A. Pengertian
Skizofrenia adalah gangguan jiwa
yang parah dan sulit ditangani. Penderita skizofrenia tidak dapat disembuhkan
secara total, dalam arti halusinasi dan delusi tidak dapat hilang total, karena
tanpa pengobatan yang terus-menerus dan dukungan dari lingkungan, maka
gejala-gejala skizofrenia dapat kembali muncul saat individu berada dalam
tekanan atau mengalami stres. Intervensi sejak dini merupakan hal yang sangat
penting dan bermanfaat dalam penanganan skizofrenia demi mencegah perkembangan
gangguan ke arah yang semakin parah.
Skizofreni simpleks adalah salah
satu dari skizofreni. Skizofreni simpleks simpom utamanya adalah apatis, yaitu
seolah-olah tidak memiliki kepentinganuntuk diri sendiri. Bahkan, sering harus
diberikan pengertian tentang hal-hal yangmenjadi kebutuhannya. Penderita
biasanya berkeinginan untuk berbaring, malas-malasan, jorok, tidur-tiduran,
jarang mandi, motorik lambat,dan jarang bicara.
Skizofreni simpleks sering timbul
pertama kali pada usia pubertas. Gangguan proses berfikir sukar ditemukan,
waham dan halusinasi jarang didapat, jenis ini timbulnya perlahan-lahan.
B. Etiologi
·
Biologis
Abnormalitas otak yang menyebabkan
respons neurobiologik yang maladaptive yang baru mulai dipahami. Hal ini termasuk
:
a. Lesi
pada area frontal, temporal dan limbic paling berhubungan dengan perilaku
psikotik
b. Dopamine
neurotransmitter yang berlebihan. Ketidakseimbangan antara dopamine dan
neurotransmitter lain. Masalah pada system reseptor dopamine.
Menurut penelitian, anak kembar
identik yang dibesarkan terpisah mempunyai angka kejadian yang tinggi. Karena
mengena psikologi si anak dan perlakuan yang berbeda.
·
Psikososial
1) Teori Psikoanalitik
1) Teori Psikoanalitik
Teori psikoanalitik mengemukakan bahwa gejala skizofrenia mempunyai arti simbolik bagi pasien individual. Misalnya, fantasi tentang dunia akan berakhir mungkin menyatakan suatu perasaan bahwa dunia internal seseorang telah mengalami kerusakan. Perasaan kebesaran dapat mencerminkan narsisme yang direaktivasi dimana orang percaya bahw amereka adalah maha kuasa.
2) Teori Psikodinamik
Dasar dari teori dinamia adalah untuk mengerti dinamika pasien dan untuk mengerti makna simbolik dari gejala. Teori ini menganggap bahwa hipersensitivitas terhadap stimuli persepsi yang didasarkansecara kontitusional sebagai suatu defisit. Pendekatan psikodinamika berdasar bahwa gejala psikotik punya arti pada skizofrenia.
·
Sosiobudaya
Lebih banyak penderita ini memiliki
status social rendah. Masyarakat yang memiliki status social tinggi prevelensi skizofreni
lebih rendah daripada yang berstatus rendah.
·
Stressor pencetus
a. Biologis
b. Stress
lingkungan
c. Pemicu
gejala
·
Umur dan jenis kelamin
Laki-laki dan perempuan, kedua
jenis kelamin ini menunjukkan permulaan dan perjalanan penyakitnya. Laki-laki
mempunyai permulaan penyakit ini lebih cepat daripada perempuan. Skizofreni
simpleks ini sering muncul saat usia pubertas.
C. Patologi
Skizofreni
simpleks adalah suatu diagnostic yang sulit dibuat secara pasti, karena
tergantung pada pemestian yang berjalan secara perlahan, progresif dari gejala
negative yang khas, tanpa riwayat halusinasi, waham, atau manifestasi lain
tanpa adanya suatu episode psikotik sebelumnya serta disertai perubahan
perilaku yang bermakna yang bermanifestasi sebagai kehilangan minat yang mencolok,
kemalasan dan penarikan diri secara social.
D. Manifestasi
klinis
1. Ingatan
·
Pelupa
·
Tidak berminat
·
Kurang patuh
2. Perhatian
·
Kesulitan menyelesaikan
tugas
·
Kesulitan
berkonsentrasi pada tugas
3. Bentuk
dan isi pembicaraan
·
Kesulitan
menkomunikasikan pikiran dan perasaan
4. Pengambilan
keputusan
·
Kesulitan melakukan dan
menjalankan aktivitas
·
Pikiran konkrit :
o
Ketidakmampuan untuk
menjalankan perintah multiple
o
Masalah dalam
pengelolaan waktu
o
Kesulitan mengelola
keuangan
o
Penafsiran kata-kata
dan symbol secara harfiah
5. Isi
pikir
Delusi :
E. Penatalaksanaan
Skizofreni
simpleks termasuk penyakit yang cenderung berlanjut (kronis) maka terapi yang
digunakan memerlukan waktu yang lama.
1.
Pemberian obat-obatan
Obat neuroleptika selalu diberikan,
kecuali obat-obat ini terkontraindikasi, karena 75% penderita
skizofrenia memperoleh perbaikan dengan obat-obat neuroleptika.
Kontraindikasi meliputi neuroleptika yang sangat antikolinergik seperti
klorpromazin, molindone, dan thioridazine pada penderita dengan hipertrofi
prostate atau glaucoma sudut tertutup. Antara sepertiga hingga separuh
penderita skizofrenia dapat membaik dengan lithium. Namun, karena lithium belum
terbukti lebih baik dari neuroleptika, penggunaannya disarankan sebatas obat
penopang. Meskipun terapi elektrokonvulsif (ECT) lebih rendah dibanding dengan
neuroleptika bila dipakai sendirian, penambahan terapi ini pada regimen
neuroleptika menguntungkan beberapa penderita skizofrenia.
2.
Pendekatan Psikologi
Hal yang penting dilakukan
adalah intervensi psikososial. Hal ini dilakukan dengan menurunkan
stressor lingkungan atau mempertinggi kemampuan penderita untuk mengatasinya,
dan adanya dukungan sosial. Intervensi psikososial diyakini berdampak baik pada
angka relaps dan kualitas hidup penderita. Intervensi berpusat pada keluarga
hendaknya tidak diupayakan untuk mendorong eksplorasi atau ekspresi
perasaan-perasaan, atau mempertinggi kewaspadaan impuls-impuls atau motivasi
bawah sadar.
Tujuannya adalah:
1. Pendidikan pasien dan keluarga
tentang sifat-sifat gangguan skizofrenia.
2. Mengurangi rasa bersalah penderita
atas timbulnya penyakit ini. Bantu penderita memandang bahwa skizofrenia
adalah gangguan otak.
3. Mempertinggi toleransi keluarga akan
perilaku disfungsional yang tidak berbahaya. Kecaman dari keluarga
dapat berkaitan erat dengan relaps.
4. Mengurangi keterlibatan orang tua
dalam kehidupan emosional penderita.Keterlibatan yang berlebihan juga dapat
meningkatkan resiko relaps.
5. Mengidentifikasi perilaku
problematik pada penderita dan anggota keluarga lainnya dan memperjelas pedoman
bagi penderita dan keluarga.
3. Psikoterapi
Merupakan
terapi kejiwaan yang harus diberikan apabila penderita telah diberikan
psikofarmaka dan telah mencapai tahapan di mana kemampuan menilai realistis
sudah kembali pulih dan pemahaman diri sudah baik. Psikoterapi ini
bermacam-macam bentuknya antara lain :
a. Psikoterapi suportif, dimaksudkan
untuk memberikan dorongan, semnangat dan motivasi agar penderita tidak merasa
putus asa.
b. Psikoterapi re-edukatif, dimaksudkan
untuk memberikan pendidikan ulang yang yang maksudnya memperbaiki kesalahan
pendidikan di waktu lalu.
c. Psikoterapi rekonstruktif,
dimaksudkan untuk memperbaiki kembali kepribadian yang telah mengalami
keretakan menjadi kepribadian utuh seperti semula sebelum sakit.
d. Psikoterapi kognitif, dimaksudkan
untuk memulihkan kembali fungsi kognitif rasional sehingga penderita mampu
membedakan nilai-nilai moral etika, mana yang baik dan buruk, mana yang bolrh
dan tidak boleh, dsb.
e. Psikoterapi perilaku, dimaksudkan
untuk memulihkan gangguan perilaku yang terganggu menjadi perilaku yang mampu
menyesuaikan diri.
4. Terapi psikoreligius
Terapi
keagamaan ternyata masih bermanfaat bagi penderita gangguan jiwa. Dari
penelitian ternyata didapatkan kenyataan secara umum komitmen agama berhubungan
dengan manfaatnya di bidang klinik. Terapi keagamaan ini berupa kegiatan ritual
keagamaan, kajian kitab suci, dll. (Vijay, 2005; hawari,2001).
5. Edukasi kepada public untuk
menurunkan stigma dan diskriminasi
Penting
adanya pengetahuan masyarakat untuk tidak mengecap penderita dengan kata-kata
seperti “gila atau “kurang waras” bahkan mengejek atau menghujatnya
(Vijay,2005).
6. Rehabilitasi
Program
rehabilitasi penting dilakukan sebagai persiapan penempatan kembali penderita
kekeluarga dan masyarakat. Program ini biasanya dilakukan di lembaga institusi
rehabilitasi misalnya Rumah Sakit Jiwa. Pada umumnya rehabilitasi dilakukan 3-6
bulan. Secara berkala dilakukan evaluasi paling sedikit dua kali yaitu sebelum
dan sesudah program rehabilitasi atau sebelum penderita dikembalikan di
keluarga atau masyarakat.
F. Komplikasi
·
Gangguan afektif (30-90%)
·
Gangguan penyalahgunaan narkoba (10-60%)
·
Bunuh diri
·
Pemakaian antipsikotik menimbulkan tekanan terhadap hormone
estrogen dan testosterone yang berguna untuk memproteksi tulang, sehingga mudah
terjadi osteoporosis.
Konsep
Asuhan Keperawatan
A. pengkajian
- Identitas klien
- Keluhan utama/alasan masuk
- Faktor predisposisi
- Dimensi fisik / biologis
- Dimensi psikososial
- Status mental
- Kebutuhan persiapan pulang
- Mekanisme koping
- Masalah psikososial dan lingkungan
- Aspek medic
B. Diagnosa Dan Intervensi Keperawatan
Diagnosa 1 : Resiko mencederai diri sendiri
dan atau orang lain/lingkungan berhubungan dengan perubahan persepsi
sensori/halusinasi
Tujuan Umum :
- Klien tidak mencederai diri sendiri dan atau orang lain
/ lingkungan.
Tujuan khusus :
1. Klien dapat hubungan saling percaya :
a. Bina hubungan saling percaya
- Salam terapeutik
- Perkenalan diri
- Jelaskan tujuan interaksi
- Ciptakan lingkungan yang tenang
- Buat kontrak yang jelas pada setiap pertemuan (topik, waktu
dan tempat berbicara).
b. Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan
perasaannya.
c. Dengarkan ungkapan klien dengan empati.
2. Klien dapat mengenal halusinasinya
a. Lakukan kontak sering dan singkat. Rasional
: untuk mengurangi kontak klien dengan halusinasinya.
b. Obeservasi tingkah laku klien terkait
dengan halusinasinya; bicara dan tertawa tanpa stimulus, memandang kesekitarnya
seolah – olah ada teman bicara.
c. Bantu klien untuk mengenal halusinasinya ;
- Bila klien menjawab ada, lanjutkan ; apa yang dikatakan
?
- Katakan bahwa perawat percaya klien mendengarnya.
- Katakan bahwa klien lain juga ada yang seperti klien.
- Katakan bahwa perawatan akan membantu klien.
d. Diskusikan dengan klien tentang ;
- Situasi yang dapat menimbulkan / tidak menimbulkan halusinasi.
- Waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi (pagi, siang
sore, malam atau bila sendiri atau bila jengkel / sedih).
e. Diskusikan dengan klien tentang apa yang
dirasakan bila terjadi halusinasi (marah / takut / sedih / senang) dan
berkesempatan mengungkapkan perasaan.
3. Klien dapat mengontrol halusinasinya
a. Identifikasi bersama klien cara / tindakan
yang dilakukan bila terjadi halusinasi (tidur/marah/menyibukkan diri)
b. Diskusikan manfaat cara yang digunakan
klien, bila bermanfaat beri pujian.
c. Diskusi cara baru untuk memutus /
mengontrol timbulnya halusinasi :
- Katakan “saya tidak mau dengan kamu” (pada halusinasi).
- Menemui orang lain (perawat / teman / anggota keluarga
untuk bercakap – cakap . mengatakan halusinasinya.
- Membuat jadwal kegiatan sehari – hari agar halusinasi
tidak sempat muncul.
- Meminta orang lain (perawat / teman anggota keluarga)
menyapa bila tampak bicara sendiri
d. Bantu klien memilih dan melatih cara
memutus / mengontrol halusinasi secara bertahap.
e. Berikan kesempatan untuk melakukan cara
yang telah dilatih, evaluasi hasilnya dan pujian bila berhasil.
f. Anjurkan klien untuk mengikuti terapi
aktivitas kelompok (orientasi realisasi dan stimulasi persepsi).
4. Klien dapat dukungan keluarga dalam
mengotrol halusinasinya :
a. Anjurkan klien memberitahu keluarga bila
mengalami halusinasi.
b. Diskusikan dengan keluarga (pada saat
berkunjung / pada saat kunjungan rumah)
- Gejala halusinasinya yang dialami klien
- Cara yang dapat dilakukan klien dan ke-luarga untuk
memutus halusinasi
- Cara merawat anggota keluarga yang halusinasi di rumah
: Beri kegiatan, jangan biarkan sendiri, makan bersama, berpergian bersama
- Berikan informasi waktu follow up atau kapan perlu
mandapat bantuan; halusinasi tak terkontrol dan resiko mencederai orang
lain.
5. Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik :
- Diskusi dengan klien dan keluarga tentang dosis,
frekuensi dan manfaat obat.
- Anjurkan klien meminta sendiri obat pada perawat
merasakan manfaatnya.
- Anjurkan klien bicara dengan dokter / perawat tentang
efek dan efek samping obat yang dirasakan.
- Diskusikan akibat berhenti obat tanpa kon-sultasi.
- Bantu klien menggunakan obat, dengan prinsip 5 (lima)
benar (benar dosis, benar cara, benar waktu)
Diagnosa 2 : Difisit perawatan diri
berhubungan dengan koping individu tidak efektif
Tujuan Umum :
- Klien mampu merawat diri sehingga penampilan diri
menjadi adekuat
Tujuan Khusus :
1. klien dapat mengindentifikasi kebersihan
diri
- Dorong klien mengungkapkan perasaan tentang keadaan dan
kebersihan dirinya.
- Dengan ungkapan klien dengan penuh perhatian dan
empati.
- Beri pujian atas kemampuan klien mengungkapkan perasaan
tentang kebersihan dirinya.
- Diskusi dengan klien tentang arti kebersihan diri
- Diskusikan dengan klien tujuan kebersihan diri.
2. Klien mendapat dukungan keluarga dalam
meningkatkan kebersihan dirinya.
- Kaji tentang tingkat pengetahuan keluarga tentang
kebutuhan perawatan diri klien
- Diskusikan dengan keluarga
- Motivasi keluarga dalam berperan aktif memenuhi
kebutuhan perawatan diri klien.
- Beri pujian atas tindakan positif yang telah dilakukan
keluarga
C. Implementasi
Berisi tindakan yang dilakukan untuk menangani penyakit
skizofrenia simpleks.
D. Evaluasi
Hasil perkembangan pasien setelah dilakukan tindakan.
DAFTAR RUJUKAN
Stuart,W,G., Sundeen,J.S. 1998.
Keperawatan Jiwa. Jakarta:EGC.
Sunaryo.
2004. Psikologi untuk keperawatan. Jakarta:EGC
0 komentar:
Posting Komentar