bertambah buruk,
dengankriteria
hasil:
- Klien
mampu menginterpretasikan stimulus sedikit demi sedikit
- Klien
mampu mengakomodasikan sedikit demi sedikit suatu ide/perintah
- Klien
mampu mengenali orang-orang terdekatnya, seperti nama keluarganya.
- Klien
mampu mengenali tempat-tempat disekitarnya, seperti alamat rumah.
- Klien
mampu mengenali waktu seperti pagi, siang, dan malam.
|
Mandiri
a. Kaji
derajat gangguan kognitif, seperti perubahan orientasi terhadap orang, tempat
waktu, rentang perhatian dan kemampuan berpikir
b.Pertahankan
lingkungan yang menyenangkan dan tenang
c. Lakukan
pendekatan dengan cara perlahan dan tenang
d. Tatap
wajah ketika bercakap-cakap dengan pasien
e. Gunakan
kata-kata yang pendek dan kalimat yang sederhana dan berikan instruksi
sederhana. Ulangi instruksi tersebut sesuai dengan kebutuhan.
Kolaborasi
a. Antisiklotik,
seperti halopiridol (Haldol) ; tioridazin (Mallril)
b. Vasodilator,
seperti siklandelat (Cyclospasmol)
c. Agen
ansiolitik, seperti diazepam, lorazepam, oksazepam
|
Mandiri
a. Memberikan
dasar untuk evaluasi/perbandingan yang akan datang dan mempengaruhi pilihan
terhadap intervensi.
b.Keramaian
biasanya merupakan sensori yang berlebihan yang meningkatkan gangguan neuron
c. Pendekatan yang terburu-buru dapat
mengancam pasien bingung yang mengalami kesalahan persepsi.
d.Menimbulkan
perhatian, terutama pada orang-orang dengan gangguan perceptual
e.Sesuai
dengan berkembangnya penyakit, pusat komunikasi dalam otak mungkin saja
terganggu.
Kolaborasi
a. Dapat
digunakan untuk mengontrol agitasi, halusinasi.
b. Dapat
meningkatkan kesadaran mental tetapi memerlukan penelitian lebih lanjut.
|
7.
|
Sindrom
stress relokasi berhubungan dengan gangguan sensori, penurunan fungsi
fisik
|
Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan klien
dapat beradaptasi dengan perubahan aktivitas sehari- hari dan lingkungan
dengan kriteria
hasil :
- mengidentifikasi
perubahan
- mampu
beradaptasi pada perubahan lingkungan dan aktivitas kehidupan sehari-hari
- cemas
dan takut berkurang
- membuat
pernyataan yang psitif tentang lingkungan yang baru.
|
Mandiri
a.Jalin
hubungan saling mendukung dengan klien.
b.Orientasikan
pada lingkungan dan rutinitas baru.
c. Kaji tingkat stressor (penyesuaian
diri, perkembangan, peran keluarga, akibat perubahan status kesehatan)
d.Tentukan
jadwal aktivitas yang wajar dan masukan dalam kegiatan rutin.
e. Berikan
penjelasan dan informasi yang menyenangkan mengenai kegiatan/ peristiwa.
f. Pertahankan
keadaan tenang. Tempatkan dalam lingkungan tenang yang memberikan kesempatan
untuk “beristirahat”
g. Atasi
tingkah laku agresif dengan pendekatan yamg tenang.
h. Rujuk
ke sumber pendukung perawatan diri.
|
Mandiri
a.Untuk
membangan kepercayaan dan rasa nyaman.
b.Menurunkan
kecemasan dan perasaan terganggu.
c.Untuk menentukan
persepsi klien tentang kejadian dan tingkat serangan.
d. Konsistensi mengurangi kebingungan dan
meningkatkan rasa kebersamaan.
e. Menurunkan
ketegangan, mempertahankan rasa saling percaya, dan orientasi.
f.Menenangkan
situasi dan memberi klien waktu untuk memperoleh kendali terhadap
prilaku dan emosinya.
g. Rasa
diterima menurunkan rasa takut dan respon agresif.
h. Meningkatkan
perasaan, dukungan selama penyesuaian
|
8.
|
Koping
individu tidak efektif berhubungan dengan ketidakmampuan menyelesaikan
masalah, perubahan intelektual
|
Setelah
diberikan asuhan keperawatan diharapkan koping individu menjadi efektif
dengan kriteria hasil :
- Mampu
menyatakan atau mengkomunikasikan dengan orang terdekat tentang situasi dan
perubahan yang sedang terjadi
- Mampu
menyatakan penerimaan diri terhadap situasi
- Mengakui dan menggabungkan perubahan
ke dalam konsep diri dengan cara yang akurat tanpa haraga diri yang negatif
|
Mandiri
a. Kaji
perubahan dari gangguan persepsi dan hubungan dengan derajat ketidakmampuan
b. Dukung
kemampuan koping
c. Pernyataan
pengakuan terhadap penolakan tubuh, mengingatkan kembali fakta kejadian
tentang realitas bahwa masih dapat menggunakan sisi yang sakit dan belajar
mengontrol sisi yang sehat
d. Beri
dukungan psikologis secara menyeluruh
e. Bentuk
program aktivitas pada keseluruhan hari
f. Anjurkan
orang yang terdekat untuk mengizinkan klien melakukan hal-hal untuk dirinya
semaksimal mungkin
g. Dukung
perilaku atau usaha seperti peningkatan minat atau partisipasi dalam aktivitas rehabilitasi
h.Monitor
gangguan tidur peningkatan konsentrasi, letargi, dan witdhrawal
Kolaborasi
a.Rujuk pada
ahli neuropsikologi dan konseling bila ada indikasi
|
Mandiri
a. Menentukan
bantuan individual dalam menyusun rencana perawatan atau pemilihan intervensi
b. Kepatuhan
terhadap program latihan dan berjalan membantu memperlambat kemajuan
penyakit. Dukungan dan sumber bantuan dapat diberikan melalui ketekunan
berdoa dan penekanan keluar terhadap aktivitas dengan mepertahankan
patisipasi aktif
c. Membantu
klien untuk melihat bahwa perawat menerima kedua bagian sebagai bagian dari
seluruh tubuh. Mengizinkan klien untuk merasakan adanya harapan dan mulai
menerima situasi baru.
d.Klien
Alzheimer sering merasa malu, apatis, tidak adekuat, bosan dan merasa
sendiri. Perasaan ini dapat disebabkan akibat keadaan fisik yang lambat dan
upaya yang besar dibutuhkan terhadap tugas-tugas kecil. Klien dibantu dan
didukung untuk mencapai tujuan yang ditetapkan (seperti meningkatnya mobilitas)
e. Bentuk
program aktivitas pada keseluruhan hari untuk mencegha waktu tidur yang
terlalu banyak yang dapat mengarah padda tidak adanya keinginan dari apatis.
Setiap upaya dibuat untuk mendukung klien keluar darii tugas-tugas yang
termasuk koping dengan kebutuhan mereka setiap hari dan untuk membentuk klien
mandiri. Apapun yang dilakukan hanya untuk keamanan sewaktu mencapai tujuan
dengan meningkatnya kemampuan koping.
f. Menghidupkan
kembali perasaan kemandirian dan membantu perkembangan harga diri serta
mempengaruhi proses rehabilitasi.
g. Klien
dapat beradaptasi terhadap perubahan dan pengertian tentang peran individu
masa mendatang.
h. Dapat
mengindikasikan terjadinya depresi dimana memerlukan intervensi dan
evaluasi lebih lanjut
Kolaborasi
a. Dapat
memfasilitasi perubahan peran yang penting untuk perkembangan perasaan.
Kerjasama fisioterapi, psikoterapi, terapi obat-obatan, dan dukungan
partisipasi kelompok dapat menolong mengurangi depresi yang juga sering
muncul pada kejadian ini.
|
9.
|
Hambatankomunikasi
verbal berhubungan denganperubahan intelektual (pikun, disorientasi, penurunan
kemampuan mengatasi masalah)
|
Setelah diberikan asuhan keperawatan, diharapkan klien
tidak mengalami hambatan komunikasi verbal dengan kriteria hasil :
- Membuat
teknik/metode komunikasi yang dapat dimengerti sesuai kebutuhan dan
meningkatkan kemampuan berkomunikasi
|
Mandiri
a. Kaji
kemampuan klien untuk berkomunikasi.
b. Menentukan
cara-cara berkomunikasi seperti mempertahankan kontak mata, pertanyaan dengan
jawaban ya atau tidak, menggunakan kertas dan pensil/bolpoint, gambar, atau
papan tulis; bahasa isyarat, penjelas arti dari komunikasi yang disampaikan.
c. Letakkan
bel/lampu panggilan di tempat mudah dijangkau dan berikan penjelasan cara
menggunakannya. Jawab panggilan tersebut dengan segera. Penuhi kebutuhan
klien. Katakan kepada klien bahwa perawat siap membantu jika dibutuhkan.
Kolaborasi
a. Kolaborasi
dengan ahli wicara bahasa.
|
Mandiri
a.Untuk
menentukan tingkat kemampuan klien dalam berkomunikasi.
b.Untuk
membantu proses berkomunikasi dengan klien, dan agar tidak terjadi
miskomunikasi.
c.Untuk
memudahkan klien dalam memanggil perawat saat membutuhkan bantuan.
Kolaborasi
a. Memberikan
terapi bicara pada klien.
|
10.
|
Hambataninteraksi sosial berhubungan denganperubahan emosi (cepat marah,
mudah tersinggung, kurang percaya diri)
|
Setelah
diberikan Asuhan Keperawatan diharapkan klien mampu melakukan interaksi
social, dengancriteria
hasil :
- klien
mampu berinteraksi dengan orang disekitarnya dengan baik.
- klien
tidak memiliki rasa bermusuhan/ menyerang orang.
|
Mandiri
a. Beri
individu hubungan suportif.
b. Bantu
mengidentifikasi alternative tindakan.
c. Bantu
menganalisis pendekatan yang berfungsi paling baik.
d. Gunakan
pertanyaan dan observasi untuk mendorong individu dengan keterbatasan
keterampilan interaksi
e. Bantu
anggota keluarga dalam memahami dan memberi dukungan.
|
Mandiri
a. Agar
individu terstimulasi untuk melakukan interaksi social.
b.Agar klien
mampu mengidentifikasi tindakan yang baik.
c. Agar
klien mampu melakukan interaksi dengan orang lain dengan baik.
d.Untuk
merangsang klien untuk menjawab pertanyaan perawat secara tidak langsung
menstimulasi klien untuk berinteraksi.
e. Dukungan
keluarga sangat membantu dalam melakukan interaksi social.
|
11.
|
Risiko tinggi perubahan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan perubahan sensori, mudah lupa
|
Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan tidak
terjadi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan dengan kriteria hasil :
- Klien
mendapat diet nutrisi yang seimbang
- Mempertahankan/
mendapat kembali BB yang sesuai
- Klien
dapat mengubah pola asupan yang benar
|
Mandiri
a. Kaji
pengetahuan klien/keluarga mengenai kebutuhan makan
b. Usahakan/
berikan bantuan dalam memilih menu
c. Berikan
makanan kecil setiap jam sesuai kebutuhan
d. Hindari
makanan yang terlalu panas
Kolaborasi
a. Rujuk
atau konsultasikan dengan ahli gizi
|
Mandiri
a. Identifikasi
kebutuhan untuk membantu perencanaan pendidikan
b. Klien
tidak mampu menentukan pilihan kebutuhan nutrisi
c.Makan
makanan kecil meningkatkan masukan yang sesuai
d.Makan panas
mengakibatkan mulut terbakar atau menolak untuk makan
Kolaborasi
a. Bantuan
diperlukan untuk mengembangkan keseimbangan diet dan menemukan kebutuhan /
makan yang disukai
|
12.
|
Resiko
trauma berhubungan dengan kelemahan, ketidakmampuan untuk mengenali/
mengidentifikasi bahaya dalam lingkungan
|
Setelah
diberikan asuhan keperawatan jam diharapkan klien tidak mengalami trauma
dengan kriteria hasil :
- Keluarga mengenali resiko
potensial di lingkungan dan mengidentifikasi tahap-tahap untuk
memperbaikinya.
|
Mandiri
a. Kaji derajatkemampuan/kompetensi,munculnya
tingkah laku yang impulsive dan penurunan persepsi-visual,bantu orang
terdekat untuk mengidentifikasi resiko terjadinya bahaya yang mungkin timbul
b. Hilangkan
/minimalkan sumber bahaya dalam lingkungan
c. Alihkan
perhatian pasien ketika perilaku teragitasi atau berbahaya,seperti keluar
dari tenpat tidur dengan memanjat pagar tempat tidur tersebut.
d. Berikan
gelang identifikasi yang memperlihatkan nama,nomor telepon,dan
diagnose,jangan memposisikan dekat pintu keluar untuk tangga
e. Kenakan
pakaian sesuai lingkungan fisik/kebutuhan individu
f. Lakukan
pemantauan terhadap efek samping obat,tanda-tanda adanya takar lajak,seperti
tanda ekstrapiramidal,hipotensi ortostatik,gangguan penglihatan,gangguan
gastrointestinal.
g. Hindari
penggunan restrain secara terus menerus. Berikan kesempatan orang terdekat
tinggal bersama pasien selama periode agitasi akut.
h. Rekomendasi
penggunaan kunci “child proof” untuk mengamankan obat,zat racun alat-alat
tajam
|
Mandiri
a. Mengidentifikasi
risiko potensial di lingkungan dan mempertinggi kesadaran sehingga pemberi
asuhan lebih sadar akan bahaya. Pasien yang memperlihatkan tingkah laku
impulsive menghadapi peningkatan resiko trauma kerena mereka murang mampu
mengendalikan perilaku/kegiatannya sendiri. Penurunan persepsi visual
meningkatkan risiko terjauh
b. Seseorang
dengan gangguan kognitif dan gangguan persepsi merupakan awal untuk mengalami
trauma sebagai akibat ketidakmampuan untuk bertanggung jawab terhadap
kebutuhan keamanan yang dasar atau mengevaluasi keadaan tertentu,misalnya api
dari kompor/rokok dan lupa akan hal tersebut,berusaha untuk makan buah dari
plastic,salah menilai letak kursi dan tangga.
c. Mempertahankan
keamanan dengan menghindari konfrontasi yang dapat meningkatkan
perilaku/meningkatkan risiko terjadinya trauma.
d. Menfasilitasi
keamanan untuk kembali jika hilang. Karena penurunan kemampouan verbal dan
kebingungan,pasien mungkin tidak dapat menyebutkan alamat,nomor telepon dan
sebagainya. Pasien mungkin ngeluyur dan ditangkap oleh polisi,yang
memperlihatkan kebingungan,peka rangsang : mngkin mempunyai tingkah laku
bermusuhan dan memperlihatkan kemiskinan pengambilan keputusan.
e. Perlambatan
proses metabolism secara umum mengakibatkan penurunan suhu tubuh. Hipotalamus
dipengaruhi oleh proses penyakit yang menyebabkan seseorang merasa
kedinginan. Pasien mungkin mengalami disorientasi mengenai cuaca dan mungkin
ngeluyur keluar dalam keadaan dingin. Catatan : penyebab kematian
seringkali adalah pneumonia/kecelakaan.
f. Pasien
mungkin tidak melaporkan tanda/gejala dan obat dapat dengan mudah menimbulkan
kadar toksisitas pada lansia. Ukuran dosis/penggantian obat mungkin
diperlukan untuk mengurangi gangguan.
g.Membahayan
individu untuk melepaskan restrain tersebut secara parsial. Dapat
meningkatkan agitasi dan timbul resiko fraktur pada pasien lansia (berhubungan
dengan penurunan kalsium tulang)
h.Sesuai
dengan memburyknya penyakit itu,pasien mungkin gugup terhadap benda/kunci
atau meletakan benda-benda kecil dalam mulut yang sangat berpotensi terhadap
trauma kecelakaan atau kematian.
|
DAFTAR RUJUKAN
Maramis,
W.F. 1995. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa.
Surabaya: Airlangga University Press.
Kaplan,
I.H & Sadock, B.J. 1994. Buku Saku
Psikiatri Klinik. Wiguna, I. M. (Ed). Japaries, W. (Alih Bahasa). Jakarta:
Binarupa Aksara.
Aristi,
A. 19 September 2012. DEMENTIA%20PRESENILS/Let's%20Learn%20Together,%20Nurse%20%20ASUHAN%20KEPERAWATAN%20GERONTIK%20ALZHEIMER.html
di akses 11 Desember 2013.
0 komentar:
Posting Komentar