SATUAN ACARA PENYULUHAN
PERAN KELUARGA DALAM MENCEGAH KEKAMBUHAN
PENDERITA GANGGUAN JIWA DENGAN HALUSINASI
SATUAN ACARA PENYULUHAN
Pokok
Bahasan : Mencegah kekambuhan
pada pasien gangguan jiwa dengan halusinasi
Sub Pokok Bahasan : Peran keluarga dalam mencegah kekambuhan
pada pasien gangguan jiwa dengan
halusinasi
Sasaran : Keluarga pasien RSJ Dr. Radjiman
Widiodiningrat Lawang
Hari / tanggal : Jumat , 10
Juli 2014
Tempat : Ruang Cendrawasih RSJ Dr. Radjiman
Widiodiningrat Lawang
A. Latar Belakang
Di Indonesia, Departemen Kesehatan RI
(2003) mencatat bahwa 70%
gangguan jiwa terbesar adalah
Skizofrenia. Menurut Arif (2006)
mengungkapkan bahwa 99% pasien yang
dirawat di rumah sakit jiwa adalah
pasien
dengan diagnosis medis skizofrenia. Lebih
dari 90% pasien skizofrenia mengalami halusinasi (Yosep, 2011). Stuart & Laraia (2005) menyatakan bahwa
pasien dengan diagnosis medis skizofrenia sebanyak 20% mengalamai halusinasi
pendengaran dan penglihatan secara bersamaan, 70% mengalami halusinasi
pendengaran, 20% mengalami halusinasi penglihatan, dan 10% mengalami halusinasi
lainnya. Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa jenis halusinasi yang paling
banyak diderita oleh pasien dengan skizofrenia adalah pendengaran.
Halusinasi merupakan bentuk yang
paling sering dari gangguan sensori persepsi. Pasien yang mengalami halusinasi
biasanya merasakan sensori palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan,
perabaan atau penghiduan (Direja, 2011). Sensori dan persepsi yang dialami
pasien tidak bersumber dari kehidupan nyata, tetapi dari diri pasien itu
sendiri. Dapat disimpulkan bahwa pengalaman sensori tersebut merupakan sensori
persepsi palsu. Chaery (2009) menyatakan bahwa dampak yang dapat ditimbulkan
oleh pasien yang mengalami halusinasi adalah kehilangan kontrol dirinya. Pasien
akan mengalami panik dan perilakunya dikendalikan oleh halusinasi. Pada situasi
ini pasien dapat melakukan bunuh diri (suicide), membunuh orang lain
(homicide),bahkan merusak lingkungan Untuk memperkecil dampak yang ditimbulkan
halusinasi, dibutuhkan penanganan yang tepat. Data di rumah sakit jiwa Dr.
Soeharto Heerdjan Jakarta tahun 2012 menunjukkan bahwa pasien rawat inap yang
menderita halusinasi memiliki presentasi 78% dari jumlah pasien rawat inap
seluruhnya di tahun tersebut. Data lain menunjukkan bahwa jumlah penderita
halusinasi pada bulan Januari 2012 yaitu: 128 orang, bulan Februari 2012: 90
orang, bulan Maret 2012: 132 orang, serta bulan April 2012: 140 orang, dengan
70% di antaranya memiliki diagnosis keperawatan halusinasi pendengaran. Dengan
banyaknya angka kejadian halusinasi, semakin jelas bahwa dibutuhkan peran
perawat untuk membantu pasien agar dapat mengontrol halusinasinya.
Peran
perawat dalam menangani halusinasi di rumah sakit antara lain melakukan
penerapan standar asuhan keperawatan, terapi aktivitas kelompok, dan melatih
keluarga untuk merawat pasien dengan halusinasi. Standar asuhan keperawatan
mencakup penerapan strategi pelaksanaan halusinasi. Strategi pelaksanaan adalah
penerapan standar asuhan keperawatan terjadwal yang diterapkan pada pasien yang
bertujuan untuk mengurangi masalah keperawatan jiwa yang ditangani (Fitria,
2009). Strategi pelaksanaan pada
pasien
halusinasi mencakup kegiatan mengenal halusinasi, mengajarkan pasien menghardik
halusinasi, minum obat dengan teratur, bercakap-cakap dengan orang lain saat
halusinasi muncul, serta melakukan aktivitas terjadwal untuk mencegah
halusinasi (Keliat dkk, 2010).
Hasil
penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Carolina (2008) menunjukkan bahwa
dengan penerapan asuhan keperawatan yang sesuai standar dapat membantu menurunkan
tanda dan gejala halusinasi sebesar 14%. Kemampuan kognitif pasien meningkat
47% serta kemampuan psikomotor sebanyak 48%. Sulastri (2010) dalam
penelitiannya terhadap 30 responden didapatkan bahwa penerapan asuhan
keperawatan dapat mengontrol gejala
halusinasi
pasien. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa pada kelompok intervensi terjadi
peningkatan nilai kemampuan mengontrol halusinasi, sedangkan pada kelompok
kontrol tidak mengalami perubahan. Hasil dari kedua penelitian tersebut
sama-sama menunjukkan bahwa ada perbedaan kemampuan pasien dalam mengontrol
halusinasi sebelum dan setelah diterapkan strategi pelaksanaan halusinasi.
Dampak halusinasi sangat membahayakan yaitu berisiko menimbulkan perilaku
kekerasan. Fakta lain menggambarkan bahwa jumlah pasien halusinasi di Rumah
Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan terus meningkat.
Menilik
dua alasan tersebut maka peneliti tertarik untuk melakukan riset tentang
pengaruh penerapan strategi pelaksanaan untuk membantu pasien mengontrol
halusinasi dengar. Diharapkan dengan adanya penerapan strategi pelaksanaan ini dapat membantu
pasien mengontrol halusinasi pendengarannya sehingga dampak negatif yang
ditimbulkan dapat diminimalisir.
B. TUJUAN
1. Tujuan
Umum
Setelah
mengikuti penyuluhan kesehatan, keluarga yang berkunjung ke RSJ Dr. Radjiman
Widiodiningrat Lawang mampu memahami apa perannya dalam mencegah kekambuhan
penderita gangguan jiwa dengan halusinasi.
2. Tujuan
Khusus
Setelah
mengikuti penyuluhan kesehatan selama 1x30 menit diharapkan keluarga yang
berkunjung di RSJ Dr. Radjiman Widiodiningrat Lawang mampu :
-
Menyebutkan pengertian
halusinasi
-
Menyebutkan pencetus
terjadinya halusinasi
-
Menyebutkan tanda dan
gejala halusinasi
-
Menyebutkan tipe-tipe
halusinasi
-
Menyebutkan proses
terjadinya halusinasi
C. GARIS
BESAR MATERI
a. Pengertian
halusinasi
b. Menyebutkan
pencetus terjadinya halusinasi
c. Tanda
dan gejala halusinasi
d. Tipe-tipe
halusinasi
e. Proses
terjadinya halusinasi
f. Cara
mengatasi pasien halusinasi
D. PELAKSANAAN
KEGIATAN
NO.
|
KEGIATAN
|
PENYULUH
|
PESERTA
|
WAKTU
|
1.
|
Pembukaan
dan salam
|
-Menyampaikan
salam
-menjelaskan
tujuan penyuluhan
|
-Menjawab
salam
-Mendengar
-Memberi
respon
|
09.00-09.05
WIB
|
2.
|
Penyampaian
materi
Penutup
dan salam
|
-menyampaikan
materi :
1.
pengertian halusinasi
2.
menyebutkan pencetus halusinasi
3.
menyebutkan tanda dan gejala halusinasi
4.
menyebutkan tipe-tipe halusinasi
5.
proses terjadinya halusinasi
6.
cara mengtasi pasien dengan halusinasi
-Tanya
jawab
-
Menyimpulkan hasil materi yang di diskusikan
-Menyampaikan
salam
|
-
mendengarkan dan
-
memperhatikan
-Menjawab
-
Mendengarkan
-
Menjawab salam
|
09.05-09.20
WIB
09.20-09.30
WIB
|
E. METODE
1. Prolog
2. Ceramah
3. Tanya
jawab
F. MEDIA
1. Leaflet
G. SETTING
TEMPAT
-
Peserta duduk di kursi
tunggu
-
Penyaji di depannya
H. PENGORGANISASIAN
1. Moderator : Ahamad Fadjar Bima
2. Penyaji
: Rizka berti P.
3. Fasilitator
: Siti Afifah
Denys Purfi A.
4. Observer : Bella Martha Lena
Endi Vilanty A.
I. EVALUASI
1. Pre
-Keluarga pasien
antusian dengan diadakannya penyuluhan kesehatan tentang mencegah kekambuhan
penderita gangguan jiwa dengan halusinasi
-keluarga pasien
kooperatif dalam acara penyuluhan
2. Post
- Keluarga pasien mampu memahami tentang
:
1.Menyebutkan apa itu halusinasi
2. Menyebutkan faktor pencetus dari
halusinasi
3. Menyebutkan tanda dan gejala
halusinasi
4. Menyebutkan apa saja tipe-tipe dari
halusinasi
5. Bagaimana proses terjadinya
halusinasi
6. Bagaimana cara mengatasi pasien
dengan halusinasi
PERAN
KELUARGA DALAM MENCEGAH KEKAMBUHAN
PENDERITA
GANGGUAN JIWA DENGAN HALUSINASI
DI
RUMAH
1.
Pengertian
Halusinasi
adalah terjadnya persepsi dalam kondisi sadar tanpa adanya rangsang yang nyata
terhadap indera. Kualitas dari persepsi itu dirasakan penderita sangat jelas,
substansial, dan berasal dari luar ruang nyatanya. Defines ini dapat membedakan
halusinasi dengan mimpi, berhayal, ilusi, dan pseudohalusinasi ( tidak sama
dengan persepsi sesungguhnya, namun tidak dalam keadaan terkendali ). Contoh
dari fenomena ini adalah dimana seseorang mengalami gangguan penglihatan ,
dimana ia merasa melihat suatu objek , namun indera penglihatan orang lain
tidak bisa menangkap objek yang sama.
Halusinasi juga harus
dibedakan dengan delusi pada persepsi,
dimana indera menangkap rangsang nyata, namun
persepsi nyata yang diterimanya itu diberikan makna yang dan berbeda (bizzare).
Sehingga orang yang mengalami delusi lebih percaya kepada hal-hal yang atau
tidak masuk logika. Halusinasi dapat
dibagi berdasarkan indera yang bereaksi saat persepsi ini terbentuk,
yaitu
2.
Pencetus
halusinasi
- Sakit dengan panas tinggi sehingga
mengganggu keseimbangan tubuh.
3.
Tanda
dan gejala halusinasi
1) Berbicara, senyum, tertawa sendiri.
2) Mengatakan mendengar suara, melihat, mengecap, menghidu
ataumencium, merasasesuatau yang tidak nyata
3) Merusak diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
4) Tidak dapatmembedakan hal yangnyatadantidaknyata.
5) Tidak bisa memusatkan perhatian dan konsentrasi.
6) Tidak bisa memusatkan perhatian dan konsentrasi.
7) Pembicaraan kacau, kadang tidak masuk akal.
8) Sikap curiga dan bermusuhan.
9) Menarik diri, menghindar dari orang lain.
10) Ketakutan
11) Tidak mampu melaksanakan asuhan
mandiri, mandi, sikat gigi, gantipakaian, berhias yang rapi.
12) Mudah tersinggung, jengkel, marah.
13) Menyalahkan diri sendiri, orang
lain.
14) Muka merah kadang pucat.
15) Tekanan darahmeningkat.
16) Napas terengah – engah nadi cepat,
banyak keringat.
4.
Tipe-tipe halusinasi
Halusinasi dibagi
menjadi beberapa jenis, yitu sebagai berikut (Maramis, 2004):
a. Halusinasi penglihatan (visual,
optik) adalah
perasaan melihat sesuatu objek tetapi pada kenyataannya tidak ada.
b. Halusinasi pendengaran
(auditif, akustik) adalah perasaan mendengar suara-suara,berupa suara
manusia, hewan atau mesin, barang, kejadian alamiah dan musik.
c. Halusinasi penciuman
(olfaktorik) adalah
perasaan mencium sesuatu bau atau aroma tetapi tidak ada.
d. Halusinasi pengecapan
(gustatorik) adalah
kondisi merasakan sesuatu rasa tetapi tidak ada dalam mulutnya, seperti rasa
logam.
e. Halusinasi peraba (taktil) adalah kondisi merasa diraba,
disentuh, ditiup, disinari atau seperti ada ulat bergerak di bawah
kulitnya.
f. Halusinasi kinestetik adalah kondisi merasa badannya
bergerak dalam sebuah ruang, atau anggota badannya bergerak.
5.
Proses
terjadinya halusinasi
Fase-fase
halusinasi menurut Farida, Yudi, hal 106 meliputi :
a. Fase Pertama
Disebut
juga fase comforting yaitu fase menyenangkan. Pada tahap ini masuk
dalam
golongan nonpsikotik. Karakteristik : klien mengalami stress, cemas,
perasaan
perpisahan, rasa bersalah, kesepian yang memuncak, dan tidak dapat
diselesaikan.
Klien mulai melamun dan memikirkan hal-hal yang
menyenangkan,
cara ini hanya menolong sementara.
Perilaku
klien : menggerakan bibir tanpa suara, pergerakan mata yang
cepat,
diam dan asyik sendiri, respon verbal yang lambat jika sedang asyik
dengan
halusinasinya.
b. Fase Kedua
Disebut
juga fase condemming atau ansietas berat. Pengalaman sensori yang
menjijikkan
dan menakutkan. Klien mulai lepas kendali dan mungkin
mencoba
untuk mengambil jarak dirinya dengan sumber yang diekspresikan.
Fase
ini bersifat psikotik ringan.
Perilaku
klien : meningkatkan tanda-tanda system saraf otonom akibat
ansietas
seperti peningkatan denyut jantung, pernafasan, dan tekanan darah.8
Rentang
perhatin menyempit, asyik dengan pengalaman sensori dan
kehilangan
kemampuan membedakan halusinasi dan realita.
c. Fase Ketiga
Adalah
fase controlling. Klien mengalami ansietas berat dan pengalaman
sensorik
menjadi berkuasa. Klien berhenti menghentikan perlawanan kesepian
jika
sensori halusinasi berhenti. Fase ini bersifat psikotik.
Perilaku
klien : kemauan yang dikendalikan halusinasi akan lebih
diikuti,
kesukaran berhubungan dengan orang lain, rentang perhatian hanya
beberapa
detik atau menit.
d. Fase Keempat
Disebut
juga fase Conquering. Klien mengalami panik dan umumnya menjadi
melebur
dalam halusinasi. Pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien
mengikuti
perintah halusinasi. Karakteristik : halusinasi berubah menjadi
mengancam,
memerintah, dan memarahi klien. Klien menjadi takut, tidak
berdaya,
hilang kontrol.
Perilaku
klien : perilaku teror akibat panik, potensi bunuh diri, perilaku
kekerasan,
menarik diri.Cara mengatasi pasien dengan halusinasi
6.
Cara mengatasi halusinasi
-
Bila penderita sedang dalam keadaan relatif baik, ajak
bicara/ diskusi dan tanyakan hal hal apa yang bisa membuatnya lebih nyaman dan
mengurangi dampak dari halusinasi tersebut. Misalnya: tanyakan kapan atau pada
kondisi seperti apa halusinasi tersebut muncul, kapan halusinasi itu jarang
atau tidak muncul, dll.
-
Berikan rasa nyaman dan perlindungan
-
Kurangi rangsangan yang bisa mencetuskan halusinasi (suara
TV atau radio yang terlalu keras, teriakan-teriakan, gaduh, banyak orang/ tamu,
dll.
-
Identifikasi hal hal yang menjadi pemicu stress. Misalnya:
banyak orang/ kerumunan orang di toko atau mall, beradu mulut, dimarahi, dll.
-
Ciptakan hal hal atau kegiatan yang bisa mengalihkannya dari
halusinasi, seperti: melakukan kegiatan yang menyenangkan hatinya (bermusik,
berkebun, menggambar, dll), melakukan pekerjaan rumah yang ringan, diajak
ngobrol, mendengarkan radio atau melihat TV, dll.
-
Latihan teknik relaksasi
-
Minum obat sesuai perintah dokter
DAFTAR PUSTAKA
1.
Dalami, E., Suliswati., Rochimah., Suryati, K, R. &
Lestari, W. 2009. Asuhan Keperawatan Klien Dengan
Gangguan Jiwa. Penerbit: Trans Media,Jakarta.
- Maramis, W, F. 2004. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Airlangga
University Press. Surabaya.
- Nasution, Saidah, S.
2003. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan
Perubahan Sensori Persepsi: Halusinasi.
http://usupress.usu.ac.id.
4.
Stuart & Sundeen. 1998. Buku Saku Keperwatan Jiwa, Edisi 3. EGC: Jakarta.
- Townsend, C, Mary. 2002. Psychiatric Mental Health Nursing Consepts of Care,ed.4.
Davis Company. Philadelphia.
0 komentar:
Posting Komentar