Senin, 08 Desember 2014

LAPORAN PENDAHULUAN DEMENSIA PRESENILIS

Diposting oleh Unknown di 20.59

A.    KONSEP DASAR
1.   Definisi
Demensia adalah kemunduran fungsi mental umum, terutama intelegensi, disebabkan oleh kerusakan jaringan otak yang tidak dapat kembali lagi (ireversibel). Demensia presenilis seperti namanya telah menjelaskan gangguan yang gejala utamanya ialah demensia sebelum senils (Maramis, W.F. 1995). Senilis kemunculannya pada umur 65 tahun atau lebih sedangkan presenilis munculnya sebelum usia 65 tahun. Sehingga mengapa disebut demensia sebelum senils karena kemunculan gejala sebelum usia 65 tahun. Daerah otak yang terutama terkena ialah lobus parietalis, temporalis dan frontalis.

2.   Jenis
Demensia presenilis ada dua macam, yaitu penyakit Alzheimer dan penyakit Pick. Seperti yang dijelaskan sebagai berikut:
a)   Morbus Alzheimer.
Ditemukan pertama kali oleh Alois Alzheimer pada tahun 1906. Penyakit ini mulai pelan-pelan sekali. Tidak ada ciri yang khas pada gangguan intelegensi atau pada kelainan perilaku. Terdapat degenarsi kortex yang difus pada otak di lapisan-lapisan luar, terutama di daerah frontal dan temporal. Atrofi otak ini dapat dilihat pada pnemo-ensefalogram: system ventrikel membesar serta banyak hawa di ruang subarakhnoidal (giri mengecil dan sulkus-sulkus melebar). Biasanya penyakit ini berlangsung 5-10 tahun, kadang-kadang kelihatan naik turun. 
b)   Morbus Pick.
Pertama kali ditemukan pada tahun 1892 oleh Pick dari Praha. Secara patologis memiliki ciri khas yaitu atrofi dan gliosis di daerah-daerah asosiatif. Daerah motoric, sensorik dan daerah proyeksi secara relative tidak banyak berubah. Yang terganggu ialah daerah kortex yang mengatur fungsi pembicaraan dan proses berfikir.
Terdapat atrofi pada daerah-daerah tertentu, terutama pada daerah frontal dan temporal. Otak mengecil sehingga beratnya menjadi kurang dari 1000 gram (normal berat otak ialah 1200-1300 gram). Secara mikroskopis terlihat tanda-tanda degenerasi. Terjadi kerusakan dalam lapisan-lapisan sel kortex otak. Terdapat khromatolisa, muncul sel-sel yang menggelembung “ballooned cells” yang tidak muncul pada Morbus Alzheimer.
Penyakit ini mungkin herediter. Biasanya terjadi pada umur 45-60 tahun, yang termuda yang pernah diberitakan berumur 31 tahun. Morbus Pick terdapat dua kali lebih banyak pada kaum wanita dari pada kaum pria.
Pada fase lanjut demensia menjadi hebat, terdapat inkontinensia, kemampuan buat berbicara hilang dan kakhexia yang berat. Biasanya penderita meninggal dalam waktu 4-6 tahun karena suatu penyakit infeksi tambahan.

3.   Manifestasi Klinis
a)   Morbus Alzheimer
Penyakit ini mulai pelan-pelan sekali. Tidak ada ciri yang khas pada gangguan intelegensi atau pada kelainan perilaku. Terdapat disorientasi gangguan ingatan, emosi yang labil, kekeliruan mengenai hitungan dan mengenai pembicaraan sehari-hari. Terjadi afasi. Sering juga terdapat preservasi, pembicaraan logoklonia, dan bila sudah berat, maka penderita tidak dapat dimengerti. Terkadang gelisah dan hiperaktif.
Terkadang timbul apraxia, hemiplegia atau paraplegia. Paresa pada muka dan spasme pada ekstrimitas juga sering terjadi sehingga pada stadium akhir timbul kontraktur. Pada fase ini sudah sangat dement dan tidak dapat diadakan kontak denganya lagi.
b)   Morbus Pick
Gejala permulaan: ingatan berkurang,kesukaran dalam pemikiran dan konsentrasi, kurang spontanitas, eemosi menjadi tumpul. Penderita menjadi acuh tak acuh, kadang-kadang bingung dan tidak dapat menyesuaikan diri serta menyelesaikan masalah dalam situasi yang baru.
Dalam waktu satu tahun terjadi demensia yang jelas. Ada yang efor, ada yang menjadi susah dan curiga. Sering terdapat gejala-gejala fokal seperti afasia, apraxia, alexia, agrafia, tetapi gejala-gejala ini seirng diselubungi oleh demensia umum. Ciri afasia yang penting pada penyakit ini ialah terjadinya secara pelan-pelan (tidak mendadak seperti pada gangguan pembuluh darah otak) dan terdapatnya logorrhea yang spontan (yang tidak terdapat pada afasi sebab gangguan pembuluh darah). Tidak jarang ada echolalia dan reaksi stereotip. Pada fase lanjut demensia menjadi hebat, terdapat inkontinesia kemampuan untuk berbicara hilang dan kakhexia yang berat.

4.   Etiologi
Morbus Alzheimer dengan morbus pick sukar sekali untuk dibedakan secara klinis dan terkadang juga tidak mungkin. Factor yang menyebabkan demensia presenilis ini belum diketahui dengan benar, namun untuk morbus pick diturunkan secara herediter.

5.   Patofisiologi
Terdapat beberapa perubahan khas biokimia dan neuropatologi yang dijumpai pada penyakit Demensia, antara lain: serabut neuron yang kusut (masa kusut neuron yang tidak berfungsi) dan plak seni atau neuritis (deposit protein beta-amiloid, bagian dari suatu protein besar, protein prukesor amiloid (APP). Kerusakan neuron tersebut terjadi secara primer pada korteks serebri dan mengakibatkan rusaknya ukuran otak.
Secara maskroskopik, perubahan otak pada demensia melibatkan kerusakan berat neuron korteks dan hippocampus, serta penimbunan amiloid dalam pembuluh darah intracranial. Secara mikroskopik, terdapat perubahan morfologik (structural) dan biokimia pada neuron – neuron. Perubahan morfologis terdiri dari 2 ciri khas lesi yang pada akhirnya berkembang menjadi degenarasi soma dan atau akson dan atau dendrit. Satu tanda lesi pada AD adalah kekusutan neurofibrilaris yaitu struktur intraselular yang berisi serat kusut dan sebagian besar terdiri dari protein “tau”.  Dalam SSP, protein tau sebagian besar sebagai penghambat pembentuk structural yang terikat dan menstabilkan mikrotubulus dan merupakan komponen penting dari sitokleton sel neuron. Pada neuron AD terjadi fosforilasi abnormal dari protein tau, secara kimia menyebabkan perubahan pada tau sehingga tidak dapat terikat pada mikrotubulus secara bersama – sama. Tau yang abnormal terpuntir masuk ke filament heliks ganda yang sekelilingnya masing – masing terluka. Dengan kolapsnya system transport internal, hubungan interseluler adalah yang pertama kali tidak berfungsi dan akhirnya diikuti kematian sel.  Pembentukan neuron yang kusut dan berkembangnya neuron yang rusak menyebabkan Demensia.
Lesi khas lain adalah plak senilis, terutama terdiri dari beta amiloid (A-beta) yang terbentuk dalam cairan jaringan di sekeliling neuron bukan dalam sel neuronal. A-beta adalah fragmen protein prekusor amiloid (APP) yang pada keadaan normal melekat pada membrane neuronal yang berperan dalam pertumbuhan dan pertahanan neuron. APP terbagi menjadi fragmen – fragmen oleh protease, salah satunya A-beta, fragmen lengket yang berkembang menjadi gumpalan yang bisa larut. Gumpalan tersebut akhirnya bercampur dengan sel – sel glia yang akhirnya membentuk fibril – fibril plak yang membeku, padat, matang, tidak dapat larut, dan diyakini beracun bagi neuron yang utuh. Kemungkinan lain adalah A-beta menghasilkan radikal bebas sehingga mengganggu hubungan intraseluler dan menurunkan respon pembuluh darah sehingga mengakibatkan makin rentannya neuron terhadap stressor. Selain karena lesi, perubahan biokimia dalam SSP juga berpengaruh pada AD. Secara neurokimia kelainan pada otak

6.   Pemeriksaan Diagnostik
Untuk kepastian diagnosisnya, maka diperlukan tes diagnostik sebagai berikut:
a.      Neuropatologi
Diagnosa definitif tidak dapat ditegakkan tanpa adanya konfirmasi neuropatologi. Secara umum didapatkan :
·  atropi yang bilateral, simetris lebih menonjol pada lobus temporoparietal, anterior frontal, sedangkan korteks oksipital, korteks motorik primer, sistem somatosensorik tetap utuh
·  berat otaknya berkisar 1000 gr (850-1250gr).
Kelainan-kelainan neuropatologi pada penyakit alzheimer terdiri dari :
1) Neurofibrillary tangles (NFT)
Merupakan sitoplasma neuronal yang terbuat dari filamen-filamen abnormal yang berisi protein neurofilamen, ubiquine, epitoque. Densitas NFT berkolerasi dengan beratnya demensia.
2) Senile plaque (SP)
Merupakan struktur kompleks yang terjadi akibat degenerasi nerve ending yang berisi filamen-filamen abnormal, serat amiloid ektraseluler, astrosit, mikroglia. Amiloid prekusor protein yang terdapat pada SP sangat berhubungan dengan kromosom 21. Senile plaque ini terutama terdapat pada neokorteks, amygdala, hipokampus, korteks piriformis, dan sedikit didapatkan pada korteks motorik primer, korteks somatosensorik, korteks visual, dan auditorik. Senile plaque ini juga terdapat pada jaringan perifer. densitas Senile plaque berhubungan dengan penurunan kolinergik. Kedua gambaran histopatologi (NFT dan senile plaque) merupakan gambaran karakteristik untuk penderita penyakit alzheimer.
3) Degenerasi neuron
Pada pemeriksaan mikroskopik perubahan dan kematian neuron pada penyakit alzheimer sangat selektif. Kematian neuron pada neokorteks terutama didapatkan pada neuron piramidal lobus temporal dan frontalis. Juga ditemukan pada hipokampus, amigdala, nukleus batang otak termasuk lokus serulues, raphe nukleus dan substanasia nigra. Kematian sel neuron kolinergik terutama pada nukleus basalis dari meynert, dan sel noradrenergik terutama pada lokus seruleus serta sel serotogenik pada nukleus raphe dorsalis, nukleus tegmentum dorsalis. Telah ditemukan faktor pertumbuhan saraf pada neuron kolinergik yang berdegenerasi pada lesi merupakan harapan dalam pengobatan penyakit alzheimer.
4) Perubahan vakuoler
Merupakan suatu neuronal sitoplasma yang berbentuk oval dan dapat menggeser nukleus. Jumlah vakuoler ini berhubungan secara bermakna dengan jumlah NFT dan SP , perubahan ini sering didapatkan pada korteks temporomedial, amygdala dan insula. Tidak pernah ditemukan pada korteks frontalis, parietal, oksipital, hipokampus, serebelum dan batang otak
5) Lewy body
Merupakan bagian sitoplasma intraneuronal yang banyak terdapat pada enterhinal, gyrus cingulate, korteks insula, dan amygdala. Sejumlah kecil pada korteks frontalis, temporal, parietalis, oksipital. Lewy body kortikal ini sama dengan immunoreaktivitas yang terjadi pada lewy body batang otak pada gambaran histopatologi penyakit parkinson. Hansen et al menyatakan lewy body merupakan variant dari penyakit alzheimer.

b.   Pemeriksaan Neuropsikologik
 Fungsi pemeriksaan neuropsikologik ini untuk menentukan ada atau tidak adanya gangguan fungsi kognitif umum dan mengetahui secara rinci pola defisit yang terjadi.
·  Test psikologis ini juga bertujuan untuk menilai fungsi yang ditampilkan oleh beberapa bagian otak yang berbeda-beda seperti gangguan memori, kehilangan ekspresi, kalkulasi, perhatian dan pengertian berbahasa

    Evaluasi neuropsikologis yang sistematik mempunyai fungsi diagnostik yang penting karena :
1)   Adanya defisit kognisi: berhubungan dgn demensia awal yang dapat diketahui bila terjadi perubahan ringan yang terjadi akibat penuaan yang normal.
2)   Pemeriksaan neuropsikologik secara komprehensif : untuk membedakan kelainan kognitif pada global demensia dengan deficit selektif yang diakibatkan oleh disfungsi fokal, faktor metabolik, dan gangguan psikiatri
3)   Mengidentifikasi gambaran kelainan neuropsikologik yang diakibatkan oleh demensia karena berbagai penyebab.

c. CT Scan dan MRI
     Merupakan metode non invasif yang beresolusi tinggi untuk melihat kwantifikasi perubahan volume jaringan otak pada penderita Alzheimer antemortem.
CT Scan :
·  Menyingkirkan kemungkinan adanya penyebab demensia lainnya selain alzheimer seperti multiinfark dan tumor serebri. Atropi kortikal menyeluruh dan pembesaran ventrikel keduanya merupakan gambaran marker dominan yang sangat spesifik pada penyakit ini
·  Penipisan substansia alba serebri dan pembesaran ventrikel berkorelasi dengan beratnya gejala klinik dan hasil pemeriksaan status mini mental
MRI :
·  Peningkatan intensitas pada daerah kortikal dan periventrikuler (Capping anterior horn pada ventrikel lateral). Capping ini merupakan predileksi untuk demensia awal. Selain didapatkan kelainan di kortikal, gambaran atropi juga terlihat pada daerah subkortikal seperti adanya atropi hipokampus, amigdala, serta pembesaran sisterna basalis dan fissura sylvii.
·  MRI lebih sensitif untuk membedakan demensia dari penyakit alzheimer dengan penyebab lain, dengan memperhatikan ukuran (atropi) dari hipokampus.
EEG:
·  Berguna untuk mengidentifikasi aktifitas bangkitan yang suklinis. Sedang pada penyakit alzheimer didapatka perubahan gelombang lambat pada lobus frontalis yang non spesifik
PET (Positron Emission Tomography)
Pada penderita alzheimer, hasil PET ditemukan :
·  penurunan aliran darah
·  metabolisme O2
·  glukosa didaerah serebral
SPECT (Single Photon Emission Computed Tomography)
·  Kelainan ini berkolerasi dengan tingkat kerusakan fungsional dan defisit kogitif. Kedua pemeriksaan ini (SPECT dan PET) tidak digunakan secara rutin.
Laboratorium darah
Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik pada penderita alzheimer. Pemeriksaan laboratorium ini hanya untuk menyingkirkan penyebab penyakit demensia lainnya seperti pemeriksaan darah rutin, B12, Calsium, Posfor, fungsi renal dan hepar, tiroid, asam folat, serologi sifilis, skrining antibody yang dilakukan secara selektif. (Yulfran, 2009)

7.   Penatalaksanaan
Sampai sekarang tidak ada pengobatan khusus terdapat pada demensia presenilis. Yang dapat direncanakan berupa bantuan simptomatik dalam lingkungan yang memadai. Bila gelisah dapat dipertimbangkan pemberian obat psikotropik. Pengobatan simptomatik dan suportif seakan hanya memberikan rasa puas pada penderita dan keluarga.
Pengobatan simptomatik:
1) Inhibitor kolinesterase
·  Tujuan: Untuk mencegah penurunan kadar asetilkolin dapat digunakan anti kolinesterase yang bekerja secara sentral
Contoh: fisostigmin, THA (tetrahydroaminoacridine), donepezil (Aricept), galantamin (Razadyne), & rivastigmin
·  Pemberian obat ini dikatakan dapat memperbaiki memori dan apraksia selama pemberian berlangsung
·  ESO: memperburuk penampilan intelektual pada orang normal dan penderita Alzheimer, mual & muntah, bradikardi, ↑ HCl, dan ↓ nafsu makan.
2) Thiamin
Pada penderita demensia didapatkan penurunan thiamin pyrophosphatase dependent enzym yaitu 2 ketoglutarate (75%) dan transketolase (45%), hal ini disebabkan kerusakan neuronal pada nukleus basalis.
Contoh: thiamin hydrochloride
Dosis 3 gr/hari selama 3 bulan peroral
Tujuan: perbaikan bermakna terhadap fungsi kognisi dibandingkan placebo selama periode yang sama.
3) Nootropik
·  Nootropik merupakan obat psikotropik.
·  Tujuan: memperbaiki fungsi kognisi dan proses belajar. Tetapi pemberian 4000 mg pada penderita alzheimer tidak menunjukkan perbaikan klinis yang bermakna.
4) Klonidin
Gangguan fungsi intelektual pada penderita alzheimer dapat disebabkan kerusakan noradrenergik kortikal.
·  Contoh: klonidin (catapres) yang merupakan noradrenergik alfa 2 reseptor agonis
·  Dosis : maksimal 1,2 mg peroral selama 4 minggu
·  Tujuan: kurang memuaskan untuk memperbaiki fungsi kognitif
5) Haloperiodol
Pada penderita alzheimer, sering kali terjadi :
·  Gangguan psikosis (delusi, halusinasi) dan tingkah laku: Pemberian oral Haloperiodol 1-5 mg/hari selama 4 minggu akan memperbaiki gejala tersebut
· Bila penderita Alzheimer menderita depresi berikan tricyclic anti depresant (amitryptiline 25-100 mg/hari)
6) Acetyl L-Carnitine (ALC)
Merupakan suatu substrat endogen yang disintesa didalam mitokondria dengan bantuan enzym ALC transferase.
· Tujuan : meningkatkan aktivitas asetil kolinesterase, kolin asetiltransferase.
· Dosis:1-2 gr/hari/peroral selama 1 tahun dalam pengobatan
· Efek: memperbaiki atau menghambat progresifitas kerusakan fungsi kognitif (Yulfran, 2009).

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
Adapun pengkajian yang dilakukan pada penyakit demensia
a.    Aktifitas istirahat
Gejala:  Merasa lelah
Tanda:  Siang/malam gelisah, tidak berdaya, gangguan pola tidur
Letargi: penurunan minat atau perhatian pada aktivitas yang biasa, hobi, ketidakmampuan untuk menyebutkan kembali apa yang dibaca/ mengikuti acara program televisi.
Gangguan keterampilan motorik, ketidakmampuan untuk melakukan hal yang telah biasa yang dilakukannya, gerakan yang sangat bermanfaat.
b. Sirkulasi
Gejala: Riwayat penyakit vaskuler serebral/sistemik. hipertensi, episode emboli (merupakan factor predisposisi).
c. Integritas ego
Gejala : Curiga atau takut terhadap situasi/orang khayalan, kesalahan persepsi terhadap lingkungan, kesalahan identifikasi terhadap objek dan orang, penimbunan objek : meyakini bahwa objek yang salah penempatannya telah dicuri. kehilangan multiple, perubahan citra tubuh dan harga diri yang dirasakan.
Tanda : Menyembunyikan ketidakmampuan (banyak alasan tidak mampu untuk melakukan kewajiban, mungkin juga tangan membuka buku namun tanpa membacanya) , duduk dan menonton yang lain, aktivitas pertama mungkin menumpuk benda tidak bergerak dan emosi stabil, gerakan berulang (melipat membuka lipatan melipat kembali kain), menyembunyikan barang, atau berjalan-jalan.
d. Eliminasi
Gejala: Dorongan berkemih
Tanda: Inkontinensia urine/feaces, cenderung konstipasi/ imfaksi dengan diare.
e. Makanan/cairan
Gejala: Riwayat episode hipoglikemia (merupakan factor predisposisi)  perubahan dalam pengecapan, nafsu makan, kehilangan berat badan, mengingkari terhadap rasa lapar/ kebutuhan untuk makan.
Tanda:   Kehilangan kemampuan untuk mengunyah, menghindari/menolak makan (mungkin mencoba untuk menyembunyikan keterampilan). dan tampak semakin kurus (tahap lanjut).
f. Hiygene
Gejala : Perlu bantuan /tergantung orang lain
Tanda : tidak mampu mempertahankan penampilan, kebiasaan personal yang kurang, kebiasaan pembersihan buruk, lupa untuk pergi kekamar mandi, lupa langkah-langkah untuk buang air, tidak dapat menemukan kamar mandi dan kurang berminat pada atau lupa pada waktu makan: tergantung pada orang lain untuk memasak makanan dan menyiapkannya dimeja, makan, menggunakan alat makan.
g. Neurosensori
Gejala :   Pengingkaran terhadap gejala yang ada terutama perubahan kognitif,
dan atau gambaran yang kabur, keluhan hipokondria tentang kelelahan, pusing atau kadang-kadang sakit kepala. adanya keluhan dalam kemampuan kognitif, mengambil keputusan, mengingat yang berlalu, penurunan tingkah laku (diobservasi oleh orang terdekat). Kehilangan sensasi propriosepsi (posisi tubuh atau bagian  tubuh dalam ruang tertentu). dan adanya riwayat penyakit serebral vaskuler/sistemik, emboli atau hipoksia yang berlangsung secara periodic (sebagai factor predisposisi) serta aktifitas kejang (merupakan akibat sekunder  pada kerusakan otak).
Tanda : Kerusakan komunikasi : afasia dan disfasia; kesulitan dalam menemukan kata- kata yang benar (terutama kata benda); bertanya berulang-ulang atau percakapan dengan substansi kata yang tidak memiliki arti; terpenggal-penggal, atau bicaranya tidak terdengar. Kehilangan kemampuan untuk membaca dan menulis bertahap (kehilangan keterampilan motorik halus).
h. Kenyamanan
Gejala :  Adanya riwayat trauma kepala yang serius ( mungkin menjadi factor predisposisi atau factor akselerasinya), trauma kecelakaan ( jatuh, luka bakar dan sebagainya).
Tanda : Ekimosis, laserasi dan rasa bermusuhan/menyerang orang lain
i.  Interaksi social
Gejala : Merasa kehilangan kekuatan. factor psikososial sebelumnya; pengaruh personal dan individu yang muncul mengubah pola tingkah laku yang muncul.
Tanda : Kehilangan control social,perilaku tidak tepat.

v Pemeriksaan  Fisik
Keadaan umum:
Klien dengan penyakit Alzheimer umumnya mengalami penurunan kesadaran sesuai dengan degenerasi neuron kolinergik dan proses senilisme. Adanya perubahan pada tanda-tanda vital, meliputi bradikardi, hipotensi, dan penurunan frekuensi pernafasan
·   B1 (Breathing)
Gangguan fungsi pernafasan :
Berkaitan dengan hipoventilasi inaktifitas, aspirasi makanan atau saliva dan berkurangnya fungsi pembersihan saluran nafas.
§ Inspeksi: di dapatkan klien batuk atau penurunan kemampuan untuk batuk efektif, peningkatan produksi sputum, sesak nafas, dan penggunaan otot Bantu nafas.
§ Palpasi : Traktil premitus seimbang kanan dan kiri
§ Perkusi : adanya suara resonan pada seluruh lapangan paru
§ Auskultasi : bunyi nafas tambahan seperti nafas berbunyi, stridor, ronkhi, pada klien dengan peningkatan produksi sekret dan kemampuan batuk yang menurun yang sering didapatkan pada klien dengan inaktivitas.
·   B2 (Blood)
Hipotensi postural : berkaitan dengan efek samping pemberian obat dan juga gangguan pada pengaturan tekanan darah oleh sistem persarafan otonom.
·   B3 (Brain)
Pengkajian B3 merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan dengan pengkajian pada sistem lainnya.
Inspeksi umum, didapatkan berbagai manifestasi akibat perubahan tingkah laku.
Pengkajian Tingkat Kesadaran:
Tingkat kesadaran klien biasanya apatis dan juga bergantung pada perubahan status kognitif klien.
Pengkajian fungsi serebral:
            Status mental : biasanya status mental klien mengalami perubahan yang berhubungan dengan penurunan status kognitif, penurunan persepsi, dan penurunan memori, baik jangka pendek maupun jangka panjang.

Pengkajian Saraf kranial. Pengkajian saraf ini meliputi pengkajian saraf kranial I-XII :
*     Saraf I. Biasanya pada klien penyakit alzherimer tidak ada kelaianan fungsi penciuman
*     Saraf II. Tes ketajaman penglihatan mengalami perubahan, yaitu sesuai dengan keadaan usia lanjut biasanya klien dengan alzheimer mengalami keturunan ketajaman penglihatan
*     Saraf III, IV dan VI. Biasanya tidak ditemukan adanya kelainan pada saraf ini
*     Saraf V. Wajah simetris dan tidak ada kelainan pada saraf ini.
*     Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal
*     Saraf VIII. Adanya tuli konduktif dan tuli persepsi berhubungan proses senilis serta penurunan aliran darah regional
*     Saraf IX dan X. Kesulitan dalam menelan makanan yang berhubungan dengan perubahan status kognitif
*     Saraf XI. Tidak atrofi otot strenokleidomastoideus dan trapezius.
*     Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada vasikulasi dan indera pengecapan normal

Pengkajian sistem Motorik
Inspeksi umum pada tahap lanjut klien akan mengalami perubahan dan penurunan pada fungsi motorik secara umum. Tonus Otot didapatkan meningkat.
Keseimbangan dan Koordinasi. Didapatkan mengalami gangguan karena adanya perubahan status kognitif dan ketidakkooperatifan klien dengan metode pemeriksaan.

Pengkajian Refleks
Pada tahap lanjut penyakit alzheimer sering mengalami kehilangan refleks postural, apabila klien mencoba untuk berdiri dengan kepala cenderung ke depan dan berjalan dengan gaya berjalan seperti didorong. Kesulitan dalam berputar dan hilangnya keseimbangan (salah satunya ke depan atau ke belakang) dapat menyebabkan klien sering jatuh.
Pengkajian Sistem sensorik
Sesuai barlanjutnya usia, klien dengan penyakit alzheimer mengalami penurunan terhadap sensasi sensorik secara progresif. Penurunan sensori yang ada merupakan hasil dari neuropati perifer yang dihubungkan dengan disfungsi kognitif dan persepsi klien secara umum.

2.  DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
1. Perubahan pola eliminasi urine/alvi berhubungan dengan kehilangan fungsi neurologi/tonus otot, ketidakmampuan untuk menentukan letak kamar mandi/mengenali kebutuhan
2. Perubahan pola tidur berhubungan dengan perubahan pada sensori
3. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler, penurunan tonus atau kekuatan otot.
4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan penurunan kognitif, keterbatasan fisik.
5. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan resepsi, transmisi, dan/atau integrasi.
6. Perubahan proses pikir berhubungan dengan degenerasi neuron irreversible
7. Sindrom stress relokasi berhubungan dengan gangguan sensori, penurunan fungsi fisik
8. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan ketidakmampuan menyelesaikan masalah, perubahan intelektual
9.  Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan intelektual (pikun, disorientasi, penurunan kemampuan mengatasi masalah)
10. Hambatan interaksi sosial berhubungan dengan perubahan emosi (cepat marah, mudah tersinggung, kurang percaya diri)
11. Risiko tinggi perubahan  nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan perubahan sensori, mudah lupa
12.  Risiko trauma berhubungan dengan kelamahan, ketidakmampuan untuk mengenali/mengidentifikasi bahaya dalam lingkungan







3.      RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

No
Diagnosa Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
Rasional
1.
Perubahan pola eliminasi berhubungan dengan kehilangan fungsi neurologi/tonus otot, ketidakmampuan untuk menentukan letak kamar mandi/mengenali kebutuhan.
Setelah diberikan asuhan keperawatan, diharapkan pola eliminasi terpenuhi dengan kriteria hasil :
- Mampu menciptakan pola eliminasi yang adekuat/sesuai
Mandiri
a.       Kaji pola sebelumnya dan bandingkan dengan pola yang sekarang

b. Letakkan tempat tidur dekat dengan kamar mandi jika memungkinkan. Buatkan tanda tertentu atau pintu berkode khusus. Berikan cahaya yang cukup terutama malam hari.
c.  Buat program latihan defekasi atau kandung kemih. Tingkatkan partisipasi pasien sesuai tingkat kemampuannya.
d.  Anjurkan untuk minum adekuat selama siang hari (paling sedikit 2 liter sesuai toleransi). Diet tinggi serat dan sari buah. Batasi minum saat menjelang malam dan waktu tidur.
e.  Pantau penampilan atau warna urine, catat konsistensi dari feses.


Kolaborasi
a. Berikan obat pelembek feses metamacil, gliserin suppositoria sesuai dengan indikasi.
Mandiri
a.  Memberikan informasi mengenai perubahan yang munkin selanjutnya memerlukan pengkajian atau intervensi
b.  Meningkatkan orientasi atau penemuan kamar mandi. Inkontinensia mungkin disertai ketidakmampuan untuk menemukan tempat berkemih atau defekasi.
c.  Menstimulasi kesadaran pasien, meningkatkan pengaturan fungsi tubuh.

d. Menurunkan resiko konstipasi atau dehidrasi. Pembatasan minum pada sore menjelang malam hari dapat menurunkan seringnya berkemih atau inkontinensia pada malam hari.
e. Pendeteksian memberikan kesempatan untuk mengubah intervensi, misalnya adanya konstipasi/infeksi kandung kemih dan sebagainya.
Kolaborasi
a. Mungkin diperlukan untuk memfasilitasi atau menstimulasi defekasi yang teratur
2.
Perubahan pola tidur berhubungan dengan perubahan pada sensori
























Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan perubahan pola tidur klien dapat teratasi dengan kriteria hasil :
-  Tidak terjadi perubahan tingkah laku dan penampilan (gelisah)
-  Mampu menciptakan pola tidur yang adekuat dengan penurunan terhadap pikiran yang melayang-layang (melamun)
-  Mampu menentukan penyebab tidur inadekuat





Mandiri
a.       Berikan lingkungan yang nyaman untuk meningkatkan tidur (mematikan lampu, ventilasi ruang adekuat, suhu yang sesuai. Menghindari kebisingan).

b. Anjurkan latihan saat siang hari dan turunkan aktivitas mental/fisik pada sore hari


c. Berikan makanan kecil sore hari, susu hangat, mandi, dan masase punggung
d. Turunkan jumlah minuman sore hari. Lakukan berkemih sebelum tidur
e. Anjurkan klien untuk mendengarkan  musik yang lembut

Kolaborasi
a. Berikan obat sesuai indikasi :
-  Antidepresi, seperti ;amitriptilin (elavil), doksepin (senequan), trasolon (desyrel)
-  Oksazepam (serax), triazolam (halcion)






b. Hindari penggunaan difenhidramin (benadryl)
Mandiri
a.Hambatan kortikal pada informasi reticular akan berkurang selama tidur, meningkatkan respons otomatik, karenanya respons kardiovaskular terhadap suara meningkat selama tidur
b.Aktivitas fisik dan mental yang lama mengakibatkan kelelahan yang dapat meningkatkan kebingungan , aktivitas yang terprogram tanpa stimulasi berlebihan meningkatkan waktu tidur
c.Meningkatkan relaksasi dengan perasaan mengantuk
d.Menurunkan kebutuhan akan bangun untuk berkemih selama malam hari
e.Menurunkan stimulasi sensori dengan menghambat suara lain dari lingkungan sekitar yang akan menghambat tidur.
Kolaborasi
a.  Efektif menangani pseudodemensia atau depresi, meningkatkan kemampuan untuk tidur, tetapi antikolinergik dapat mencetuskan bingung, memperburuk kognitif dan efek samping hipotensi ortostatik Gunakan dengan hemat, hipnotik dosis rendah efektif mengatasi insomnia

b.  Kontraindikasi karena mempengaruhi produksi assetilkolin yang sudah dihambat dalam otak.
3.
Kerusakan mobilitas fisik berhubungan penurunan tonus/kekuatan otot, kerusakan neuromuskuler
Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan klien mampu rentang gerak optimal dengan criteria hasil 
-  mempertahankan posisi dengan tak ada komplikasi (kontraktur, dekubitus)
-  mendemonstrasikan teknik/perilaku yang memungkinkan melakukan kembali aktifitas yang diinginkan
Mandiri
a. kaji kekuatan motorik atau kemampuan secara fungsional dengan menggunakan skala 0-5. Lakukan  pengkajian secara teratur dan bandingkan dengan nilai dasarnya.
b. Berikan posisi pasien yang menimbulkan rasa nyaman. Lakukan perubahan posisi dengan jadwal yang teratur sesuai kebutuhan secara individual.
c. Lakukan latihan rentang gerak pasif. Hindari latihan aktif selama fase akut.








Kolaborasi
a. Konfirmasikan dengan/rujuk kebagian terapi fisik/terapi okupasi
Mandiri
a.  menentukan perkembangan/munculnya kembali tanda yang menghambat tercapainya tujuan atau harapan pasien.


b.  menurunkan kelelahan meningkatkan relaksasi, menurunkan resiko terjadinya iskemia atau kerusakan pada kulit.

c.  menstimulasi sirkulasi, meningkatkan tonus otot dan meningkatkan mobilisasi sendi. Catatan:latihan yang dipaksakan dapat menimbulkan eksaserbasi gejala yang menyebabkan regresi fisiologis dan emosi. persendian juga dapat mengalami dislokasi sehingga otot mengalami flaksid secara total. Memaksimalkan tenaga dan mencegah kelelahan yang berlebihan.
Kolaborasi
a.bermanfaat dalam menciptakan kekuatan otot secara individual atau latihan terkondisi dan program  latihan berjalan dan mengidentifikasikan alat bantu atau brace untuk mempertahankan mobilisasi dan kemandirian dalam melakukan aktifitas sehari-hari

4.
Defisit perawatan diri berhubungan denganpenurunan kognitif, keterbatasan fisik.
Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan  terdapat perilaku peningkatan dalam pemenuhan perawatan diri dengan kriteria hasil:
-       klien tampak bersih dan segar
-       klien tidak pucat.
Mandiri
a.  Identifikasi kesulitan berpakaian/perawatan diri, seperti keterbatasan fisik; apatis/depresi atau temperatur ruangan.
b.  Identifikasi kebutuhan akan kebersihan diri dan berikan bantuan sesuai kebutuhan dengan perawatan rambut/kuku/kulit, bersihkan kacamata dan gosok gigi.
c.  Gabungkan kegiatan sehari-hari kedalam jadwal aktivitas jika mungkin.

d.  Kaji kemampuan dan tingkat itaspenurunan kemampuan ADL dalam skala 0 – 4.
e.  Rencanakan tindakan untuk defisit motorik seperti tempatkan makanan dan peralatan di dekat klien agar mampu sendiri mengambilnya.
f.  Kaji kemampuan komnikasi untuk BAK. Kemampuan menggunakan urinal pispot. Antarkan ke kamar mandi bila kondisi memungkinkan .
g. Identifikasi kebiasaan BAB . anjurkan minum dan meningkatkan aktivitas.
Kolaborasi :
a. Pemberian suppositoria dan pelumas faeces / pencahar.
b. Konsul ke dokter terapi okupasi.
Mandiri
a.Memahami penyebab yang mempengaruhi pilihan intervensi/ strategi.
b.Sesuai dengan perkembangan penyakit, kebutuhan akan kebersihan dasar mungkin dilupakan.
c.  Mempertahankan kebutuhan rutin dapat mencegah kebingungan yang semakin memburuk dan meningkatkan partisipasi pasien.
d. Membantu dalam mengantisipasi dan merencanakan pertemuan kebutuhan individual.
e.Klien akan mampu melakukan aktivitas sendiri untuk memenuhi perawatan dirinya.
f. Ketidakmampuan berkomunikasi dengan perawat dapat menimbulkan masalah pengososngan kandung kemih oleh karena masalah neurogenik.
g.      Meningkatkan latihan dan menolong mencegah konstipasi



Kolaborasi :
a.  Pertolongan utama terhadap fungsi bowell atau BAB
b.  Untuk mengembangkan terapi dan melengkapi kebutuhan khusus.
5.
Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan persepsi, transmisi atau integrasi sensori
Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan perubahan persepsi sensori klien dapat berkurang atau terkontrol dengan criteria hasil:
-   Mengalami penurunan halusinasi.
-   Mengembangkan strategi psikososial untuk mengurangi stress.
-   Mendemonstrasikan respons yang sesuai stimulasi.
Mandiri
a.Kembangkan lingkungan yang suportif dan hubungan perawat-klien yang terapeutik.
b.Bantu klien untuk memehami halusinasi.
c.Kaji derajat sensori atau gangguan persepsi dan bagaiman hal tersebut mempengaruhi klien termasuk penurunan penglihatan atau pendengaran.


d. Ajarkan strategi untuk mengurangi stress.
e. Ajak piknik sederhana, jalan-jalan kelilin rumah sakit. Pantau aktivitas.


f. Tingkatkan keseimbangan fisiologis dengan menggunakan bola lantai, tangan menari dengan disertai music.
g. Libatkan dalam aktivitas sesuai indikasi dengan keadaan tertentu, spt:terapi okupasi.
Mandiri
a. Meningkatkan kenyamanan dan menurunkan kecemasan pada klien.
b.Meningkatkan koping dan menurunkan halusinasi.
c. Keterlibatan otak memperlihatkan masalah yang bersifat asimetris menyebabkan klien kehilangan kemampuan pada salah astu sisi tubuh. Klien tidak dapat mengenali rasa lapar, haus, Penerima nyeri eksternal.
d.   Untuk menurunkan kebutuhan akan halusinasi.
e. piknik menunjukkan realitadan memberikan stimulasi sensori yang menurunkan perasaan curiga dan halusinasi yg disebabkan perasaan terkekang.
f. Menjaga mobilitas yang dapat menurunkan risiko terjadinya atrofi otot/ osteoporosis pada tulang.
g.Memberikan kesempatan terhadap stimulasi partisipasi dengan orang lain dan dapat mempertahankan beberapa tingkat dari interaksi sosial.
6.
Perubahan proses pikir berhubungan dengan  degenerasi neuron irreversibel
Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan gangguan proses pikir tidak bertambah buruk, dengankriteria hasil:
-  Klien mampu menginterpretasikan stimulus sedikit demi sedikit
-  Klien mampu mengakomodasikan sedikit demi sedikit suatu ide/perintah
- Klien mampu mengenali orang-orang terdekatnya, seperti nama keluarganya.
-  Klien mampu mengenali tempat-tempat disekitarnya, seperti alamat rumah.
-  Klien mampu mengenali waktu seperti pagi, siang, dan malam.
Mandiri
a. Kaji derajat gangguan kognitif, seperti perubahan orientasi terhadap orang, tempat waktu, rentang perhatian dan kemampuan berpikir
b.Pertahankan lingkungan yang menyenangkan dan tenang
c. Lakukan pendekatan dengan cara perlahan dan tenang
d. Tatap wajah ketika bercakap-cakap dengan pasien
e. Gunakan kata-kata yang pendek dan kalimat yang sederhana dan berikan instruksi sederhana. Ulangi instruksi tersebut sesuai dengan kebutuhan.
Kolaborasi
a.    Antisiklotik, seperti halopiridol (Haldol) ; tioridazin (Mallril)
b.    Vasodilator, seperti siklandelat (Cyclospasmol)

c.    Agen ansiolitik, seperti diazepam, lorazepam, oksazepam
Mandiri
a. Memberikan dasar untuk evaluasi/perbandingan yang akan datang dan mempengaruhi pilihan terhadap intervensi.
b.Keramaian biasanya merupakan sensori yang berlebihan yang meningkatkan gangguan neuron
c. Pendekatan yang terburu-buru dapat mengancam pasien bingung yang mengalami kesalahan persepsi.
d.Menimbulkan perhatian, terutama pada orang-orang dengan gangguan perceptual
e.Sesuai dengan berkembangnya penyakit, pusat komunikasi dalam otak mungkin saja terganggu.




Kolaborasi
a. Dapat digunakan untuk mengontrol agitasi, halusinasi.
b. Dapat meningkatkan kesadaran mental tetapi memerlukan penelitian lebih lanjut.
7.
Sindrom stress relokasi berhubungan dengan gangguan sensori, penurunan fungsi fisik
Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan klien dapat beradaptasi dengan perubahan aktivitas sehari- hari dan lingkungan dengan kriteria hasil :
-  mengidentifikasi perubahan
-  mampu beradaptasi pada perubahan lingkungan dan aktivitas kehidupan sehari-hari
-  cemas dan takut berkurang
-  membuat pernyataan yang psitif tentang lingkungan yang baru.
Mandiri
a.Jalin hubungan saling mendukung dengan klien.
b.Orientasikan pada lingkungan dan rutinitas baru.
c. Kaji tingkat stressor (penyesuaian diri, perkembangan, peran keluarga, akibat perubahan status kesehatan)
d.Tentukan jadwal aktivitas  yang wajar  dan masukan dalam kegiatan rutin.
e. Berikan penjelasan dan informasi yang menyenangkan mengenai kegiatan/ peristiwa.
f. Pertahankan keadaan tenang. Tempatkan dalam lingkungan tenang yang memberikan kesempatan untuk “beristirahat”
g.   Atasi tingkah laku agresif dengan pendekatan yamg tenang.
h.   Rujuk ke sumber pendukung perawatan diri.
Mandiri
a.Untuk membangan kepercayaan dan rasa nyaman.
b.Menurunkan kecemasan dan perasaan terganggu.
c.Untuk menentukan persepsi klien tentang kejadian dan tingkat serangan.

d. Konsistensi mengurangi kebingungan dan meningkatkan rasa kebersamaan.
e. Menurunkan ketegangan, mempertahankan rasa saling percaya, dan orientasi.
f.Menenangkan situasi dan memberi klien waktu untuk memperoleh  kendali terhadap prilaku dan emosinya.

g. Rasa diterima menurunkan rasa takut dan respon agresif.
h. Meningkatkan perasaan, dukungan selama penyesuaian
8.
Koping individu tidak efektif berhubungan dengan ketidakmampuan menyelesaikan masalah, perubahan intelektual
Setelah diberikan asuhan  keperawatan diharapkan koping individu menjadi efektif dengan kriteria hasil :
- Mampu menyatakan atau mengkomunikasikan dengan orang terdekat tentang situasi dan perubahan yang sedang terjadi
-  Mampu menyatakan penerimaan diri terhadap situasi
-  Mengakui dan menggabungkan perubahan ke dalam konsep diri dengan cara yang akurat tanpa haraga diri yang negatif
Mandiri
a. Kaji perubahan dari gangguan persepsi dan hubungan dengan derajat ketidakmampuan
b. Dukung kemampuan koping






c. Pernyataan pengakuan terhadap penolakan tubuh, mengingatkan kembali fakta kejadian tentang realitas bahwa masih dapat menggunakan sisi yang sakit dan belajar mengontrol sisi yang sehat
d.  Beri dukungan psikologis secara menyeluruh







e.   Bentuk program aktivitas pada keseluruhan hari












f.    Anjurkan orang yang terdekat untuk mengizinkan klien melakukan hal-hal untuk dirinya semaksimal mungkin

g.   Dukung perilaku atau usaha seperti peningkatan minat atau partisipasi dalam aktivitas rehabilitasi

h.Monitor gangguan tidur peningkatan konsentrasi, letargi, dan witdhrawal

Kolaborasi
a.Rujuk pada ahli neuropsikologi dan konseling bila ada indikasi
Mandiri
a. Menentukan bantuan individual dalam menyusun rencana perawatan atau pemilihan intervensi
b. Kepatuhan terhadap program latihan dan berjalan membantu memperlambat kemajuan penyakit. Dukungan dan sumber bantuan dapat diberikan melalui ketekunan berdoa dan penekanan keluar terhadap aktivitas dengan mepertahankan patisipasi aktif
c. Membantu klien untuk melihat bahwa perawat menerima kedua bagian sebagai bagian dari seluruh tubuh. Mengizinkan klien untuk merasakan adanya harapan dan mulai menerima situasi baru.


d.Klien Alzheimer sering merasa malu, apatis, tidak adekuat, bosan dan merasa sendiri. Perasaan ini dapat disebabkan akibat keadaan fisik yang lambat dan upaya yang besar dibutuhkan terhadap tugas-tugas kecil. Klien dibantu dan didukung untuk mencapai tujuan yang ditetapkan (seperti meningkatnya mobilitas)
e. Bentuk program aktivitas pada keseluruhan hari untuk mencegha waktu tidur yang terlalu banyak yang dapat mengarah padda tidak adanya keinginan dari apatis. Setiap upaya dibuat untuk mendukung klien keluar darii tugas-tugas yang termasuk koping dengan kebutuhan mereka setiap hari dan untuk membentuk klien mandiri. Apapun yang dilakukan hanya untuk keamanan sewaktu mencapai tujuan dengan meningkatnya kemampuan koping.
f. Menghidupkan kembali perasaan kemandirian dan membantu perkembangan harga diri serta mempengaruhi proses rehabilitasi.
g. Klien dapat beradaptasi terhadap perubahan dan pengertian tentang peran individu masa mendatang.

h. Dapat mengindikasikan terjadinya depresi  dimana memerlukan intervensi dan evaluasi lebih lanjut
Kolaborasi
a. Dapat memfasilitasi perubahan peran yang penting untuk perkembangan perasaan. Kerjasama fisioterapi, psikoterapi, terapi obat-obatan, dan dukungan partisipasi kelompok dapat menolong mengurangi depresi yang juga sering muncul pada kejadian ini.  
9.
Hambatankomunikasi verbal berhubungan denganperubahan intelektual (pikun, disorientasi, penurunan kemampuan mengatasi masalah)
Setelah diberikan asuhan keperawatan, diharapkan klien tidak mengalami hambatan komunikasi verbal dengan kriteria hasil :
Membuat teknik/metode komunikasi yang dapat dimengerti sesuai kebutuhan dan meningkatkan kemampuan berkomunikasi
Mandiri
a. Kaji kemampuan klien untuk berkomunikasi.
b. Menentukan cara-cara berkomunikasi seperti mempertahankan kontak mata, pertanyaan dengan jawaban ya atau tidak, menggunakan kertas dan pensil/bolpoint, gambar, atau papan tulis; bahasa isyarat, penjelas arti dari komunikasi yang disampaikan.
c. Letakkan bel/lampu panggilan di tempat mudah dijangkau dan berikan penjelasan cara menggunakannya. Jawab panggilan tersebut dengan segera. Penuhi kebutuhan klien. Katakan kepada klien bahwa perawat siap membantu jika dibutuhkan.
Kolaborasi
a.  Kolaborasi dengan ahli wicara bahasa.
Mandiri
a.Untuk menentukan tingkat kemampuan klien dalam berkomunikasi.
b.Untuk membantu proses berkomunikasi dengan klien, dan agar tidak terjadi miskomunikasi.




c.Untuk memudahkan klien dalam memanggil perawat saat membutuhkan bantuan.




Kolaborasi
a. Memberikan terapi bicara pada klien.
10.
Hambataninteraksi sosial berhubungan denganperubahan emosi (cepat marah, mudah tersinggung, kurang percaya diri)
Setelah diberikan Asuhan Keperawatan diharapkan klien mampu melakukan interaksi social, dengancriteria hasil :
-  klien mampu berinteraksi dengan orang disekitarnya dengan baik.
-  klien tidak memiliki rasa bermusuhan/ menyerang orang.
Mandiri
a. Beri individu hubungan suportif.

b. Bantu mengidentifikasi alternative tindakan.
c. Bantu menganalisis pendekatan yang berfungsi paling baik.
d. Gunakan pertanyaan dan observasi untuk mendorong individu dengan keterbatasan keterampilan interaksi

e. Bantu anggota keluarga dalam memahami dan memberi dukungan.
Mandiri
a. Agar individu terstimulasi untuk melakukan interaksi social.
b.Agar klien mampu mengidentifikasi tindakan yang baik.
c. Agar klien mampu melakukan interaksi dengan orang lain dengan baik.
d.Untuk merangsang klien untuk menjawab pertanyaan perawat secara tidak langsung menstimulasi klien untuk berinteraksi.
e. Dukungan keluarga sangat membantu dalam melakukan interaksi social.
11.
Risiko tinggi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan perubahan sensori, mudah lupa
Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan tidak terjadi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan dengan kriteria hasil :
-  Klien mendapat diet nutrisi yang seimbang
-  Mempertahankan/ mendapat kembali BB yang sesuai
-  Klien dapat mengubah pola asupan yang benar
Mandiri
a. Kaji pengetahuan klien/keluarga mengenai kebutuhan makan
b. Usahakan/ berikan bantuan dalam memilih menu
c. Berikan makanan kecil setiap jam sesuai kebutuhan
d. Hindari makanan yang terlalu panas

Kolaborasi
a. Rujuk atau konsultasikan dengan ahli gizi
Mandiri
a. Identifikasi kebutuhan untuk membantu perencanaan pendidikan
b. Klien tidak mampu menentukan pilihan kebutuhan nutrisi
c.Makan makanan kecil meningkatkan masukan yang sesuai
d.Makan panas mengakibatkan mulut terbakar atau menolak untuk makan
Kolaborasi
a. Bantuan diperlukan untuk mengembangkan keseimbangan diet dan menemukan kebutuhan / makan yang disukai
12.
Resiko trauma berhubungan dengan kelemahan, ketidakmampuan untuk mengenali/ mengidentifikasi bahaya dalam lingkungan
Setelah diberikan asuhan keperawatan jam diharapkan klien tidak mengalami trauma dengan kriteria hasil :
-  Keluarga mengenali resiko potensial di lingkungan dan mengidentifikasi tahap-tahap untuk memperbaikinya.
Mandiri
a. Kaji derajatkemampuan/kompetensi,munculnya tingkah laku yang impulsive dan penurunan persepsi-visual,bantu orang terdekat untuk mengidentifikasi resiko terjadinya bahaya yang mungkin timbul





b. Hilangkan /minimalkan sumber bahaya dalam lingkungan










c.      Alihkan perhatian pasien ketika perilaku teragitasi atau berbahaya,seperti keluar dari tenpat tidur dengan memanjat pagar tempat tidur tersebut.
d.     Berikan gelang identifikasi yang memperlihatkan nama,nomor telepon,dan diagnose,jangan memposisikan dekat pintu keluar untuk tangga







e.      Kenakan pakaian sesuai lingkungan fisik/kebutuhan individu







f. Lakukan pemantauan terhadap efek samping obat,tanda-tanda adanya takar lajak,seperti tanda ekstrapiramidal,hipotensi ortostatik,gangguan penglihatan,gangguan gastrointestinal.
g. Hindari penggunan restrain secara terus menerus. Berikan kesempatan orang terdekat tinggal bersama pasien selama periode agitasi akut.

h. Rekomendasi penggunaan kunci “child proof” untuk mengamankan obat,zat racun alat-alat tajam
Mandiri
a. Mengidentifikasi risiko potensial di lingkungan dan mempertinggi kesadaran sehingga pemberi asuhan lebih sadar akan bahaya. Pasien yang memperlihatkan tingkah laku impulsive menghadapi peningkatan resiko trauma kerena mereka murang mampu mengendalikan perilaku/kegiatannya sendiri. Penurunan persepsi visual meningkatkan risiko terjauh
b. Seseorang dengan gangguan kognitif dan gangguan persepsi merupakan awal untuk mengalami trauma sebagai akibat ketidakmampuan untuk bertanggung jawab terhadap kebutuhan keamanan yang dasar atau mengevaluasi keadaan tertentu,misalnya api dari kompor/rokok dan lupa akan hal tersebut,berusaha untuk makan buah dari plastic,salah menilai letak kursi dan tangga.
c.    Mempertahankan keamanan dengan menghindari konfrontasi yang dapat meningkatkan perilaku/meningkatkan risiko terjadinya trauma.

d.   Menfasilitasi keamanan untuk kembali jika hilang. Karena penurunan kemampouan verbal dan kebingungan,pasien mungkin tidak dapat menyebutkan alamat,nomor telepon dan sebagainya. Pasien mungkin ngeluyur dan ditangkap oleh polisi,yang memperlihatkan kebingungan,peka rangsang : mngkin mempunyai tingkah laku bermusuhan dan memperlihatkan kemiskinan pengambilan keputusan.
e.    Perlambatan proses metabolism secara umum mengakibatkan penurunan suhu tubuh. Hipotalamus dipengaruhi oleh proses penyakit yang menyebabkan seseorang merasa kedinginan. Pasien mungkin mengalami disorientasi mengenai cuaca dan mungkin ngeluyur keluar dalam keadaan dingin. Catatan : penyebab kematian  seringkali adalah pneumonia/kecelakaan.
f. Pasien mungkin tidak melaporkan tanda/gejala dan obat dapat dengan mudah menimbulkan kadar toksisitas pada lansia. Ukuran dosis/penggantian obat mungkin diperlukan untuk mengurangi gangguan.
g.Membahayan individu untuk melepaskan restrain tersebut secara parsial. Dapat meningkatkan agitasi dan timbul resiko fraktur pada pasien lansia (berhubungan dengan penurunan kalsium tulang)
h.Sesuai dengan memburyknya penyakit itu,pasien mungkin gugup terhadap benda/kunci atau meletakan benda-benda kecil dalam mulut yang sangat berpotensi terhadap trauma kecelakaan atau kematian.


DAFTAR RUJUKAN
Maramis, W.F. 1995. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga University Press.
Kaplan, I.H & Sadock, B.J. 1994. Buku Saku Psikiatri Klinik. Wiguna, I. M. (Ed). Japaries, W. (Alih Bahasa). Jakarta: Binarupa Aksara.

Aristi, A. 19 September 2012.  DEMENTIA%20PRESENILS/Let's%20Learn%20Together,%20Nurse%20%20ASUHAN%20KEPERAWATAN%20GERONTIK%20ALZHEIMER.html di akses 11 Desember 2013.

0 komentar:

Posting Komentar

 

SHARE D' MOMENT Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review