Sabtu, 06 Desember 2014

ASKEP HEMATOMA

Diposting oleh Unknown di 02.03
BAB I
                                             PENDAHULUAN

1.1     Latar Belakang
Karsinoma hepatoseluler atau hepatoma merupakan kanker hati primer yang paling sering ditemukan daripada tumor hati lainnya seperti limfoma maligna, fibrosarkoma, dan hemangiondotelioma.
Di Amerika Serikat sekitar 80%-90% dari tumor ganas hati primer adalah hepatoma. Angka kejadian tumor ini di Amerika Serikat hanya sekitar 2% dari seluruh karsinoma yang ada. Sebaliknya di Afrika dan Asia hepatoma adalah karsinoma yang paling sering ditemukan dengan angka kejadian 100/100.000 populasi.
Pria lebih banyak daripada wanita. Lebih dari 80% pasien hepatoma menderita sirosis hati Hepatoma biasa dan sering terjadi pada pasien dengan sirosis hati yang merupakan komplikasi hepatitis virus kronik.
Hepatitis virus kronik adalah faktor risiko penting hepatoma, virus penyebabnya adalah virus hepatitis B dan C. Bayi dan anak kecil yang terinfeksi virus ini lebih mempunyai kecenderungan menderita hepatitis virus kronik daripada dewasa yang terinfeksi virus ini untuk pertama kalinya.
Pasien hepatoma 88% terinfeksi vius hepatitis B dan C. Virus ini mempunyai hubungan yang erat dengan timbulnya hepatoma. Hepatoma seringkali tak terdiagnosis karena gejala karsinoma tertutup oleh penyakit yang mendasari yaitu sirosis hati atau hepatitis kronik. Jika gejala tampak, biasanya sudah stadium lanjut dan harapan hidup sekitar beberapa minggu sampai bulan. Keluhan yang paling sering adalah berkurangnya selera makan, penurunan berat badan, nyeri di perut kanan atas dan mata tampak kuning.
Komplikasi yang sering terjadi pada sirosis adalah asites, perdarahan saluran cerna bagian atas, ensefalopati hepatika, dan sindrom hepatorenal. Sindrom hiporenal adalah suatu keadaan pada pasien dengan hepatitis kronik, kegagalan fungsi hati, hipertensi portal, yang ditandai dengan gangguan fungsi ginjal dan sirkulasi darah. Sindroma ini mempunyai risiko kematian yang tinggi.
Oleh karena itu, kami mencoba untuk membahas tentang asuhan keperawatan pada pasien hepatoma.


1.2  Rumusan Masalah

1.  Apa pengertian dari hepatoma?
2.  Bagaimana tindakan medis yang dapat dilakukan pada pasien dengan hepatoma?
3.  Bagaimana penerapan proses keperawatan dalam asuhan keperawatan pasien dengan hepatoma?





1.3 Tujuan Penulisan

1.   Mengetahui tindakan keperawatan pada pasien dengan trauma abdomen
2.   Mengetahui masalah yang mungkin timbul pada pasien dengan trauma abdomen
3.   Memenuhi tugas pembuatan makalah pada mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah








































BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Karsinoma hepatoseluler atau hepatoma adalah tumor ganas hati primer dan paling sering ditemukan daripada tumor ganas hati primer lainnya seperti limfoma maligna, fibrosarkoma, dan hemangioendotelioma.
Hepatocellular Carcinoma (HCC) atau disebut juga hepatoma atau kanker hati primer atau Karsinoma Hepato Selular (KHS) adalah satu dari jenis kanker yang berasal dari sel hati.
Hepatoma biasa dan sering terjadi pada pasien dengan sirosis hati yang merupakan komplikasi hepatitis virus kronik. Hepatitis virus kronik adalah faktor risiko penting hepatoma, virus penyebabnya adalah virus hepatitis B dan C.

2.2 Etiologi

a.    Virus Hepatitis B
Hubungan antara infeksi kronik HBV dengan timbulnya hepatoma terbukti kuat, baik secara epidemiologis, klinis maupun eksperimental. Sebagian besar wilayah yang hiperendemik HBV menunjukkan angka kekerapan hepatoma yang tinggi. Umur saat terjadinya infeksi merupakan faktor resiko penting karena infeksi HBV pada usia dini berakibat akan terjadinya kronisitas. Karsinogenitas HBV terhadap hati mungkin terjadi melalui proses inflamasi kronik, peningkatan proliferasi hepatosit, integrasi HBV DNA ke dalam DNA sel penjamu, dan aktifitas protein  spesifik-HBV berinteraksi dengan gen hati. Pada dasarnya, perubahan hepatosit dari kondisi inaktif menjadi sel yang aktif bereplikasi menentukan tingkat karsinogenesis hati. Siklus sel dapat diaktifkan secara tidak langsung akibat dipicu oleh ekspresi berlebihan suatu atau beberapa gen yang berubah akibat HBV. Infeksi HBV dengan pajanan agen onkogenik seperti aflatoksin dapat menyebabkan terjadinya hepatoma tanpa melalui sirosis hati.
b.    Virus Hepatitis C
Di wilayah dengan tingkat infeksi HBV rendah, HCV merupakan faktor resiko penting dari hepatoma. Infeksi HCV telah menjadi penyebab paling umum karsinoma hepatoseluler di Jepang dan Eropa, dan juga bertanggung jawab atas meningkatnya insiden karsinoma hepatoseluler di Amerika Serikat, 30% dari kasus karsinoma hepatoseluler dianggap terkait dengan infeksi HCV. Sekitar 5-30% orang dengan infeksi HCV akan berkembang menjadipenyakit hati kronis. Dalam kelompok ini, sekitar 30% berkembang menjadi sirosis, dan sekitar 1-2% per tahun berkembang menjadi karsinoma hepatoseluler. Resiko karsinoma hepatoseluler pada pasien dengan HCV sekitar 5% dan muncul 30 tahun setelah infeksi. Penggunaan alkohol oleh pasien dengan HCV kronis lebih beresiko terkena karsinoma hepatoseluler dibandingkan dengan infeksi HCV saja. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa penggunaan antivirus pada infeksi HCV kronis dapat mengurangi risiko karsinoma hepatoseluler secara signifikan. 
c.    Sirosis Hati
Sirosis hati merupakan faktor resiko utama hepatoma di dunia dan melatarbelakangi lebih dari 80% kasus hepatoma. Penyebab utama sirosis di Amerika Serikat dikaitkan dengan alkohol, infeksi hepatitis C, dan infeksi hepatitis B. Setiap tahun, 3-5% dari pasien dengan sirosis hati akan menderita hepatoma. Hepatoma merupakan penyebab utama kematian pada sirosis hati. Pada otopsi pada pasien dengan sirosis hati , 20-80% di antaranya telah menderita hepatoma.
d.    Aflatoksin
Aflatoksin B1 (AFB1) meruapakan mikotoksin yang diproduksi oleh jamur Aspergillus. Dari percobaan pada hewan diketahui bahwa AFB1 bersifat karsinogen. Aflatoksin B1 ditemukan di seluruh dunia dan terutama banyak berhubungan dengan makanan berjamur.Pertumbuhan jamur yang menghasilkan aflatoksin berkembang subur pada suhu 13°C, terutama pada makanan yang menghasilkan protein. Di Indonesia terlihat berbagai makanan yang tercemar dengan aflatoksin seperti kacang-kacangan, umbi-umbian (kentang rusak, umbi rambat rusak,singkong, dan lain-lain), jamu, bihun, dan beras berjamur.
Salah satu mekanisme hepatokarsinogenesisnya ialah kemampuan AFB1 menginduksi mutasi pada gen supresor tumor p53. Berbagai penelitian dengan menggunakan biomarker menunjukkan ada korelasi kuat antara pajanan aflatoksin dalam diet dengan morbiditas dan mortalitas hepatoma.
e.    Obesitas
Suatu penelitian pada lebih dari 900.000 individu di Amerika Serikat diketahui bahwa terjadinya peningkatan angka mortalitas sebesar 5x akibat kanker pada kelompok individu dengan berat badan tertinggi (IMT 35-40 kg/m2)  dibandingkan dengan kelompok individu yang IMT-nya normal. Obesitas merupakan faktor resiko utama untuk non-alcoholic fatty liver disesease (NAFLD), khususnya non-alcoholic steatohepatitis (NASH) yang dapat berkembang menjadi sirosis hati dan kemudian berlanjut menjadi hepatoma.
f.     Diabetes Mellitus
Tidak lama ditengarai bahwa DM menjadi faktor resiko baik untuk penyakit hati kronis maupun untuk hepatoma melalui terjadinya perlemakan hati dan steatohepatitis non-alkoholik (NASH). Di samping itu, DM dihubungkan dengan peningkatan kadar insulin dan insulin-like growth factors (IGFs)  yang merupakan faktor promotif potensial untuk kanker. Indikasi kuatnya aasosiasi antara DM dan hepatoma terlihat dari banyak penelitian. Penelitian oleh El Serag dkk. yang melibatkan173.643 pasien DM dan 650.620 pasien bukan DM menunjukkan bahwa insidensi hepatoma pada kelompok DM lebih dari dua kali lipat dibandingkan dengan insidensi hepatoma kelompok bukan DM.
g.    Alkohol
Meskipun alkohol tidak memiliki kemampuan mutagenik, peminum berat alkohol (>50-70 g/hari atau > 6-7 botol per hari) selama lebih dari 10 tahun meningkatkan risiko karsinoma hepatoseluler 5 kali lipat. Hanya sedikit bukti adanya efek karsinogenik langsung dari alkohol. Alkoholisme juga meningkatkan resiko terjadinya sirosis hati dan hepatoma pada pengidap infeksi HBV atau HVC. Sebaliknya, pada sirosis alkoholik terjadinya HCC juga meningkat bermakna pada pasien dengan HBsAg positif atau anti-HCV positif. Ini menunjukkan adanya peran sinergistik alkohol terhadap infeksi HBV maupun infeksi HCV.


2.3 Gejala-gejala Hepatoma

Hepatoma seringkali tak terdiagnosis karena gejala karsinoma tertutup oleh penyakit yang mendasari yaitu sirosis hati atau hepatitis kronik. Pada permulaannya penyakit ini berjalan perlahan, malah banyak tanpa keluhan. Lebih dari 75% tidak memberikan gejala-gejala khas. Ada penderita yang sudah ada kanker yang besar sampai 10 cm pun tidak merasakan apa-apa.
Keluhan utama yang sering adalah :
·      Keluhan sakit perut atau rasa penuh ataupun ada rasa bengkak di perut kanan atas
·      Nafsu makan berkurang,
·      Berat badan menurun, dan rasa lemas.
·      Keluhan lain terjadinya perut membesar karena ascites (penimbunan cairan dalam rongga perut), mual, tidak bisa tidur, nyeri otot, berak hitam, demam, bengkak kaki, kuning, muntah, gatal, muntah darah, perdarahan dari dubur, dan lain-lain.

2.4 Patofisiologi
Hepatoma 75 % berasal dari sirosis hati yang lama/menahun. Khususnya yang disebabkan oleh alkoholik dan postnekrotik.
Pedoman diagnostik yang paling penting adalah terjadinya kerusakan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Pada penderita sirosis hati yang disertai pembesaran hati mendadak.
Tumor hati yang paling sering adalah metastase tumor ganas dari tempat lain. Matastase ke hati dapat terdeteksi pada lebih dari 50 % kematian akibat kanker. Hal ini benar, khususnya untuk keganasan pada saluran pencernaan, tetapi banyak tumor lain juga memperlihatkan kecenderungan untuk bermestatase ke hati, misalnya kanker payudara, paru-paru, uterus, dan pankreas.
Diagnosa sulit ditentukan, sebab tumor biasanya tidak diketahui sampai penyebaran tumor yang luas, sehingga tidak dapat dilakukan reseksi lokal lagi.
2.5 Stadium Hepatoma

Stadium I            : Satu fokal tumorberdiameter \ hati.
Stadium II           : Satu fokal tumor berdiameter > 3cm. Tumor terbatas pada segment I atau multi-fokal tumor terbatas padlobus kanan atau lobus kiri hati.
Stadium III         : Tumorpada segment I meluas ke lobus kiri (segment IV) atau ke lobus kanan segment V dan VIII atau tumordengan invasi peripheral ke sistem pembuluh darah (vascular) atau pembuluh empedu (biliary duct) tetapi hanya terbatas pada lobus kanan atau lobus kiri hati.
Stadium IV         : Multi-fokal atau diffuse tumor yang mengenai lobus kanan dan lobus kiri hati.
- atau tumor dengan invasi ke dalam pembuluh darah hati (intra hepaticvaskuler ) ataupun pembuluh empedu (biliary duct)
- atau tumor dengan invasi ke pembuluh darah di luar hati (extra hepatic vessel) seperti pembuluh darah vena limpa (vena lienalis)


2.6 Pemeriksaan Laboratorium

1.    Biopsi
Biopsi aspirasi dengan jarum halus (fine needle aspiration biopsy) terutama ditujukan untuk menilai apakah suatu lesi yang ditemukan pada pemeriksaan radiologi imaging dan laboratorium AFP itu benar pasti suatu hepatoma.
Cara melakukan biopsi dengan dituntun oleh USG ataupun CTscann mudah, aman, dan dapat ditolerir oleh pasien dan tumor yang akan dibiopsi dapat terlihat jelas pada layar televisi berikut dengan jarum biopsi yang berjalan persis menuju tumor, sehingga jelaslah hasil yang diperoleh mempunyai nilai diagnostik dan akurasi yang tinggi karena benar jaringan tumor ini yang diambil oleh jarum biopsi itu dan bukanlah jaringan sehat di sekitar tumor.
2.    Radiologi
untuk mendeteksi kanker hati stadium dini dan berperan sangat menentukan dalam pengobatannya.
Kanker hepato selular ini bisa dijumpai di dalam hati berupa benjolan berbentuk kebulatan (nodule) satu buah,dua buah atau lebih atau bisa sangat banyak dan diffuse (merata) pada seluruh hati atau berkelompok di dalam hati kanan atau kiri membentuk benjolan besar yang bisa berkapsul.
3.    Ultrasonografi
Dengan USG hitam putih (grey scale) yang sederhana (conventional) hati yang normal tampak warna ke-abuan dan texture merata (homogen).
USG conventional hanya dapat memperlihatkan benjolan kanker hatidiameter 2 cm – 3 cm saja. Tapi bila USG conventional ini dilengkapi dengan perangkat lunak harmonik sistem bisa mendeteksi benjolan kanker diameter 1 cm – 2 cm13, namun nilai akurasi ketepatan diagnosanya hanya 60%.
4.    CT scan
CT scann sebagai pelengkap yang dapat menilai seluruh segmen hati dalam satu potongan gambar yang dengan USG gambar hati itu hanya bisa dibuat sebagian-sebagian saja.
CTscann dapat membuat gambar kanker dalam tiga dimensi dan empat dimensi dengan sangat jelas dan dapat pula memperlihatkan hubungan kanker ini dengan jaringan tubuh sekitarnya.
5.    Angiografi
angiografi ini dapat dilihat berapa luas kanker yang sebenarnya. Kanker yang kita lihat dengan USG yang diperkirakan kecil sesuai dengan ukuran pada USG bisa saja ukuran sebenarnya dua atau tiga kali lebih besar. Angigrafi bisa memperlihatkan ukuran kanker yang sebenarnya.
6.    MRI (Magnetic Resonance Imaging)
MRI yang dilengkapi dengan perangkat lunak Magnetic ResonanceAngiography (MRA) sudah pula mampu menampilkan dan membuat peta pembuluh darah kanker hati ini.
7.    PET (Positron Emission Tomography)
Positron Emission Tomography (PET) yang merupakan alat pendiagnosis kanker menggunakan glukosa radioaktif yang dikenal sebagai flourine18 atau Fluorodeoxyglucose (FGD) yang mampu mendiagnosa kanker dengan cepat dan dalam stadium dini.
Caranya, pasien disuntik dengan glukosa radioaktif untuk mendiagnosis sel-sel kanker di dalam tubuh. Cairan glukosa ini akan bermetabolisme di dalam tubuh dan memunculkan respons terhadap sel-sel yang terkena kanker.
PET dapat menetapkan tingkat atau stadium kanker hati sehingga tindakan lanjut penanganan kanker ini serta pengobatannya menjadi lebih mudah. Di samping itu juga dapat melihat metastase (penyebaran).

2.7 Penatalaksanaan Medis

Pemilihan terapi kanker hati ini sangat tergantung pada hasil pemeriksaan radiologi dan biopsi. Sebelum ditentukan pilihan terapi hendaklah dipastikan besarnya ukuran kanker,lokasi kanker di bagian hati yang mana, apakah lesinya tunggal (soliter) atau banyak (multiple), atau merupakan satu kanker yang sangat besar berkapsul, atau kanker sudah merata pada seluruh hati, serta ada tidaknya metastasis (penyebaran) ke tempat lain di dalam tubuh penderita ataukah sudah ada tumor thrombus di dalam vena porta dan apakah sudah ada sirrhosis hati. Tahap penatalaksanaan dibagi menjadi dua yaitu tindakan non-bedah dan tindakan bedah.


















BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN HEPATOMA


3.1  PENGKAJIAN

a)      Identitas
Nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama, suku, bangsa, no. registrasi
b)      Riwayat kesehatan
·        Keluhan utama: klien biasanya mengeluh mual, muntah, nyeri perut kanan atas, pembesaran perut, berak hitam
·        Riwayat penyakit sekarang: biasanya klien awalnya mengalami mual, nyeri perut kanan atas, berak hitam, kemudian perut klien membesar dan sesak nafas.
·        Riwayat penyakit dahulu: biasanya klien pernah mengalami penyakit hepatitis B atau C atau D. Dan mengalami sirosis hepatik
·        Riwayat penyakit keluarga: biasanya salah satu atau lebih keluarga klien menderita penyakit hepatitis B atau C atau D. Biasanya ibu klien menderita hepatitis B atau C atau D yang diturunkan kepada anaknya pada waktu hamil.
·        Riwayat lingkungan: biasanya klien inggal di lingkungan yang kumuh dan kotor
·        Riwayat imunisasi: biasanya klien tidak diimunisasi untuk penyakit hepatitis B
c)      Pemeriksaan fisik
·        Keadaan umum
Biasanya klien terlihat lemah, letih, dengan perut membesar dan sesak nafas, penurunan BB.
·        TTV
TD: >120/80 mmHg
N: >100 x/mnt
RR: <16 x/mnt
S: >37,5oC
·        Kepala dan leher
Biasanya terjadi pernafasan cuping hidung, ikterus, muntah
·        Thoraks
Biasanya terjadi retraksi dada dikarenakan kesulitas bernafas, penggunaan otot-otot bantu pernafasan
·        Abdomen
Biasanya terjadi pembesaran hati (hepatomegali), permukaan hati terasa kasar, asites, nyeri perut bagian kanan atas dengan skala 7-10, splenomegali
·        Ekstremitas
Biasanya terjadi gatal-gatal, kelenahan otot
·        Breath
Biasanya klien mengalami sesak nafas
·        Blood
Biasanya klien anemi dikarenakan adanya perdarahan
·        Brain
Jika sudah metastase akan terjadi enselofaty hepatik
·        Bowel
Biasanya klien mengalami anoreksia, mual, muntah, melena, bahkan mungkin terjadi hematomesis. Terjadi penurunan BB, turgor kulit lebih dari 2 detik, rambut kering, mukosa oral kering, penurunan serum albumn.
·        Blader
Biasanya klien mengeluarkan urin berwarna seperti teh pekat
·        Bone
Jika terjadi metastase ke tulang akan terjadi nyeri tulang
d)      Pola fungsi kesehatan
·        Pola aktivitas
Biasanya klien mengalami gangguan dalam beraktivitas dikarenakan nyeri, kelemahan otot, mual, dan muntah
·        Pola nutrisi
Biasanya klien mengalami anoreksia, mual dan muntah
·        Pola eliminasi
Biasanya klien mengeluarkan urin berwarna seperti teh dan pekat. Feses klien berwarna hitam (melena)
·        Pola istirahat
Biasanya klien mengalami insomnia
·        Pola seksual
Biasanya klien mengalami penurunan libido
·        Pola spiritual
Biasanya klien terganggu dalam menjalani ibadah
e)      Pemeriksaan penunjang

3.2  DIAGNOSA

Pre operasi
1.      Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan adanya asites dan penekanan diafragma.
2.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia, mual.
3.      Nyeri berhubungan dengan tegangnya dinding perut. Akibat asites

Post operasi
1.      Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan luka post operasi.
2.      Resiko infeksi berhubungan dengan luka post operasi.




3.3  RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

Pre operasi

Dx 1         : Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan adanya asites dan penekanan  diafragma.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam pernafasan klien kembali normal
Kriteria Hasil:
1.      Tidak mengeluh sesak napas,
2.      RR 16 – 24 X/menit.
3.      Hasil Lab BGA  Normal
4.      Tidak ada pernafasan cuping hidung
5.      Tidak ada penggunaan otot-otot bantu pernafasan

Intervensi
Rasional
1.  Pertahankan Posisi semi fowler.







2.  Observasi gejala kardinal dan monitor tanda - tanda ketidakefektifan pola napas.

3.  Berikan penjelasan tentang penyebab sesak dan motivasi utuk membatasi aktivitas

4.   Kolaborasi dengan tim medis (dokter) dalam pemberian diuretik, batasi asupan cairan, dan aspirasi asites.
1.      Posisi ini memungkinkan tidak terjadinya penekanan isi perut terhadap diafragma sehingga meningkatkan ruangan untuk ekspansi paru   yang maksimal. Disamping itu posisi ini juga mengurangi peningkatan volume darah paru sehingga memperluas ruangan yang dapat diisi oleh udarab.
2.      Pemantau lebih dini terhadap perubahan yang terjadi sehingga dapat diambil tindakan penanganan segera.

3.      Pengertian klien akan mengundang partispasi klien dalam mengatasi permasalahan yang terjadi

4.      untuk mengurangi asites dan cairan dalam cavum peritoneum sehingga pola nafas kembali normal (16-24x/menit)









Dx 2      : perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia, mual
Tujuan   : setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jam kebutuhaan nutrisi klien terpenuhi
Kriteria Hasil:
1.      BB klien naik
2.      Serum albumin normal
3.      Makanan 1 porsi habis
4.      Klien tidak terlahat lemas

Intervensi
Rasional
1.      Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian vitamin.



2.      Jelaskan pada klien tentang pentingnya nutrisi bagi tubuh dan diit yang di tentukan dan tanyakan kembali apa yang telah di jelaskan.



3.      Bantu klien dan keluarga mengidentifikasi  dan memilih makanan yang mengandung kalori dan protein tinggi
4.      Sajikan makanan dalam keadaan menarik dan hangat.

5.      Anjurkan pada klien untuk menjaga kebersihan mulut.

6.      Monitor kenaikan berat badan
1.      Dengan pemberian vitamin membantu proses metabolisme, mempertahankan fungsi berbagai jaringan dan membantu pembentukan sel baru.
2.      Pengertian klien tentang nutrisi mendorong klien untuk mengkonsumsi makanan sesuai diit yang ditentukan dan umpan balik  klien tentang penjelasan merupakan tolak ukur penahanan klien  tentang nutrisic.
3.      Dengan mengidentifikasi berbagai jenis makanan yang telah di tentukan Diharapkan klien kooperatif
4.      Dengan penyajian yang menarik diharapkan dapat meningkatkan selera    makan
5.      Dengan kebersihan mulut menghindari rasa mual sehingga diharapkan menambah rasa
6.      Dengan monitor  berat badan merupakan sarana untuk mengetahui perkembangan asupan nutrisi klien








Dx 3    : Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan tegangnya dinding perut akibat asites
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam skala nyeri berkurang
Kriteria Hasil:
1.      Klien terlihat tenang
2.      Skala nyeri 0-3
3.      TD 120/80 mmHg
4.      Nadi 60-100 x/mnt

Intervensi
Rasional
1.      Lakukan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgesik (perhatikan fungsi faal hepar).

2.      Atur posisi klien yang enak sesuai dengan  keadaan



3.      Awasi respon emosional klien terhadap proses nyeri.

4.        Ajarkan teknik pengurangan nyeri dengan teknik  distraksi

5.      Observasi tanda-tanda vital
1.Analgesik bekerja mengurangi reseptor nyeri dalam mencapai sistim saraf sentral

2.Dengan posisi miring ke sisi yang sehat disesuaikan dengan gaya gravitasi,maka dengan miring kesisi yang sehat maka terjadi pengurangan  penekanan sisi yang sakit
3.Keadaan emosional mempunyai dampak pada kemampuan klien untuk         menangani nyeri
4.Teknik distraksi merupakan teknik pengalihan perhatian sehingga mengurangi emosional dan kognitif
5.Deteksi dini adanya kelainan

Post operasi

Dx 1      : Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan luka post operasi
Tujuan   : Setelah dilakukan tindakan keperawatan manejemen nyeri selama 3 x 24 jam diharapkan nyeri klien berkurang
Kriteria Hasil :
1.      Klien terlihat tenang
2.      Skala nyeri 0-3
3.      TD 120/80 mmHg
4.      Nadi 60-100 x/mnt


Intervensi
Evaluasi
1.    Observasi cemas, mudah terangsang, menangis, gelisah, gangguan tidur.

2.    Pantau tanda-tanda vital




3.    Berikan tindakan nyaman, bantu aktivitas perawatan diri dan dorong aktvitas senggang sesuai indikasi.

4.    Beritahu pasien bahwa wajar saja, meskipun lebih baik, untuk meminta analgesic segera setelah ketidaknyamanan menjadi dilaporkan.
5.    Kolaborasikan pemberian obat sesuai indikasi seperti profiksene dan asetaminofen
1.      Petunjuk non verbal ini dapat menindikasikan adanya/ derajat nyeri yang dialami
2.      Kecepatan jantung biasanya meningkat karena nyeri. TD mungkin meningkat karna ketidaknyamanan insisi tetapi dapat menurun atau tkidak stabil.
3.      Dapat meningkatkan relaksasi atau perhatian tak langsung dan menurunkan frekuensi/ kebutuhan dosis analgesic.
4.      Adanya nyeri menyebabkan tegangan otot yang mengganggu sirkulasi, memperlambat penyembuhan, dan memperberat nyeri.
5.      Biasanya diberikan untuk control nyeri adekuat dan menurunkan tegangan otot, yang memperbaiki kenyamanan pasien dan meningkatkan penyembuhan

Dx 2    : Resiko infeksi berhubungan dengan luka post operasi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan klien dapat melaporkan factor resiko yang berkaitan dengan infeksi dan kewaspadaan yang diperlukan
Kriteria Hasil:
1.    Klien dapat menhidentifikasi factor-faktor resiko dan intervensi untuk mengurangi infeksi
2.    Klien dapat mempertahankan lingkungan aseptic yang aman
3.    Tidak ada tanda-tanda infeksi

Intervensi
Rasional
1.    Control infeksi, sterilisasi dan prosedur/ kebijakan aseptic.
2.    Periksa kulit untuk memeriksa adanya infeksi yang terjadi.

3.    Identifikasi gangguan pada tehnik aseptic dan atasi dengan segera pada waktu terjadi.


4.    Kolaborasikan pemberian antibiotic jika perlu.
1.     Mekanisme yang dirancang untuk mencegah infeksi
2.     Gangguan pada integritas kulit atau dekat dengan lokasi operasi adalah sumber kontaminasi luka.
3.     Kontaminasi dengan lingkungan/ kontak personal akan menyebabkan daerah yang steril menjadi tidak steril sehingga dapat meningkatkan resiko infeksi.
4.     Dapat diberikan secara profilaksis bila dicurigai terjadinya infeksi atau kontaminasi.

BAB IV
PENUTUP


4.1 Kesimpulan

Hepatoma (karsinoma hepatoseluler) adalah kanker yang berasal dari sel-sel hati. Hepatoma merupakan kanker hati primer yang paling sering ditemukan. Tumor ini merupakan tumor ganas primer pada hati yang berasal dari sel parenkin atau epitel saluran empedu atau metastase dari tumor jaringan lainnya. Faktor risiko hepatoma antara lain infeksi hepatitis B, infeksi hepatitis C, alkohol, obesitas, diabetes melitus (DM), idiopatik, usia, dan sirosis hepatitis.
Keluhan utama yang sering adalah keluhan sakit perut atau rasa penuh ataupun ada rasa bengkak di perut kanan atas dan nafsu makan berkurang, berat badan menurun, dan rasa lemas. Keluhan lain terjadinya perut membesar karena ancietes (penimbunan cairan dalam rongga perut), mual, tidak bisa tidur, nyeri otot, berak hitam, demam, bengkak kaki, kuning, muntah, gatal, muntah darah, perdarahan dari dubur, dan lain-lain.
Pengobatan hepatoma masih belum memuaskan, banyak kasus didasari oleh sirosis hati. Pasien sirosis hati mempunyai toleransi yang buruk pada operasi segmentektomi pada hepatoma. Selain operasi masih ada banyak cara misalnya transplantasi hati, kemoterapi, emboli intra arteri, injeksi tumor dengan etanol agar terjadi nekrosis tumor, terapi hasil tindakan tersebut masih belum memuaskan dan angka harapan hidup 5 tahun masih sangat rendah

4.2 Saran

·      berhati –hati terhadap gejala dan keluhan dalam tubuh meski sedikit, misal jangan meremehkan sakit perut.
·      jangan sembarangan mengkonsumsi obat – abat yang bukan dari resep dokter
·      makan- makanan yang sehat, jangan terlalu sering mengkonsumsi makanan yang mengandung bahan pengawet dan karsinogenik.














DAFTAR PUSTAKA




0 komentar:

Posting Komentar

 

SHARE D' MOMENT Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review