Senin, 08 Desember 2014

LAPORAN PENDAHULUAN EPILEPSI

Diposting oleh Unknown di 20.56
KONSEP DASAR MEDIS
PADA EPILEPSI
1.    DEFINISI
Epilepsi ialah Gangguan kronik otak dengan ciri timbulnya gejala-gejala yang datang dalam serangan-serangan(gejala timbul dan hilang secara tiba-tiba), berulang-ulang yang disebabkan lepas muatan listrik abnormal sel-sel saraf otak, yang bersifat reversible dengan berbagai etiologi. (Mansjoer, 2000:27)

2.    ETIOLOGI
1.Idiopatik: Epilepsi pada anak sebagian besar merupakan epilepsi idiopatik.
2.Faktor herediter: ada beberapa penyakit yang bersifat herediter yang disertai bangkitan kejang seperti sklerosis tuberosa, neurofibromatosis, angiomatosis ensefalotrigeminal, fenilketonuria, hipoparatiroidisme, hipoglikemia.
3.Faktor genetik; pada kejang demam & breath holding spells.
4.Kelainan konginetal otak; atrofi, porensefali, agenesis korpus kalosum.
5.Gangguan metabolik; hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia, hipernatremia.
6.Infeksi; radang yang disebabkan oleh bakteri/virus pada otak dan selaputnya, toksoplasmosis.
7.Trauma; kontusio serebri, hematoma subarakhnoid, hematoma subdural.
8.Neoplasma otak dan selaputnya.
9.Kelainan pembuluh darah, malformasi, penyakit kolagen
10.Keracunan; Timbal(Pb), kamper(kapur barus), fenotiazin, air
11.Lain-lain; penyakit darah, gangguan keseimbangan hormon, degenerasi serebral,dll.

Faktor Presipitasi: Faktor yg mempermudah terjadinya serangan
1.      Faktor sensoris: cahaya yg berkedip-kedip, buny-bunyian yg mengejutkan, air panas.
2.      Faktor sistemis: demam, penyakit infeksi, obat-obat tertentu(gol fenotiazin, klorpromid, hipoglikemia, kelelahan fisik)
3.      Faktor mental: stress, gangguan emosi
Dipicu oleh perangsangan sebagian besar neuron secara berlebihan, spontan, dan sinkronàsehingga menyebabkan aktivasi fungsi motorik(kejang), sensorik(kesan sensorik), otonom(ex:salivasi), /fungsi kompleks(kognitif, emosional) secara lokal/umum.
3.    PATOFISIOLOGI
Epilepsi terjadi karena menurunnya potensial membran sel saraf akibat proses patologik dalam otak, gaya mekanik/toksik, yang selanjutnya menyebabkan terlepasnya muatan listrik dari sel syaraf tersebut.
Beberapa penyidikan menunjukan peranan asetilkolin sebagian zat yang merendahkan potensial membran postsinaptik dalam hal terlepasnya muatan listrik yang terjadi sewaktu-waktu saja sehingga manifestasi klinisnya muncul sewaktu-waktu. Bila asetilkolon sudah cukup tertimbun di permukaan otak, maka pelepasan muatan listrik sel-sel syaraf kortikal dipermudah. Asetilkolin diproduksi oleh sel-sel syaraf kolinergik dan merembes keluar dari permukaan otak. Pada kesadaran awas-waspada lebih banyak asetilkolin yang merembes keluar dari permukaan otak daripada selama tidur. Pada jejas otak lebih banyak asetilkolin, daripada dalam otak sehat. Pada tumor serebri/adanya sikatrik setempat pada permukaan otak sebagai gejala sisa dari meningitis, ensefalitis, kontusio serebri/trauma lahir, dapat terjadi penimbunan setempat dari asetilkolin. Oleh karena itu pada tempat itu akan terjadi lepas muatan listrik sel-sel syaraf. Penimbunan asetilkolin setempat harus mencapai konsentrasi tertentu untuk dapat merendahkan potensial membran sehingga lepas muatan listrik dapat terjadi. Hal ini merupakan mekanis epilepsi fokal yang biasanya simtomatik.
Pada epilepsi idiopatik, tipe grand mal , secara primer muatan listrik dilepaskan oleh nuklei intralaminares talami, yang dikenal juga sebagai inti centrephalic. Inti ini merupakan terminal dari lintasan asenden aspesifik atau lintasan asendens ekstralemsnikal. Input dari korteks serebri melalui lintasan aferen spesifik itu menentukan derajat kesadaran. Bilamana sama sekali tidak ada input maka timbullah koma. Pada grandmal, oleh karena sebab yang belum dapat dipastikan, terjadilah lepas muatan listrik dari inti-inti intralaminar talamik secara berlebih. Perangsangan talamokortikal yang berlebihan ini menghasilkan kejang seluruh tubuh dan sekaligus menghalangi sel-sel syaraf yang memelihara kesadaran untuk  menerima impuls aferen dari dunia luar sehingga kesadaran hilang.
Hasil penelitian menunjukan bahwa bagian dari substansia retikularis di bagian rostral dari mensenfalon yang dapat melakukan blokade sejenak terhadap inti-inti intralaminar talamik sehingga kesadaran hilang sejenak tanpa disertai kejang- kejang pada otot skeletal, yang dikenal sebagai petit mal.

4.    MANIFESTASI KLINIS
Menurut Commision of Classification and Terminology of the International League againts Epilepsi (ILAE) tahun 1981, Klasifikasi epilepsi sebagai berikut;
1.Bangkitan parsial (fokal,lokal)
A. Bangkitan parsial sederhana; bangkitan parsial dg kesadarn tetap
normal
      1. Gejala motorik
         a.Fokal motorik tidak menjalar; bangkitan terbatas pada satu bagian
            tubuh saja.
         b.Fokal motorik menjalar; bangkitan dimulsi dsri satu bagian tuuh
dan menjalar.
         c.Versif; bangkitan disertai gerakan memutar kepala, mata, tubuh.
         d. Postural; bangkitan disertai dengan lengan/tungkai kaku dalam
sikap tertentu.
         e.Disertai gangguan fonasi; bangkitan disertai arus bicara yang
            terhenti/pasien mengeluarkan bunyi-bunyi tertentu.
      2.Gejala somatosensoris/sensoris spesial; Bangkitan disertai halusinasi
         sederhana yang mengenai kelima panca indra & bangkitan yang
         disertai vertigo.
         a.Somatosensoris; timbul rasa kesemutan/seperti ditisuk-tusuk jarum.
         b.visual terlihat cahaya.
         c.auditoris: terdengar sesuatu
         d.olfaktoris; terhidu sesuatu
         e.gustatoris: tekecap sesuatu
         f. disertai vertigo
      3.Dengan gejala /tanda gangguan syaraf otonom (sensasi epigastrium,
         Pucat, berkeringat, membera, piloereksi, dilatasi pupil)
      4.Dengan gejala psikis (gangguan fungsi psikis)
         a.disfasia; gangguan bicara misalnya mengulang suatu suku kata,
            kata/bagian kalimat.
         b.dismnesia; gangguan proses ingatan misalnya merasa seperti sudah
            mengalami, mendengar, melihat, atau sebaliknya tidak pernah
            mengalami.mendengar, melihat, mengetahui sesuatu. Mungkin
            mendadak mengingat suatu peristiwa, di masa lalu, merasa seperti
            melihatnya lagi.
         c. kognitif; gangguan orientasi waktu, merasa diri berubah
         d.afektif; merasa sangat senang, susah, marah, takut
         e.ilusi; perubahan persepsi benda yang dilihat tampak lebih kecil
            atau lebih besar.
         f.halusinasi kompleks(berstrukstur); mendengar ada yang bicara,
            musik,
   B.Bangkitan parsial kompleks (disertai gangguan kesadaran.)
      1.Serangan parsial sederhana diikuti gangguan kesadaran; kesadaran
         mula-mula baik kemudian baru menurun.
         a.Dengan gejala parsial sederhana A1-A4; gejala-gejala seperti pada
            golongan A1-A4 diikuti dengan menurunnya kesadaran.
         b.Dengan automatisme. Automatisme yaitu gerakan-gerakan,
            perilaku yang timbul dengan sendirinya, misalnya gerakan
           mengunyah-ngunyah, menelan-nelan, wajah muka berubah
           seringkali seperti ketakutan, menata-nata sesuatu, memegang
           megang kancing baju, berjalan, mengembara tak menentu,
           berbicara, dll.
      2.Dengan penurunan kesadaran sejak serangan; kesadaran menurun
         sejak permulaan serangan.
a.       Hanya dengan penurunan kesadaran
b.      Dengan automatisme
            C. Bangkitan parsial yang berkembang menjadi bangkitan umum
                 (tonik-klonik, tonik, klonik)
         II. Bangkitan umum (konvulsif/nonkonvulsif)
            A.1.Bangkitan Lena(Absence)
                  Pada bangkitan ini, kegiatan sedang dikerjakan terhenti, muka tampak
                  membengong, bola mata dapat memutar ke atas, tak ada reaksi bila
                 diajak bicara.
                 Biasanya bangkitan ini berlangsung selama ¼-1/2 menit dan biasanya
                dijumpai pada anak.
a.       Hanya penurunan kesadaran.
b.      Dengan komponen klonik ringan. Gerakan klonis ringan biasanya dijumpai pada kelopak mata atas, sudut mulut, /otot-otot lainnya bilateral.
c.       Dengan komponen atonik, Pada bangkitan ini, dijumpai otot-otot leher, lengan. Tangan tubuh mendadak melemas sehingga tampak mengulai
d.       Dengan komponen tonik. Pada bangkitan ini, dijumpai otot-otot ekstremitas, leher/punggung mendadak mengejang, kepala badan, menjadi melengkung kebelakang, lengan dapat mengetul/mengedang
e.       Dengan automatisme
f.       Dengan komponen autonom
(b hingga f dapat tersendiri/kombinasi)
            2.Lena tak khas (atypical absence)
               Dapat disertai:
a.       Gangguan tonus yang lebih jelas
b.      Permulaan & berakhirnya bangkitan tidak mendadak
        B. Bangkitan mioklonik
            Pada bangkitan mioklonik terjadi kontraksi mendadak, sebentar, dapat
            kuat/lemah sebagian otot/semua otot-otot, sekali/berulang-ulang.
            Bangkitan ini dapat dijumpai pada semua umur.
        C.Bangkitan Klonik
           Pada bangkitan ini tidak ada komponen tonik, hanya terjadi kejang kelojot.
           Dijumpai terutama sekali pada anak
       D.Bangkitan tonik
          Pada bangkitan ini tidak ada komponen klonik. Otot-otot hanya menjadi kaku,
          juga terdapat pada anak.
      E.Bangkitan Tonik-klonik
         Bangkitan ini sering dijumpai pada umur di atas balita yang terkenan dengan
         nama grand mal. Serangan dapat diawali dg aura yaitu tanda-tanda yang
         mendahului suatu bangkitan. Pasien mendadak jatuh pingsan, otot-otot seluruh
         badan kaku. Kejang kaku berlangsung kira-kira ¼-1/2 menit diikuti kejang
         kelojot di seluruh badan. Bangkitan ini biasanya berhenti sendiri. Tarikan
       napas menjadi dalam beberapa saat lamanya. Bila pembentukan ludah ketika
       kejang meningkat, mulu menjadi berbusa karena hembusan napas Mungkin
       pula pasien kencing ketika mendapat serangan. Setelah kejang berhenti pasien
      tidur beberapa lamanya, Dapat pula bangun dg kesadaran yang masih rendah,
      langsung menjadi sadar dengan keluhan badan pegal-pegal, lelah,nyerikepala.
    F.Bangkitan atonik
       Pada keadaan ini otot-otot seluruh badan  mendadak melemas sehingga
       pasien terjatuh. Kesadaran dapat tetap baik/menurun sebentar. Bangkitan ini
       terutama sekali dijumpai pada anak.
III. Bangkitan Tak Tergolongkian
      Termasuk golongan ini adalah bangkitan pada bayi berupa gerakan bola mata
      yang ritmik, mengunyah-ngunyah, gerakan seperti berenang, menggigil,
     /pernapasan yang mendadak berhenti sebentar.

5.    PEMERIKSAAN PENUNJANG
Elektroensefalografi(EEG), pemeriksaan penunjang yang informatif yang dapat memastikan diagnosis epilepsi, bila ditemukan EEG yang bersifat khas epileptik baik terekan saat seranga maupun di luar serangan berupa gelombang runcing, gelombang paku, runcing lambat, paku lambat.
            Pemeriksaan lain:Pemeriksaan foto polos kepala(mendeteksi adanya fraktur tulang tengkorak); CT-scan (mendeteksi infark, hematom, tumor, hidrosefalus); Pemeriksaan Lab(Memastikan adanya kelainan sistemik, ex: hipoglikemi, hiponatremia,uremia,dll)

6.    DIAGNOSIS BANDING
Sinkop, gangguan jantung, gangguan sepintas peredaran darah otak, hipoglikemia, keracunan, breath holding spells, histeria, narkolepsi, pavor nokturnus, paralisis tidur migren
7.    PENCEGAHAN
Hindari factor presipitasi diatas.s
8.    PENATALAKSANAAN
Tujuan pengobatan: mencegah timbulnya bangkitan tanpa mengganggu kapasitas fisik&intelek pasien. Pengobatan epilepsi meliputi Pengobatan medikamentosa&pengobatan psikososial.

Pengobatan Medikamentosa
Pada epilepsi yang simptomatis , bangkitan yang timbul adalah manifestasi. Penyebabnya seperti tumor otak, radang otak gangguan metabolik, mata disamping pemberian obat anti-epilepsi diperlukan juga terapi kausal, Prinsip dasar yang harus dikembangkan:
1.      Pada bangkitan yg sangat jarang & dapat dihilangkan faktor pencetusnya, pemberian obat yang harus dipertimbangkan.
2.      Pengobatan diberikan setelah diagnosis ditegakkan; ini berarti pasien mengalami lebih dari dua kali bangkitan y6g sama.
3.      Obat yang diberikan sesuai dengan jenis bangkitan
4.      Sebaiknya menggunakan monoterapi karena karena dengan cara ini toksisitas akan berkurang, mempermudah pemantauan & menghindari interaksi obat.
5.      Dosis obat yang disesuaikan secara individual.
6.      Evaluasi hasilnya:
Bila gagal dalam pengobatan, cari penyebabnya:
·         Salah etiologi:kelainan metabolisme, neoplasma yang tidak terdeteksi, adanya penyakit degenerasis susunan saraf pusat.
·         Pemberian obat anti-epilepsi yang kurang tepat.
·         Kurang penerangan; menelan obat tidak teratur
·         Faktor emosional sebagai pencetus
·         Termasuk intrctable epilepsy
7.      Pengobatan
Pengobatan dihentikan setelah bangkitan hilang minimal 2-3 tahun. Pengobatan dihentikan secara berangsur dengan menurunkan dosiskan
Bangkitan
Jenis obat
Fokal/parsial

Sederhana
CBZ, PB, PHT
Hompleks
CBZ, PB, PHT, Val
Tonik-klonok umum sekarang
CBZ, PB, PHT, Val
Umum

Tonik klonik
CBZ, PB, PHT,Val
Mioklonik
CLON, Val
Absesns/petitmal
CLON, Val
CBZ=Karbamazepin                                 PHT: fenitoin
CLON: Klonazepam                                             PB:Venobarbital
Val: Asam valproat
Dosis obat anti epilepsi&konsentari dalam plasma
Jenis obat
Dosis
(mg/kgBB/hari)
Cara pemberian
Konsentrasi dalam plasma (Ug/mm3)
Fenobarbital
1-5
1x/hari
20-40
Fenitoin
4-20
1-2x/hari
10-20
Karbamezepin
4-20
3x/hari
4-10
Asam Valproat
10-60
3x/hari
50-100
Klonazepam
0,05-0,2
3x/hari
10-80
Diazepam
0,05-0,015
0,4-0,6
IV
Per rektal
0,3-0,7
           
Pengobatan Psikososial
 Pasien diberi penjelasan bahwa dengan pengobatan optimal sebagian besar akan terbebas dari bangkitan. Pasien harus patuh dalam menjalani pengobatannya, sehingga dapat terbebas dari bangkitan dan dapat belajar, bekerja, bermasyarakat secara normal.

9.     PROGNOSIS
Pasien epilepsi yang berobat teratur, 1/3 akan bebas serangan paling sedikit 2 tahun, dan bila lebih dari 5 tahun sesudah serangan terakhir obat dihentikan pasien tidak mengalami bangkitan lagi, dikatakan telah mengalami remisi. Diperkirakan 30% pasien tidak akan mengalami remisi meskipun minum obat dg teratur.
      Sesudah remisi, kemungkinan munculnya serangan ulang paling sering disapat pada bangkitan tonik-klonik dan bangkitan parsial kompleks. Demikian pula usia muda lebih mudah mengalami relaps sesudah remisi.

10.             KOMPLIKASI
Status Epileptikus adalah aktivitas kejang yang berlangsung terus menerus lebih dari 30 menit tanpa pulihnya kesadaran. Status mengancam adalah serangan kedua yang terjadi dalam waktu 30 menit tanpa pulihnya kesadaran anti serangan.
             

KONSEP KEPERAWATAN
PADA EPILEPSI

1.     PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Perawat memperoleh informasi mengenai riwayat kejang.
Klien ditanya mengenai faktor/event yang mungkin dapat memicu terjadinya kejang.
Perawat mendokumentasikan adanya konsumsi alkohol/tidak.
Perawat menentukan bila klien memilki aura (premonitor atau sebuah sensasi peringatan) sebelum kejang epileptic , yang mungkin dapat  mengindikasikan asal kejang (ex: melihat sorot lampu mengindikasikan asal kejang pada lobus oksipital.)
Observasi selama dan setelah kejang, Bantu mengidentifikasi jenis kejang dan penatalaksanaanya.
            Mengkaji efek epilepsi pada gaya hidup pasien (Buelow, 2001). Hal apa yang dapat memperberat kejang? Apakah klien memiliki program rekreasi? Kontrak sosial? Apakah klien bekerja, Apakah klien memiliki pengalaman positif / penuh stress? Apakah mekanisme koping yang digunakan?

2.     DIAGNOSIS KEPERAWATAN
·       Risiko Injury berhubungan dengan aktivitas kejang
·       Ketakutan berhubungan dengan  kemungkinan kejang
·       Ketidakefektifan koping individu berhubungan dengan stress yang dibebankan oleh epilepsy.
·       Kurang pengetahuan berhubungan dengan epilepsi dan kontrol diri.
Masalah Kolaboratif / Komplikasi yang Berpotensial timbul
v  Status epileptikus

3.     INTERVENSI KEPERAWATAN
Tujuan Utama untuk pasien termasuk Pencegahan injury; Kontrol kejang, Menghasilkan kepuasan penyesuaian diri, Psychosocial; Memperoleh pengetahuan dan pemahaman tentang kondisi dan komplikasi.
            Intervensi Keperawatan
A.    Pencegahan Injury
Pencegahan injury untuk pasien kejang merupakan PRIORITAS. Bila terdapat risiko injury(bergantung pada type kejang),
·         Pasien seharusnya di tempatkan pada lantai.
·         Jauhkan Pasien dari benda-benda tajam sekitar pasien.
·          Pasien seharusnya tidak boleh diubah posisinya.
·          Jangan memasukan benda apapun dalam mulut klien saat kejang terjadi.
·         Tindakan pencegahan pasien kejang, seharusnya menyediakan bantalan yang diaplikasikan pada pagar bed klien.  
B.     Menurunan Ketakutan saat Kejang
Kerjasama antara klien dan keluarga dan kepercayaan mereka dalam mengontrol konsumsi obat merupakan hal yang essential untuk mengontrol kejang (Schacheter, 2001).
Identifikasi faktor pencetus: ex: gangguan emosional stressor lingkungan yang baru, awal menstruasi pada klien perempuan, demam(Greenberg,2001). Klien diberi motivasi untuk melakukan gaya hidup sehari-hari, makanan (mencegah stimulasi yang berlebihan), latihan, dan istirahat (kesulitan tidur faktor rendah yang dapat memicu awal kejang). Aktivitas sedang merupakan terapi, namun latihan yang berlebihan harus dicegah.
Photic stimulation (sorot lampu yang terang, tampilan televisi) mungkin memicu kejangàTindakan preventiv:Memakai kacamata gelap/menutup mata. Status tekanan (Kecemasan, frustasi) membangkitkan kejang pada beberapa pasien. Menggolongkan management strees menurut nilai. Karena kejang terjadik dg adanya intak ealkohol, mencegah konsumsi alkohol.
C.    Meningkatkan Mekanisme Koping
Epilepsi mungkin diiikuti oleh perasaan stigmatisasi, alienation(rasa benci), depressi, dan rasa ketidakpastian. Klien harus menangani ketakutan terhadap kejang dengan konstan dan konsekwensinya(Buelow, 2001).
Anak-anak dengan epilepsi mungkin dikucilkan oleh lingkungan sekitar. Hal ini menjadi masalah yang berlanjut selama masa remaja. Sebagai hasilnya, banyak orang dengan epilepsi memiliki masalah psikologis dan masalah tingkah laku.
Konseling dapat membantu individu dan keluarga  untuk memahami kondisi dan keterbatasan klien. Sosial dan kesempatan rekreasi adalah penting untuk kesehatan mental pasien dg epilepsi. Perawat dapat meningkatkan kualitas hidup pasien dg epilepsi melalui edukasi klien dan keluarganya mengenai gejala dan penanganan epilepsi(Rice,2000).   
D.    Memberi Edukasi pada Pasien dan Keluarga
Seseorang  yang pernah kejang memilki potensial kejang dan memilki rasa malu. Hal ini mungkin menghasilkan rasa cemas, depresi, kebencian, dan kerahasiaan pada penderita dan keluarganya. Edukasi berkelanjutan dan kata-kata motivasi seharusnya diberikan pada paien untuk mengurangi perasaan-perasaan diatas. Pasien dan keluarganya perlu diberikan edukasi mengenai pengobatan dan perawata selama kejang.


E.     Memonitor dan Mengatur Komplikasi yang Berpotensial
Status epilepticus merupakan komplikasi mayor. Komplikasi lainnya adalah keracunan pengobatan. Pasien dan keluarganya diinstruksikan mengenai efek samping dan diberikan pengarahan yang spesifik untuk mengkaji dan melaporkan tanda dan gejala yang mengindikasikan bahwa terjadi overdosis obat. Banyak pengobatan antikejang yang membutuhkan monitoring dosis.
F.     Meningkatkan Perawatan Rumah dan Komunitas
Mengajarkan Klien Perawatan Diri
      Oral Hyegiene setelah makan, untuk mencegah Gingival hyperplasia pada klien yang menerima pengobatan Phenyntoin(Dilantin). Bantu klien untuk mengajarkan perawatan diri.
Perawatan Lanjutan
Karena epilepsi merupakan gangguan jangka panjang, hal ini membutuhkan pengobatan yang cukup mahal yang mungkin dapat menimbulkan beban finansial.
4.     IMPLEMENTASI
Sesuai intervensi diatas.
5.     EVALUASI KEPERAWATAN
Kriteria Hasil:
1.      Menahan tidak adanya injury selama aktivitas kejang.
a.Mematuhi pengobatan, mengontrol dengan ketat dan mengenali bahaya menghentikan konsumsi obat.
b.Pasien & keluarga dapat mengetahui perawatan yang tepat selama  serangan kejang.
2.      Memperlihatkan penurunan ketakutan
3.      Memenuhi koping individu yang efektif.
4.      Memperlihatkan pengetahuan dan pemahaman mengenai epilepsi
a.       Mengidentifikasi efek samping pengobatan
b.      Mencegah faktor / situasi yang dapat mencetuskan kejang. (sorot lampu, hyperventilasi, alkohol)
c.       Membiasakan gaya hidup sehat melalui tidur yang adekuat dan makan makanan dengan waktu teratur untuk mencegah hypoglikemia.
5.      Tidak terjadi komplikasi

DAFTAR RUJUKAN:
Mansjoer, A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media
Aesculapius
Brunner and Suddarth’s. Medical Surgycal Nursing. (Textbook)
Diagnosis Keperawatan NANDA 2012—2014
Videbeck, S.L. Psychiatric Mental Health Nursing.(Textbook)
Kartini-kartono. 1986. Pathologi sosial3 Gangguan-Gangguan
Kejiwaan. Jakarta: CV rajawali.
Kaplan, H.I & Sadock, B.J. 1994. Psikiatri Klinik. Jakarta: Binarupa Aksara
Copel, L.C. 2007. Kesehatan Jiwa dan Psikiatri. Jakarta: EGC


0 komentar:

Posting Komentar

 

SHARE D' MOMENT Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review