Senin, 08 Desember 2014

LAPORAN PENDAHULUAN DEMENTIA PARALITIKA

Diposting oleh Unknown di 21.16
1.      KONSEP DASAR
A.     Pengertian
Dementia paralitika dinamakan juga meningo-ensefalitis luetika atau polio ensefalitis luetika (sifilitika)
B.     Etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh spiroketa Treponema pallidum yang menembus rintangan darah-otak dengan mudah. Penerobosan rintangan ini terjadi selama spirokhetemia pada waktu infeksi primer.
C.     Gejala
Gejala pada dementia paralitika dibagi menjadi 3 kelompok yaitu: psikiatrik, somatik dan serologik.
1.      Gejala psikiatrik
Lekas lelah, mudah marah, sukar berkonsentrasi, sukar tdur dan kadang-kadang bingung. Pada stadium lanjut penderita lekas lupa, acuh tak acuh, egoistik, merosot dalam hal etik dan moral serta mundur dalam keahlian pekerjann.
2.      Gejala somatik
Terjadi sakit kepala, otot muka kelihatan kosong dan mimik berkurang, terjadi edema papil, retinitis sifilitika atau atrofi N.optikus.
3.      Gejala serologik
TIK meningkat sedikit.
D.     Patofisiologi
Penyakit Alzheimer mengakibatkan sedikitnya dua per tiga kasus demensia. Penyebab spesifik penyakit Alzheimer belum diketahui, meskipun tampaknya genetika berperan dalam hal itu. Teori-teori lain yang pernah popular, tetapi saat ini kurang mendukung, antara lain adalah efek toksik dari aluminium, virus yang berkembang perlahan sehingga menimbulkan respon atau imun, atau defisiensi biokimia. Dr. Alois Alzheimer pertama kali mendeskripsikan dua jenis struktur abnormal yang ditemukan pada otak mayat yang menderita penyakit Alzheimer:plak amiloid dan kekusutan neurofibril trdapat juga penurunan neurotransmitter tertentu, terutama asetilkolin. Area otak yang terkena penyakit Alzheimer terutama adalah korteks serebri dan hipokampus, keduanya merupakan bagian penting dalam fungsi kognitif dan memori.
Amiloid menyebabkan rusaknya jaringan otak. Plak amiloid berasal dari protei yang lebih besar, protein precursor amiloid (amyloid precursor protein[APP]). Keluarga-keluarga dngan awitan dini penyakit Alzheimer yang tampak sebagaisesuatu yang diturunkan telah menjalani penelitian, dan beberapa diantaranya mengalami mutasi pada gen APP-nya. Mutasi genAPP lainnya yang berkaitan dengan awitan lambat AD dan penyakit serebrovaskular juga telah diidentifikasi. Terdapat peningkatan risiko awitan lambat penyakit Alzheimer dengan menurunnya alel apo E4 pada kromosom 19. Simpul neurofibriler adalah sekumpulan serat-serat sel saraf yang saling berpilin,yang disebut pasangan filamen heliks. Peran spesifik dari simpul tersebut pada penyakit ini sedang diteliti. Asetilkolin dan neurotransmiter merupakan zat kimia yang diperlukan untuk mengirim pesan melewati system saraf. Deficit neurotransmiter menyebabkan pemecahan proses komunikasi yang kompleks di antara sel-sel pada system saraf. Tau dalah protein dalam cairan srebrospinal yang jumlahnya sudah meningkat sekalipun pada penyakit Alzheimer tahap awal. Temuan-temuan yang ada menunjukan bahwa penyakit Alzheimer dapat bermula di tingkat selular, dengan atau menjadi penanda molecular di sel-sel tersebut.
Demensia multi-infark adalah penyebab demensia kedua yang paling banyak terjadi. Pasien-pasien yang menderita penyakit serebrovaskular yang seperti namanya, berkembang menjadi infark multiple di otak. Namun, tidak semua orang yang menderita infark serebral multiple mengalami demensia. Dalam perbandingannya dengan penderita penyakit Alzheimer, orang-orang dengan demensia multi infark mengalami awitan penyakit yang tiba-tiba, lebih dari sekedar deteriorasi linear pada kognisi dan fungsi, dan dapat menunjukan beberapa perbaikan di antara peristiwa-peristiwa serebrovaskular.
Sebagian besar pasien dengan penyakit Parkinson yang menderita perjalanan penyakiy yang lama dan parah akan mengalami demensia. Pada satu studi, pasien-pasien diamati selama 15 sampai 18 tahun setelah memasuki program pengobatan levodopa, dan 80% di antaranya menderita demensia sedang atau [parah sebelum akhirnya meninggal dunia. (Mickey Stanley, 2006)

E.      Terapi dan Penatalaksanaan
Beberapa kasus demensia dianggap dapat diobati karena jaringan otak yang disfungsional dapat menahan kemampuan untuk pemulihan jika pengobatan dilakukan tepat pada waktunya. Riwayat medis yang lengkap, pemeriksaan fisik, dan tes laboratorium, termasuk pencitraan otak yang tepat, harus dilakukan segera setelah diagnosis dicurigai. Jika pasien menderita akibat suatu penyebab demensia yang dapat diobati, terapi diarahkan untuk mengobati gangguan dasar.
Pendekatan pengobatan umum pada pasien demensia adalah untuk memberikan perawatan medis suportif, bantuan emosional untuk pasien dan keluarganya, dan pengobatan farmakologis untuk gejala spesifik, termasuk gejala perilaku yang mengganggu. Pemeliharaan kesehatan fisik pasien, lingkungan yang mendukung, dan pengobatan farmakologis simptomatik diindikasikan dalam pengobatan sebagian besar jenis demensia. Pengobatan simptomatik termasuk pemeliharaan diet gizi, latihan yang tepat, terapi rekreasi dan aktivitas, perhatian terhadap masalah visual dan audiotoris, dan pengobatan masalah medis yang menyertai, seperti infeksi saluran kemih, ulkus dekubitus, dan disfungsi kardiopulmonal. Perhatian khusus karena diberikan pada pengasuh atau anggota keluarga yang menghadapi frustasi, kesedihan, dan masalah psikologis saat mereka merawat pasien selama periode waktu yang lama.
Jika diagnosis demensia vaskular dibuat, faktor risiko yang berperan pada penyakit kardiovaskular harus diidentifikasi dan ditanggulangi secara terapetik. Faktor-faktor tersebut adalah hipertensi, hiperlipidemia, obesitas, penyakit jantung, diabetes dan ketergantungan alkohol. Pasien dengan merokok harus diminta untuk berhenti, karena penghentian merokok disertai dengan perbaikan perfusi serebral dan fungsi kognitif.
Obat untuk demensia
1.      Cholinergic-enhancing agents
Untuk terapi demensia jenis Alzheimer, telah banyak dilakukan penelitian. Pemberian cholinergic-enhancing agents menunjukkan hasil yang lumayan pada beberapa penderita; namun demikian secara keseluruhan tidak menunjukkan keberhasilan sama sekali. Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa demensia alzheimerntidak semata-mata disebabkan oleh defisiensi kolinergik; demensia ini juga disebabkan oleh defisiensi neurotransmitter lainnya. Sementara itu, kombinasi kolinergik dan noradrenergic ternyata bersifat kompleks; pemberian obat kombinasi ini harus hati-hati karena dapat terjadi interaksi yang mengganggu sistem kardiovaskular.
1.      Cholinedan lecithin
Defisit asetilkolin di korteks dan hipokampus pada demensia Alzheimer dan hipotesis tentang sebab dan hubungannya dengan memori mendorong peneliti untuk mengarahkan perhatiannya pada neurotransmitter. Pemberian prekursor, cholinedan lecithin merupakan salah satu pilihan dan memberi hasil lumayan, namun demikian tidak memperlihatkan hal yang istimewa. Dengancholine ada sedikit perbaikan terutama dalam fungsi verbal dan visual. Denganlecith in hasilnya cenderung negatif, walaupun dengan dosis yang berlebih sehingga kadar dalam serum mencapai 120 persen dan dalam cairan serebrospinal naik sampai 58 persen.
1.      Neuropeptide, vasopressin dan ACTH
Pemberian neuropetida, vasopressin dan ACTH perlu memperoleh perhatian. Neuropeptida dapat memperbaiki daya ingat semantik yang berkaitan dengan informasi dan kata-kata. Pada lansia tanpa gangguan psiko-organik, pemberian ACTH dapat memperbaiki daya konsentrasi dan memperbaiki keadaan umum.
1.      Nootropic agents
Dari golongan nootropic substances ada dua jenis obat yang sering digunakan dalam terapi demensia, ialahnicer goline dan co-dergocrine mesylate. Keduanya berpengaruh terhadap katekolamin. Co-dergocrine mesylate memperbaiki perfusi serebral dengan cara mengurangi tahanan vaskular dan meningkatkan konsumsi oksigen otak. Obat ini memperbaiki perilaku, aktivitas, dan mengurangi bingung, serta memperbaiki kognisi. Disisi lain,nicergoline tampak bermanfaat untuk memperbaiki perasaan hati dan perilaku.
1.      Dihydropyridine
Pada lansia dengan perubahan mikrovaskular dan neuronal, L-type calcium channels menunjukkan pengaruh yang kuat. Lipophilic dihydropyridine bermanfaat untuk mengatasi kerusakan susunan saraf pusat pada lansia. Nimodipin bermanfaat untuk mengembalikan fungsi kognitif yang menurun pada lansia dan demensia jenis Alzheimer. Nimodipin memelihara sel-sel endothelial/kondisi mikrovaskular tanpa dampak hipotensif; dengan demikian sangat dianjurkan sebagai terapi alternatif untuk lansia terutama yang mengidap hipertensi esensial
10.  Pencegahan dan Perawatan
Hal yang dapat kita lakukan untuk menurunkan resiko terjadinya demensia diantaranya adalah menjaga ketajaman daya ingat dan senantiasa mengoptimalkan fungsi otak, seperti :
1.      Mencegah masuknya zat-zat yang dapat merusak sel-sel otak seperti alkohol dan zat adiktif yang berlebihan
2.      Membaca buku yang merangsang otak untuk berpikir hendaknya dilakukan setiap hari.
3.      Melakukan kegiatan yang dapat membuat mental kita sehat dan aktif
·         Kegiatan rohani & memperdalam ilmu agama.
·         Tetap berinteraksi dengan lingkungan, berkumpul dengan teman yang memiliki persamaan minat atau hobi
Mengurangi stress dalam pekerjaan dan berusaha untuk tetap relaks dalam kehidupan sehari-hari dapat membuat otak kita tetap sehat.

2.      ASUHAN KEPERAWATAN
A.     Pengkajian
Tanda dan Gejala yang ditemukan pada saat melakukan pengkajian pada pasien dengan demensia adalah sebagai berikut :
1.      Kesukaran dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari
2.      Pelupa
3.      Sering mengulang kata-kata
4.      Tidak mengenal dimensi waktu, misalnya tidur di ruang makan
5.      Cepat marah dan sulit di atur.
6.      Kehilangan daya ingat
7.      Kesulitan belajar dan mengingat informasi baru
8.      Kurang konsentrasi
9.      Kurang kebersihan diri
10.  Rentan terhadap kecelakaan: jatuh
11.  Tremor
12.  Kurang koordinasi gerakan.

B.     Diagnosa
1)   Perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan fisiologis (degenerasi neuron ireversibel) ditandai dengan hilang ingatan atau memori, hilang konsentrsi, tidak mampu menginterpretasikan stimulasi dan menilai realitas dengan akurat.
2)   Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan persepsi, transmisi atau integrasi sensori (penyakit neurologis, tidak mampu berkomunikasi, gangguan tidur, nyeri) ditandai dengan cemas, apatis, gelisah, halusinasi.
3)   Sindrom stress relokasi berhubungan dengan perubahan dalam aktivitas kehidupan sehari-hari ditandai dengan kebingungan, keprihatinan, gelisah, tampak cemas, mudah tersinggung, tingkah laku defensive, kekacauan mental, tingkah laku curiga, dan tingkah laku agresif.
4)   Perubahan pola tidur  berhubungan dengan perubahan pada sensori ditandai dengan keluhan verbal tentang kesulitan tidur, terus-menerus terjaga, tidak mampu menentukan kebutuhan/ waktu tidur.
5)   Kurang perawatan diri berhubungan dengan penurunan kognitif, frustasi atas kehilangan kemandiriannya ditandai dengan penurunan kemampuan melakukan perawatan diri.
6)   Koping individu tidak efektif berhubungan dengan pemecahan masalah tidak adekuat ditandai dengan cepat marah, curiga, mudah tersinggung.
7)   Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan persepsi ditandai dengan disorientasi tempat, orang dan waktu.
8)   Risiko terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mudah lupa, kemunduran hobi, perubahan sensori.
9)   Risiko terhadap cedera berhubungan dengan kesulitan keseimbangan, kelemahan, otot tidak terkoordinasi, aktivitas kejang.

C.     Intervensi
No
Diagnosa
Tujuan dan kriteria hasil
Intervensi
1.
Perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan fisiologis (degenerasi neuron ireversibel) ditandai dengan hilang ingatan atau memori, hilang konsentrsi, tidak mampu menginterpretasikan stimulasi dan menilai realitas dengan akurat.
Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan klien mampu mengenali perubahan dalam berpikir dengan KH:-          Mampu memperlihatkan kemampuan kognitifuntuk menjalani konsekuensi kejadian yang menegangkan terhadap emosi dan pikiran tentang diri
-          Mampu mengembangkan strategi untuk mengatasi anggapan diri yang negative
-          Mampu mengenali perubahan dalam berpikir atau tingkah laku dan factor penyebab
-          Mampu memperlihatkan penurunan tingkah laku yang tidak diinginkan, ancaman, dan kebingungan

  1. Kembangkan lingkungan yang mendukung dan hubungan klien-perawat yang terapeutik
  2. Kaji derajat gangguan kognitif, seperti perubahan orientasi, rentang perhatian, kemampuan berpikir. Bicarakan dengan keluarga mengenai perubahan perilaku
  3. Pertahankan lingkungan yang menyenangkan dan tenang
  4. Lakukan pendekatan dengan cara perlahan dan tenang
  5. Tatap wajah ketika berbicara dengan klien
  6. Panggil klien dengan namanya
  7. Gunakan suara yang agak rendah dan berbicara dengan perlahan pada klien
  8. Gunakan kata-kata pendek, kalimat dan Ulangi instruksi tersebut sesuai kebutuhan
  9. Berhenti sejenak di antara kalimat/pertanyaan. Beri isyarat tertentu, gunakan kalimat terbuka
  10. Dengarkan dengan penuh perhatian pembicaraan klien. Interpretasikan pertanyaan, arti, dan kata. Beri kata yang benar
  11. Hindari kritikan, argumentasi, dan konfrontasi negative
  12. Gunakan distraksi. Bicarakan tentang kejadian yang sebenarnya saat klien mengungkapkan ide yang salah, jika tidak meningkatkan kecemasan
  13. Hindari klien dari aktivitas dan komunikasi yang dipaksakan
  14. Gunakan hal yang humoris saat berinteraksi pada klien
2.
Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan persepsi, transmisi atau integrasi sensori (penyakit neurologis, tidak mampu berkomunikasi, gangguan tidur, nyeri) ditandai dengan cemas, apatis, gelisah, halusinasi.
Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan perubahan persepsi sensori klien dapat berkurang atau terkontrol dengan KH:-          Mengalami penurunan halusinasi
- Mengembangkan strategi psikososial untuk mengurangi stress atau mengatur prilaku.
- Mendemonstrasikan respon yang sesuai stimulasi
- Perawat mampu mengidentifikasi factor eksternal yang berperan terhadap perubahan kemampuan  persepsi sensori

  1. kembangkan lingkungan yang suportif dan hubungan perawat –klien terapeutik
  2. Bantu klien untuk memahami halusinasi
  3. beri informasi tentang sifat halusinasi ,hubungannya dengan stresor/pengalaman emosional yang traumatic,pengobatan dan cara mengatasi
  4. kaji derajat sensori atau gangguan persepsi dan bagaimana hal tersebut mempengaruhi klien termasuk penurunan penglihatan atau pendengaran
  5. ajarkan strategi untuk mengurangi stress
  6. anjurkan untuk menggunakan kaca mata atau alat bantu pendengaran sesuai keperluan

3.
Sindrom stress relokasi berhubungan dengan perubahan dalam aktivitas kehidupan sehari-hari ditandai dengan kebingungan, keprihatinan, gelisah, tampak cemas, mudah tersinggung, tingkah laku defensive, kekacauan mental, tingkah laku curiga, dan tingkah laku agresif.
Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan klien dapat beradaptasi dengan perubahan aktivitas sehari- hari dan lingkungan dengan KH :-          Mengidentifikasi perubahan
- Mampu beradaptasi pada perubahan lingkungan dan aktivitas kehidupan sehari- hari
- Mempertahankan rasa berharga pada diri dan identitas pribadi yang positif
- Membuat pernyataan positif tentang lingkungan yang baru
- Memperlihatkan penerimaan terhadap perubahan lingkungan dan penyesuaian kehidupan
- Mampu menunjukan tentang perasaan yang sesuai/tidak cemas dan rasa takut berkurang
- Tidak menyimpan pengalaman menyakitkan
- Menggunakan bantuan dari sumber yang tepat selama waktu pengaturan pada lingkungan baru

  1. Jalin hubungan saling mendukung dengan klien
  2. Orientasikan pada lingkungan dan rutinitas baru
  3. Kaji tingkat stressor (seperti penyesuaian diri, krisis perkembangan, peran keluarga, akibat perubahan status kesehatan)
  4. Tempatkan pada ruangan pribadi jika mungkin dan bergabung dengan orang terdekat dalam aktivitas perawatan, waktu makan, dan sebaginya
  5. Tentukan jadwal aktivitas yang wajar dan masukkan dalam kegiatan rutin
  6. Identifikasi kekuatan klien yang dimiliki sebelumnya
  7. Berikan penjelasan dan informasi yang menyenangkan mengenai kegiatan/peristiwa
  8. Catat tingkah laku, munculnya perasaan curiga/paranoid, mudah tersinggung, defensive
  9. Pertahankan keadaan tenang. Tempatkan dalam lingkungan tenang yang memberikan kesempatan untuk “beristirahat”
  10. Atasi tingkah laku agresif dengan pendekatan yang tenang
  11. Gunakan sentuhan jika tidak mengalami paranoid/sedang mengalami agitasi sesaat
  12. Rujuk ke sumber pendukung perawatan diri
4.
Perubahan pola tidur  berhubungan dengan perubahan lingkungan ditandai dengan keluhan verbal tentang kesulitan tidur, terus-menerus terjaga, tidak mampu menentukan kebutuhan/ waktu tidur.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tidak terjadi gangguan pola tidur pada klien dengan KH :-          Memahami factor penyebab gangguan pola tidur
-          Mampu menentukan penyebab tidur inadekuat
-          Mampu memahami rencana khusus untuk menangani/mengoreksi penyebab tidur tidak adekuat
-          Mampu menciptakan pola tidur yang adekuat dengan penurunan terhadap pikiran yang melayang-layang (melamun)
-          Tampak atau melaporkan dapat beristirahat yang cukup

  1. Jangan menganjurkan klien tidur siang apabila berakibat efek negative terhadap tidur pada malam hari
  2. Evaluasi efek obat klien (steroid ,diuretik) yang mengganggu tidur
  3. Tentukan kebiasaan dan rutinitas waktu tidur malam dengan kebiasaan klien (memberi susu hangat)
  4. Memberika lingkungan yang nyaman untuk meningkatkan tidur (mematikan lampu, ventilasi ruang adekuat, suhu yang sesuai, menghindari kebisingan)
  5. Buat jadwal intervensi untuk memungkinkan waktu tidur lebih lama(memeriksa tanda vital, mengubah posisi)
  6. Berikan kesempatan untuk tidur sejenak, anjurkan latihan saat siang hari, turunkan aktivitas mental/fisik pada sore hari
  7. Hindari penggunaan “pengikatan” secara terus menerus
  8. Evaluasi tingkat stress/orientasi sesuai perkembangan hari demi hari
  9. Buat jadwal tidur secara teratur. Katakan pada klien bahwa saat ini adalah waktu untuk tidur
  10. Berikan makanan kecil sore hari, susu hangat, mandi, dan masase punggung
  11. Turunkan jumlah minuman sore. Lakukan berkemih sebelum tidur
  12. Putarkan musik yang lembut atau “suara yang jernih”
5.
Kurang perawatan diri berhubungan dengan intoleransi aktivitas, menurunnya daya tahan dan kekuatan ditandai dengan penurunan kemampuan melakukan aktivitas sehari-hari.
Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan klien dapat merawat dirinya sesuai dengan kemampuannya dengan KH :-  Mampu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan tingkat kemampuan.
-  Mampu mengidentifikasi dan menggunakan sumber pribadi/ komunitas yang dapat memberikan bantuan.

  1. Identifikasi kesulitan dalam berpakaian/ perawatan diri, seperti: keterbatasan gerak fisik, apatis/ depresi, penurunan kognitif seperti apraksia.
  2. Identifikasi kebutuhan kebersihan diri dan berikan bantuan sesuai kebutuhan dengan perawatan rambut/kuku/ kulit, bersihkan kaca mata, dan gosok gigi.
  3. Perhatikan adanya tanda-tanda nonverbal yang fisiologis.
4.      Beri banyak waktu untuk melakukan tugas.
  1. Bantu mengenakan pakaian yang rapi dan indah.

6.
Koping individu tidak efektif berhubungan dengan pemecahan masalah tidak adekuat ditandai dengan cepat marah, curiga, mudah tersinggung.
Setelah diberikan asuhan  keperawatan diharapkan koping individu menjadi efektif dengan kriteria hasil :-       Mampu menyatakan atau mengkomunikasikan dengan orang terdekat tentang situasi dan perubahan yang sedang terjadi
-       Mampu menyatakan penerimaan diri terhadap situasi
-       Mengakui dan menggabungkan perubahan ke dalam konsep diri dengan cara yang akurat tanpa haraga diri yang negatif

  1. Kaji perubahan dari gangguan persepsi dan hubungan dengan derajat ketidakmampuan
  2. Dukung kemampuan koping
  3. Pernyataan pengakuan terhadap penolakan tubuh, mengingatkan kembali fakta kejadian tentang realitas bahwa masih dapat menggunakan sisi yang sakit dan belajar mengontrol sisi yang sehat
  4. Beri dukungan psikologis secara menyeluruh
  5. Bentuk program aktivitas pada keseluruhan hari
  6. Anjurkan orang yang terdekat untuk mengizinkan klien melakukan hal-hal untuk dirinya semaksimal mungkin
  7. Dukung perilaku atau usaha seperti peningkatan minat atau partisipasi dalam aktivitas rehabilitasi
  8. Monitor gangguan tidur peningkatan konsentrasi, letargi, dan withdrawal
Kolaborasi
  1. Rujuk pada ahli neuropsikologi dan konseling bila ada indik

7.
Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan persepsi ditandai dengan disorientasi tempat, orang dan waktu.
Setelah diberikan asuhan keperawatan, diharapkan klien tidak mengalami hambatan komunikasi verbal dengan kriteria hasil :-     Membuat teknik/metode komunikasi yang dapat dimengerti sesuai kebutuhan dan meningkatkan kemampuan berkomunikasi
  1. Kaji kemampuan klien untuk berkomunikasi.
  2. Menentukan cara-cara berkomunikasi seperti mempertahankan kontak mata, pertanyaan dengan jawaban ya atau tidak, menggunakan kertas dan pensil/bolpoint, gambar, atau papan tulis; bahasa isyarat, penjelas arti dari komunikasi yang disampaikan.
  3. Letakkan bel/lampu panggilan di tempat mudah dijangkau dan berikan penjelasan cara menggunakannya. Jawab panggilan tersebut dengan segera. Penuhi kebutuhan klien. Katakan kepada klien bahwa perawat siap membantu jika dibutuhkan.
8.
Risiko terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mudah lupa, kemunduran hobi, perubahn sensori.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien mendapat nutrisi yang seimbang dengan KH:-        Mengubah pola asupan yang benar.
-        Mendapat diet nutrisi yang seimbang.
-        Mempertahankan/ mendapat kembali berat badan yang sesuai.
-        Ikut serta dalam aktifitas yang mempermudah koping adaptif.

  1. Kaji pengetahuan klien/keluarga mengenai kebutuhan makan
  2. Usahakan/ berikan bantuan dalam memilih menu
  3. Berikan makanan kecil setiap jam sesuai kebutuhan
  4. Hindari makanan yang terlalu panas
Kolaborasi :
  1. Rujuk atau konsultasikan dengan ahli gizi
  2. Identifikasi kebutuhan untuk membantu perencanaan pendidikan
  3. Klien tidak mampu menentukan pilihan kebutuhan nutrisi
  4. Makan makanan kecil meningkatkan masukan yang sesuai
  5. Makan panas mengakibatkan mulut terbakar atau menolak untuk makan
9.
Risiko terhadap cedera berhubungan dengan kesulitan keseimbangan, kelemahan, otot tidak terkoordinasi, aktivitas kejang.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan Risiko cedera tidak terjadi dengan KH :-          Meningkatkan tingkat aktivitas
-          Dapat beradaptasi dengan lingkungan untuk mengurangi risiko trauma/cedera
-          Tidak mengalami trauma/cedera
-          Keluarga mengenali potensial di lingkungan dan mengidentifikasi tahap-tahap untuk memperbaikinya

  1. Kaji derajat gngguan kemampuan,tingkah laku impulsive dan penurunan persepsi visual. Bantu keluarga mengidentifikasi risiko terjadinya bahaya yang mungkin timbul
  2. Hilangkan sumber bahaya lingkungan
  3. Alihkan perhatian saat perilaku teragitasi
  4. Gunakan pakaian sesuai dengan lingkungan fisik/kebutuhan klien
  5. Kaji efek samping obat, tanda keracunan (tanda ekstrapiramidal,hipotensi ortostatik,gangguan penglihatan, gangguan gastrointestinal)
  6. Hindari penggunaan restrain terus-menerus. Berikan kesempatan keluarga tinggal bersama klien selama periode agitasi akut



D.     Evaluasi
1)   Mampu memperlihatkan kemampuan kognitif untuk menjalani konsekuensi.
2)   Perubahan persepsi sensori tidak terjadi atau terkontrol.
3)   Mampu beradaptasi pada perubahan lingkungan dan aktivitas.
4)   Perubahan pola tidur tidak terjadi atau terkontrol.
5)   Perawatan diri dapat terpenuhi.
6)   Klien menyatakan penerimaan diri terhadap situasi
7)   Teknik/metode klien komunikasi yang dapat dimengerti sesuai kebutuhan dan meningkatkan kemampuan berkomunikasi
8)   Nutrisi klien seimbang
9)   Risiko cedera tidak terjadi.



DAFTAR PUSTAKA

Kushariyadi.2010. Askep pada Klien Lanjut Usia. Jakarta: Salemba Medika
Lumbantobing. 2006. Kecerdasan Pada Usia Lanjut dan Demensia. Jakarta: FKUI
Maramis, W.F. 1995. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga University Press.
Nugroho,Wahjudi.1999.  Keperawatan Gerontik.Edisi2.Buku Kedokteran. Jakarta: EGC
Stanley,Mickey. 2006. Buku Ajar Keperawatan Gerontik.Edisi2. Jakarta: EGC


1 komentar:

Unknown mengatakan...

mbak bisaka saya bergabung, mantap materinya

Posting Komentar

 

SHARE D' MOMENT Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review