A.
PENGERTIAN
Kecemasan atau ansietas merupakan reaksi
emosional terhadap penilaian individu yang subyektif dipengaruhi oleh alam
bawah sadar dan tidak diketahui secara khusus penyebabnya.
Ansietas merupakan istilah yang sangat akrab dengan kehidupan sehari-hari yang menggambarkan keadaan khawatir, gelisah yang tak menentu, tidak tenteram, kadang disertai berbagai keluhan fisik.
Ansietas merupakan istilah yang sangat akrab dengan kehidupan sehari-hari yang menggambarkan keadaan khawatir, gelisah yang tak menentu, tidak tenteram, kadang disertai berbagai keluhan fisik.
Ansietas sangat berkaitan dengan
perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Keadaan emosi ini tidak memiliki objek
yang spesifik. Kondisi dialami secara subyektif dan dikomunikasikan dalam
hubungan interpersonal. Ansietas berbeda dengan rasa takut, yang merupakan
penilaian intelektual terhadap sesuatu terhadap sesuatu yang berbahaya.
Kapasitas untuk menjadi cemas diperlukan untuk bertahan hidup, tetapi tingkat
ansietas yang parah tidak sejalan dengan kehidupan.
B. ETIOLOGI
Penyebab gangguan ini kurang jelas.
Gejala muncul biasanya disebabkan interaksi dari aspek-aspek biopsikososial
termasuk genetik dengan beberapa situasi, stres atau trauma yang merupakan
stressor muneulnya gejala ini. Di sistem saraf pusat beberapa mediator utama
dari gejala ini adalah. norepinephrine dan serotonin. Sebenarnya anxietas
diperantarai oleh suatu system kompleks yang melibatkan system limbic,
thalamus, korteks frontal secara anatomis dan norepinefrin, serotonin dan GABA
pada sistem neurokimia, yang mana hingga saat ini belum diketahui jelas
bagaimana kerja bagian-bagian tersebut menimbulkan anxietas. Begitu pula pada
depresi walapun penyebabnya tidak dapat dipastikan namun biasanya ditemukan
defisensi relatif salah satu atau beberapa aminergic neurotransmitter
(noeadranaline, serotonin, dopamine) pada sinaps neuron di susunan saraf pusat
khususnya sistem limbic
C.
TANDA DAN GEJALA KECEMASAN
Keluhan-keluhan yang sering dikemukan
oleh orang yang mengalami ansietas (Hawari, 2008), antara lain sebagai berikut
:
1. Cemas,
khawatir, firasat buruk, takut akan pikirannya sendiri, mudah tersinggung.
2. Merasa
tegang, tidak tenang, gelisah, mudah terkejut.
3. Takut
sendirian, takut pada keramaian dan banyak orang.
4. Gangguan
pola tidur, mimpi-mimpi yang menegangkan.
5. Gangguan
konsentrasi dan daya ingat.
6. Keluhan-keluhan
somatik, misalnya rasa sakit pada otot dan tulang, pendengaran berdenging
(tinitus), berdebar-debar, sesak nafas, gangguan pencernaan, gangguan
perkemihan, sakit kepala dan sebagainya.
D. PATOFISIOLOGIS
Faktor risiko
GABA meningkat
gangguan sel saraf gyrus parietalis gemetar
Tidak mampu menerima
pesan cukup untuk berhenti
Cemas
Saraf simpatis
meningkat takikardi
Vasokonstriksi
Perfusi organ menurun
Otot kepala
kulit
Tenggorokan telinga pusing penimbunan panas menrun
Ketegangan ketegangan keringat
Tenggorokan mendengung
kering
susah
menelan
E.
TINGKATAN KECEMASAN
Ansietas memiliki dua aspek yakni aspek
yang sehat dan aspek membahayakan, yang bergantung pada tingkat ansietas, lama
ansietas yang dialami, dan seberapa baik individu melakukan koping terhadap
ansietas.
Menurut Peplau (dalam, Videbeck, 2008) ada empat tingkat kecemasan yang dialami oleh individu yaitu ringan, sedang, berat dan panik.
Menurut Peplau (dalam, Videbeck, 2008) ada empat tingkat kecemasan yang dialami oleh individu yaitu ringan, sedang, berat dan panik.
1.
Ansietas
ringan adalah perasaan bahwa ada sesuatu yang berbeda dan
membutuhkan perhatian khusus. Stimulasi sensori meningkat dan membantu individu
memfokuskan perhatian untuk belajar, menyelesaikan masalah, berpikir,
bertindak, merasakan, dan melindungi diri sendiri.
Menurut Videbeck (2008), respons dari ansietas ringan adalah sebagai berikut :
Menurut Videbeck (2008), respons dari ansietas ringan adalah sebagai berikut :
a.
Respons fisik
- Ketegangan otot ringan
- Sadar akan lingkungan
- Rileks atau sedikit gelisah
- Penuh perhatian
- Rajin
- Ketegangan otot ringan
- Sadar akan lingkungan
- Rileks atau sedikit gelisah
- Penuh perhatian
- Rajin
b.
Respon kognitif
- Lapang persepsi luas
- Terlihat tenang, percaya diri
- Perasaan gagal sedikit
- Waspada dan memperhatikan banyak hal
- Mempertimbangkan informasi
- Tingkat pembelajaran optimal
- Lapang persepsi luas
- Terlihat tenang, percaya diri
- Perasaan gagal sedikit
- Waspada dan memperhatikan banyak hal
- Mempertimbangkan informasi
- Tingkat pembelajaran optimal
c.
Respons emosional
- Perilaku otomatis
- Sedikit tidak sadar
- Aktivitas menyendiri
- Terstimulasi
- Tenang
- Perilaku otomatis
- Sedikit tidak sadar
- Aktivitas menyendiri
- Terstimulasi
- Tenang
2.
Ansietas
sedang merupakan perasaan yang menggangu bahwa ada sesuatu yang benar-benar
berbeda; individu menjadi gugup atau agitasi.
Menurut Videbeck (2008), respons dari ansietas sedang adalah sebagai berikut :
Menurut Videbeck (2008), respons dari ansietas sedang adalah sebagai berikut :
a.
Respon fisik
:
- Ketegangan otot sedang
- Tanda-tanda vital meningkat
- Pupil dilatasi, mulai berkeringat
- Sering mondar-mandir, memukul tangan
- Suara berubah : bergetar, nada suara tinggi
- Kewaspadaan dan ketegangan menigkat
- Sering berkemih, sakit kepala, pola tidur berubah, nyeri punggung
- Ketegangan otot sedang
- Tanda-tanda vital meningkat
- Pupil dilatasi, mulai berkeringat
- Sering mondar-mandir, memukul tangan
- Suara berubah : bergetar, nada suara tinggi
- Kewaspadaan dan ketegangan menigkat
- Sering berkemih, sakit kepala, pola tidur berubah, nyeri punggung
b.
Respons kognitif
- Lapang persepsi menurun
- Tidak perhatian secara selektif
- Fokus terhadap stimulus meningkat
- Rentang perhatian menurun
- Penyelesaian masalah menurun
- Pembelajaran terjadi dengan memfokuskan
- Lapang persepsi menurun
- Tidak perhatian secara selektif
- Fokus terhadap stimulus meningkat
- Rentang perhatian menurun
- Penyelesaian masalah menurun
- Pembelajaran terjadi dengan memfokuskan
c.
Respons emosional
- Tidak nyaman
- Mudah tersinggung
- Kepercayaan diri goyah
- Tidak sabar
- Gembira
- Tidak nyaman
- Mudah tersinggung
- Kepercayaan diri goyah
- Tidak sabar
- Gembira
3.
Ansietas
berat, yakni ada sesuatu yang berbeda dan ada ancaman,
memperlihatkan respons takut dan distress.
Menurut Videbeck (2008), respons dari ansietas berat adalah sebagai berikut
Menurut Videbeck (2008), respons dari ansietas berat adalah sebagai berikut
a.
Respons fisik
- Ketegangan otot berat
- Hiperventilasi
- Kontak mata buruk
- Pengeluaran keringat meningkat
- Bicara cepat, nada suara tinggi
- Tindakan tanpa tujuan dan serampangan
- Rahang menegang, mengertakan gigi
- Mondar-mandir, berteriak
- Meremas tangan, gemetar
- Ketegangan otot berat
- Hiperventilasi
- Kontak mata buruk
- Pengeluaran keringat meningkat
- Bicara cepat, nada suara tinggi
- Tindakan tanpa tujuan dan serampangan
- Rahang menegang, mengertakan gigi
- Mondar-mandir, berteriak
- Meremas tangan, gemetar
b.
Respons kognitif
- Lapang persepsi terbatas
- Proses berpikir terpecah-pecah
- Sulit berpikir
- Penyelesaian masalah buruk
- Tidak mampu mempertimbangkan informasi
- Hanya memerhatikan ancaman
- Preokupasi dengan pikiran sendiri
- Egosentris
- Lapang persepsi terbatas
- Proses berpikir terpecah-pecah
- Sulit berpikir
- Penyelesaian masalah buruk
- Tidak mampu mempertimbangkan informasi
- Hanya memerhatikan ancaman
- Preokupasi dengan pikiran sendiri
- Egosentris
c.
Respons emosional
- Sangat cemas
- Agitasi
- Takut
- Bingung
- Merasa tidak adekuat
- Menarik diri
- Penyangkalan
- Ingin bebas
- Sangat cemas
- Agitasi
- Takut
- Bingung
- Merasa tidak adekuat
- Menarik diri
- Penyangkalan
- Ingin bebas
4.
Panik,
individu kehilangan kendali dan detail perhatian hilang, karena hilangnya
kontrol, maka tidak mampu melakukan apapun meskipun dengan perintah.
Menurut Videbeck (2008), respons dari panik adalah sebagai berikut :
Menurut Videbeck (2008), respons dari panik adalah sebagai berikut :
a.
Respons fisik
- Flight, fight, atau freeze
- Ketegangan otot sangat berat
- Agitasi motorik kasar
- Pupil dilatasi
- Tanda-tanda vital meningkat kemudian menurun
- Tidak dapat tidur
- Hormon stress dan neurotransmiter berkurang
- Wajah menyeringai, mulut ternganga
- Flight, fight, atau freeze
- Ketegangan otot sangat berat
- Agitasi motorik kasar
- Pupil dilatasi
- Tanda-tanda vital meningkat kemudian menurun
- Tidak dapat tidur
- Hormon stress dan neurotransmiter berkurang
- Wajah menyeringai, mulut ternganga
b.
Respons kognitif
- Persepsi sangat sempit
- Pikiran tidak logis, terganggu
- Kepribadian kacau
- Tidak dapat menyelesaikan masalah
- Fokus pada pikiran sendiri
- Tidak rasional
- Sulit memahami stimulus eksternal
- Halusinasi, waham, ilusi mungkin terjadi
- Persepsi sangat sempit
- Pikiran tidak logis, terganggu
- Kepribadian kacau
- Tidak dapat menyelesaikan masalah
- Fokus pada pikiran sendiri
- Tidak rasional
- Sulit memahami stimulus eksternal
- Halusinasi, waham, ilusi mungkin terjadi
c.
Respon emosional
- Merasa terbebani
- Merasa tidak mampu, tidak berdaya
- Lepas kendali
- Mengamuk, putus asa
- Marah, sangat takut
- Mengharapkan hasil yang buruk
- Kaget, takut
- Lelah
- Merasa terbebani
- Merasa tidak mampu, tidak berdaya
- Lepas kendali
- Mengamuk, putus asa
- Marah, sangat takut
- Mengharapkan hasil yang buruk
- Kaget, takut
- Lelah
F.
FAKTOR PREDISPOSISI
Stressor predisposisi adalah semua
ketegangan dalam kehidupan yang dapat menyebabkan timbulnya kecemasan
(Suliswati, 2005). Ketegangan dalam kehidupan tersebut dapat berupa :
1. Peristiwa
traumatik, yang dapat memicu terjadinya kecemasan berkaitan dengan krisis yang
dialami individu baik krisis perkembangan atau situasional.
2. Konflik
emosional, yang dialami individu dan tidak terselesaikan dengan baik. Konflik
antara id dan superego atau antara keinginan dan kenyataan dapat menimbulkan
kecemasan pada individu.
3. Konsep
diri terganggu akan menimbulkan ketidakmampuan individu berpikir secara
realitas sehingga akan menimbulkan kecemasan.
4. Frustasi
akan menimbulkan rasa ketidakberdayaan untuk mengambil keputusan yang berdampak
terhadap ego.
5. Gangguan
fisik akan menimbulkan kecemasan karena merupakan ancaman terhadap integritas
fisik yang dapat mempengaruhi konsep diri individu.
6. Pola
mekanisme koping keluarga atau pola keluarga menangani stress akan mempengaruhi
individu dalam berespon terhadap konflik yang dialami karena pola mekanisme
koping individu banyak dipelajari dalam keluarga.
7. Riwayat
gangguan kecemasan dalam keluarga akan mempengaruhi respons individu dalam
berespons terhadap konflik dan mengatasi kecemasannya.
8. Medikasi
yang dapat memicu terjadinya kecemasan adalah pengobatan yang mengandung
benzodizepin, karena benzodiazepine dapat menekan neurotransmiter gamma amino
butyric acid (GABA) yang mengontrol aktivitas neuron di otak yang bertanggung
jawab menghasilkan kecemasan.
G.
FAKTOR PRESIPITASI
Stresor presipitasi adalah semua
ketegangan dalam kehidupan yang dapat mencetuskan timbulnya kecemasan
(Suliswati, 2005). Stressor presipitasi kecemasan dikelompokkan menjadi dua
bagian, yaitu :
1. Ancaman
terhadap integritas fisik. Ketegangan yang mengancam integritas fisik yang
meliputi :
a. Sumber
internal, meliputi kegagalan mekanisme fisiologis sistem imun, regulasi suhu
tubuh, perubahan biologis normal (misalnya : hamil).
b. Sumber
eksternal, meliputi paparan terhadap infeksi virus dan bakteri, polutan
lingkungan, kecelakaan, kekurangan nutrisi, tidak adekuatnya tempat tinggal.
2. Ancaman
terhadap harga diri meliputi sumber internal dan eksternal.
a. Sumber
internal : kesulitan dalam berhubungan interpersonal di rumah dan tempat kerja,
penyesuaian terhadap peran baru. Berbagai ancaman terhadap integritas fisik
juga dapat mengancam harga diri.
b. Sumber
eksternal : kehilangan orang yang dicintai, perceraian, perubahan status
pekerjaan, tekanan kelompok, sosial budaya.
H.
SUMBER KOPING
Individu dapat menanggulangi stress dan
kecemasan dengan menggunakan atau mengambil sumber koping dari lingkungan baik
dari sosial, intrapersonal dan interpersonal. Sumber koping diantaranya adalah
aset ekonomi, kemampuan memecahkan masalah, dukungan sosial budaya yang
diyakini. Dengan integrasi sumber-sumber koping tersebut individu dapat
mengadopsi strategi koping yang efektif (Suliswati, 2005).
I.
MEKANISME KOPING
Kemampuan individu menanggulangi
kecemasan secara konstruksi merupakan faktor utama yang membuat klien
berperilaku patologis atau tidak. Bila individu sedang mengalami kecemasan ia
mencoba menetralisasi, mengingkari atau meniadakan kecemasan dengan mengembangkan
pola koping. Pada kecemasan ringan, mekanisme koping yang biasanya digunakan
adalah menangis, tidur, makan, tertawa, berkhayal, memaki, merokok, olahraga,
mengurangi kontak mata dengan orang lain, membatasi diri pada orang lain
(Suliswati, 2005).
Mekanisme koping untuk mengatasi
kecemasan sedang, berat dan panik membutuhkan banyak energi. Menurut Suliswati
(2005), mekanisme koping yang dapat dilakukan ada dua jenis, yaitu :
1. Task
oriented reaction atau reaksi yang berorientasi pada tugas. Tujuan yang ingin
dicapai dengan melakukan koping ini adalah individu mencoba menghadapi
kenyataan tuntutan stress dengan menilai secara objektif ditujukan untuk
mengatasi masalah, memulihkan konflik dan memenuhi kebutuhan.
a. Perilaku
menyerang digunakan untuk mengubah atau mengatasi hambatan pemenuhan kebutuhan.
b. Perilaku
menarik diri digunakan baik secara fisik maupun psikologik untuk memindahkan seseorang
dari sumber stress.
c. Perilaku
kompromi digunakan untuk mengubah cara seseorang mengoperasikan, mengganti
tujuan, atau mengorbankan aspek kebutuhan personal seseorang.
2. Ego
oriented reaction atau reaksi berorientasi pada ego. Koping ini tidak selalu
sukses dalam mengatasi masalah. Mekanisme ini seringkali digunakan untuk
melindungi diri, sehingga disebut mekanisme pertahanan ego diri biasanya
mekanisme ini tidak membantu untuk mengatasi masalah secara realita. Untuk
menilai penggunaan makanisme pertahanan individu apakah adaptif atau tidak
adaptif, perlu di evaluasi hal-hal berikut :
a. Perawat
dapat mengenali secara akurat penggunaan mekanisme pertahanan klien.
b. Tingkat
penggunaan mekanisme pertahanan diri terebut apa pengaruhnya terhadap
disorganisasi kepribadian.
c. Pengaruh
penggunaan mekanisme pertahanan terhadap kemajuan kesehatan klien.
d. Alasan
klien menggunakan mekanisme pertahanan.
J.
PENATALAKSANAAN
1. Upaya
meningkatkan kekebalan terhadap stress, dengan cara :
a. Makan
makan yang bergizi dan seimbang.
b. Tidur
yang cukup.
c. Cukup
olahraga.
d. Tidak
merokok.
e. Tidak
meminum minuman keras.
2. Terapi
psikofarmaka.
Terapi psikofarmaka merupakan pengobatan untuk cemas dengan memakai obat-obatan yang berkhasiat memulihkan fungsi gangguan neuro-transmitter (sinyal penghantar saraf) di susunan saraf pusat otak (limbic system). Terapi psikofarmaka yang sering dipakai adalah obat anti cemas (anxiolytic), yaitu seperti diazepam, clobazam, bromazepam, lorazepam, buspirone HCl, meprobamate dan alprazolam.
Terapi psikofarmaka merupakan pengobatan untuk cemas dengan memakai obat-obatan yang berkhasiat memulihkan fungsi gangguan neuro-transmitter (sinyal penghantar saraf) di susunan saraf pusat otak (limbic system). Terapi psikofarmaka yang sering dipakai adalah obat anti cemas (anxiolytic), yaitu seperti diazepam, clobazam, bromazepam, lorazepam, buspirone HCl, meprobamate dan alprazolam.
3. Terapi
somatik
Gejala atau keluhan fisik (somatik) sering dijumpai sebagai gejala ikutan atau akibat dari kecemasan yang bekerpanjangan. Untuk menghilangkan keluhan-keluhan somatik (fisik) itu dapat diberikan obat-obatan yang ditujukan pada organ tubuh yang bersangkutan.
Gejala atau keluhan fisik (somatik) sering dijumpai sebagai gejala ikutan atau akibat dari kecemasan yang bekerpanjangan. Untuk menghilangkan keluhan-keluhan somatik (fisik) itu dapat diberikan obat-obatan yang ditujukan pada organ tubuh yang bersangkutan.
4. Psikoterapi
Psikoterapi diberikan tergantung dari kebutuhan individu, antara lain :
Psikoterapi diberikan tergantung dari kebutuhan individu, antara lain :
a. Psikoterapi
suportif, untuk memberikan motivasi, semangat dan dorongan agar pasien yang
bersangkutan tidak merasa putus asa dan diberi keyakinan serta percaya diri.
b. Psikoterapi
re-edukatif, memberikan pendidikan ulang dan koreksi bila dinilai bahwa ketidakmampuan
mengatsi kecemasan.
c. Psikoterapi
re-konstruktif, untuk dimaksudkan memperbaiki kembali (re-konstruksi)
kepribadian yang telah mengalami goncangan akibat stressor.
d. Psikoterapi
kognitif, untuk memulihkan fungsi kognitif pasien, yaitu kemampuan untuk
berpikir secara rasional, konsentrasi dan daya ingat.
e. Psikoterapi
psiko-dinamik, untuk menganalisa dan menguraikan proses dinamika kejiwaan yang
dapat menjelaskan mengapa seseorang tidak mampu menghadapi stressor psikososial
sehingga mengalami kecemasan.
f. Psikoterapi
keluarga, untuk memperbaiki hubungan kekeluargaan, agar faktor keluarga tidak
lagi menjadi faktor penyebab dan faktor keluarga dapat dijadikan sebagai faktor
pendukung.
5. Terapi
psikoreligius
Untuk meningkatkan keimanan seseorang yang erat hubungannya dengan kekebalan dan daya tahan dalam menghadapi berbagai problem kehidupan yang merupakan stressor psikososial.
Untuk meningkatkan keimanan seseorang yang erat hubungannya dengan kekebalan dan daya tahan dalam menghadapi berbagai problem kehidupan yang merupakan stressor psikososial.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A.
PENGKAJIAN.
1.
Faktor
Predisposisi.
2.
Faktor
Presipitasi.
3.
Perilaku.
a.
Respon
Fisiologis Terhadap Ansietas.
Sistem Tubuh
|
Respons
|
Ø Kardiovaskuler
|
•
Palpitasi.
•
Jantung berdebar.
•
Tekanan darah meningkat dan denyut
nadi menurun.
•
Rasa mau pingsan dan pada akhirnya
pingsan.
|
Ø Pernafasan
|
•
Napas epat.
•
Pernapasan dangkal.
•
Rasa tertekan pada dada.
•
Pembengkakan pada tenggorokan.
•
Rasa tercekik.
•
Terengah-engah.
|
Ø Neuromuskular
|
•
Peningkatan reflek.
•
Reaksi kejutan.
•
Insomnia.
•
Ketakutan.
•
Gelisah.
•
Wajah tegang.
•
Kelemahan secara umum.
•
Gerakan lambat.
•
Gerakan yang janggal.
|
Ø Gastrointestinal
|
•
Kehilangan nafsu makan.
•
Menolak makan.
•
Perasaan dangkal.
•
Rasa tidak nyaman pada abdominal.
•
Rasa terbakar pada jantung.
•
Nausea.
•
Diare.
|
Ø Perkemihan
|
•
Tidak dapat menahan kencing.
•
Sering kencing.
|
Ø Kulit
|
•
Rasa terbakar pada mukosa.
•
Berkeringat banyak pada telapak
tangan.
•
Gatal-gatal.
•
Perasaan panas atau dingin pada
kulit.
•
Muka pucat dan bekeringat
diseluruh tubuh.
|
b. Respon Perilaku Kognitif.
Sistem
|
Respons
|
Ø
Perilaku
|
•
Gelisah.
•
Ketegangan fisik.
•
Tremor.
•
Gugup.
•
Bicara cepat.
•
Tidak ada koordinasi.
•
Kecenderungan untuk celaka.
•
Menarik diri.
•
Menghindar.
•
Terhambat melakukan aktifitas.
|
Ø
Kognitif
|
•
Gangguan perhatian.
•
Konsentrasi hilang.
•
Pelupa.
•
Salah tafsir.
•
Adanya bloking pada pikiran.
•
Menurunnya lahan persepsi.
•
Kreatif dan produktif menurun.
•
Bingung.
•
Khawatir yang berlebihan.
•
Hilang menilai objektifitas.
•
Takut akan kehilangan kendali.
•
Takut yang berlebihan.
|
Ø
Afektif
|
•
Mudah terganggu.
•
Tidak sabar.
•
Gelisah.
•
Tegang.
•
Nerveus.
•
Ketakutan.
•
Alarm.
•
Tremor.
•
Gugup.
•
Gelisah.
|
4.
Sumber Koping.
5.
Mekanisme
Koping.
B.
DIAGNOSA
KEPERAWATAN.
1.
Penyelesaian
kerusakan.
2.
Kecemasan.
3.
Pola
napas tidak efektif.
4.
Koping
individu tidak efektif.
5.
Diam.
6.
Gangguan
pembagian bidang energi.
7.
Ketakutan.
8.
Inkontinensial.
9.
Stress
10.
Cedera
resiko terhadap......
11.
Perubahan
nutrisi.
12.
Respon
pasca trauma.
13.
Ketidakberdayaan.
14.
Gangguan
harga diri
15.
Gangguan
pola tidur.
16.
Isolasi
sosial.
17.
Perubahan
proses berfikir.
18.
Gangguan
eliminasi urine.
C.
INTERVENSI.
Tujuan umum : Klien akan mengurangi ansietasnya dari tingkat
ringan hingga panik.
Tujuan khusus :
Klien
mampu untuk ;
1.
Membina
hubungan saling percaya.
2.
Melakukan
aktifitas sehari-hari.
3.
Mengekspresikan
dan mengidentifikasi tentang kecemasannya.
4.
Mengidentifikasi
situasi yang menyebabkan ansietas.
5.
Meningkatkan
kesehatan fisik dan kesejahteraannya.
6.
Klien
terlindung dari bahaya.
a. Ansietas
Ringan.
a) Gerakan tidak tenang.
b) Perhatikan tanda peningkatan
ansietas.
c) Bantu klien menyalurkan energi
secara konstruktif.
d) Gunakan obat bila perlu.
e) Dorong pemecahan masalah.
f) Berikan informasi akurat dan
fuktual.
g) Sadari penggunaan mekanisme
pertahanan.
h) Bantu dalam mengidentifikasi
keterampilan koping yang berhasil.
i)
Pertahankan
cara yang tenang dan tidak terburu.
j)
Ajarkan
latihan dan tehnik relaksasi.
b. Ansietas Sedang.
a)
Pertahankan
sikap tidak tergesa-gesa, tenang bila berurusan dengan pasien.
b) Bicara dengan sikap tenang, tegas
meyakinkan.
c) Gunakan kalimat yang pendek dan
sederhana.
d) Hindari menjadi cemas, marah, dan
melawan.
e) Dengarkan pasien.
f) Berikan kontak fisik dengan menyentuh
lengan dan tangan pasien.
g) Anjurkan pasien menggunakan tehnik relaksasi.
h) Ajak pasien untuk mengungkapkan
perasaannya.
i)
Bantu
pasien mengenali dan menamai ansietasnya
c. Ansietas
Berat.
a) Isolasi pasien dalam lingkungan yang
aman dan tenang.
b) Biarkan perawatan dan kontak sering
sampai konstan.
c) Berikan obat-obatan pasien melakukan
hal untuk dirinya sendiri.
d) Observasi adanya tanda-tanda
peningkatan agitasi.
e) Jangan mennyentuh pasien tanpa
permisi.
f) Yakinkan pasien bahwa dia aman.
g)
Kaji
keamanan dalam lingkungan sekitarnya
d. Panik.
a) Tetap bersama pasien ; minta
bantuan.
b) Jika mungkin hilangkan beberapa
stressor fisik dan psikologisdari lingkungan.
c) Bicara dengan tenang, sikap
meyakinkan, menggunakan nada suara yang rendah.
d) Katakan pada pasien bahwa anda
(staf) tidak akan membahayakan dirinya sendiri atau orang lain.
D. EVALUASI
Evaluasi terhadap kecemasan dapat di lihat
dari pasien yang selalu khawatir dengan kematian dan mampu mengenali kecemasannya dengan respon
subjektif klien mengatakan tahu arti cemas, klien mengatakan lebih senang diam
memikirkan masalah sendiri sedangkan respon objektif ekspresi wajah tampak
gelisah, klien menjawab pertanyaan yang diajukan, klien mampu mengenal kecemasannya. Kecemasan itu
pula dapat diartikan sebagai reaksi yang timbul karena ancaman yang tidak
menentu. Pencegahan dari kecemasan itu dapat dilakukan dengan cara perawat
memberikan dorongan kepada pasien untuk mengembangkan kepercayaan diri, serta
sering mendekatkan diri kepada Allah.
DAFTAR PUSTAKA
Dalami,
E., Suliswati., Farida, P., Rochimah., & Banon E. 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa dengan Masalah
Psikososial. Jakarta: Trans Info Media.
Stuart,
G.W., & Sundden, S.J. 1995. Buku Saku
Keperawatan Jiwa, Edisi 3. Jakarta
: EGC.
0 komentar:
Posting Komentar