A. Pengertian
Paranoid adalah ajektiva, kata
sifat, untuk penderita paranoia. Paranoia
didefinisikan sebagai penyakit mental di mana seseorang meyakini bahwa orang
lain ingin membahayakan dirinya. Sedang dalam kamus Webster,
paranoia didefinisikan sebagai gangguan mental
yang ditandai dengan kecurigaan yang tidak rasional/logis.Dikatakan sebagai
bentuk gangguan bila perilaku tersebut sifatnya menetap, mengganggu dan membuat
tertekan (distressing). Akan tetapi, perilaku ini tidak disebut sebagai bentuk
gangguan kepribadian bila kemunculan perilaku tersebut disebabkan oleh skizofrenia paranoid,
gangguan mood (seperti depresi berat) dengan gejala psikotik,
atau gangguan psikotik lainnya (faktor neurologi), atau sebab-sebab yang
diakibatkan oleh kondisi medis.Paranoid schizophreniaadalah salah satu
subtipe schizophrenia, kondisi kejiwaan di mana penderitanya
kehilangan interaksi dengan realita. Paranoid schizophrenia
ditunjukkan dengan delusi dan halusinasi yang dialami penderitanya. Tapi,
penderitanya juga memiliki kemampuan berpikir dan beraktivitas yang lebih baik
dibandingkan penderita subtipe schizophrenia lain.Kondisi ini membutuhkan
perawatan seumur hidup. Tapi, dengan penanganan yang tepat, penderitanya bisa
hidup membaur dan gejalanya akan terkontrol.
B. Etiologi
Paranoid schizophrenia merupakan
bentuk kelainan otak. Faktor genetis dan lingkungan berperan dalam menyebabkan
kondisi ini. penyebab gangguan kepribadian ini disebabkan oleh respon
pertahanan psikologis (mekanisme pertahanan diri) yang berlebihan terhadap
berbagai stress atau konflik terhadap egonya dan biasanya sudah terbentuk sejak
usia muda.
C. Manifestasi Klinis
·
Gejala paranoid schizophrenia mencakup:
·
Halusinasi pendengaran, seperti mendengar
suara-suara. Penderita mungkin mendengar suara-suara yang mengritik kemampuan
mereka, atau memerintahkan mereka melakukan hal-hal tertentu.
·
Delusi, misalnya berpikir bahwa orang-orang
ingin melukai kita atau percaya kita bisa terbang. Delusi bisa berujung pada
perilaku agresif atau kekerasan, jika penderitanya merasa terancam.
·
Kecemasan berlebih atau anxiety.
·
Tampak tidak memiliki emosi.
·
Penuh dengan kemarahan.
·
Bersikap kasar.
·
Selalu berargumen.
·
Merasa diri paling penting atau bersikap
memerintah.
·
Memiliki keinginan atau usaha bunuh diri.
Halusinasi
pendengaran dan delusi merupakan dua karakter utama subtipe schizophrenia
ini. Penderita paranoid schizophrenia juga jarang sekali terganggu
dengan masalah suasana hati (mood), cara atau proses berpikir,
konsentrasi, maupun perhatian.
Faktor Risiko
Beberapa hal
yang meningkatkan risiko munculnya paranoid schizophrenia, yaitu:
·
Riwayat schizophrenia di keluarga.
·
Terpapar virus ketika di dalam rahim.
·
Kurang asupan nutrisi saat di dalam rahim.
·
Stres.
·
Jarak umur dengan orang tua yang cukup jauh.
·
Menggunakan obat-obatan psikoaktif saat remaja.
Gejala-gejala
ini umumnya berkembang antara usia remaja hingga pertengahan 30-an.
Komplikasi
Paranoid
schizophreniayang tidak ditangani dengan benar dapat menyebabkan
komplikasi berikut:
§ Keinginan
atau usaha bunuh diri.
§ Perilaku
merusak diri sendiri.
§ Depresi.
§ Penyalahgunaan
alkohol, obat-obatan terlarang, maupun obat yang diresepkan.
§ Kemiskinan
dan tuna wisma.
§ Pengurungan,
misalnya oleh keluarga.
§ Konflik
keluarga.
§ Tidak
mampu bekerja atau bersekolah.
§ Masalah
kesehatan akibat penggunaan obat antipsikosis.
§ Menjadi
pelaku ataupun korban kejahatan.
§ Terkena
penyakit jantung atau paru-paru.
D. Penatalaksanaan
Penanganan semua subtipe schizophrenia
sebenarnya serupa. Tapi, tiap penderita mungkin menjalani perawatan yang
berbeda, bergantung pada tingkat keparahan gejala dan kondisi penderitanya
masing-masing. Bentuk penanganan paranoid schizophrenia berupa penggunaan
obat-obatan, psikoterapi (konseling), rawat inap di rumah sakit, electroconvulsive
therapy (ECT), dan pelatihan kemampuan vokasional.Penderita paranoid
schizophrenia harus selalu mengonsumsi obat sesuai resep, tahu cara mengontrol
gejala, serta menghindari alkohol dan obat-obatan terlarang.
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1.
Pengkajian
Simtomatologi
( Data Subjektif dan Objektif ) pada klien dengan Skizofrenia, Delusi dan
kelainan-kelainan yang berhubungan dengan Psikosis didapatkan
a. Autisme
Merupakan
suatu keadaan yang berfokus pada batiniah (inner side ). Seseorang mungkin saja
menciptakan dunia sendiri. Kata-kata dan
kejadian-kejadian tertentu mungkin mempunyai arti yang khusus untuk orang
psikosis, arti suatu simbolik alamiah yang hanya mengerti oleh individu
tersebut.
b. Ambivalensi
emosi
Kekuatan
emosai cinta, benci dan takut menghasilkan banyak konflik dalam diri seseorang.
Setiap kali terjadi kecenderungan untuk mengimbangi orang lain sampai
netralisasi emosional terjadi dan akibatnya individu tersebut akan mengalami
kelesuan atau rasa acuh tak acuh.
c. Afek tak
sesuai
Afeknya
datar, tumpul dan seringkali tidak sesuai (misalnya pasien tertawaa saat
menceritakan kematian salah seorang orang tuanya).
d. Kehilangan
Asosiatif
Istilah ini
menggambarkan disorganisasi pikiran yang amat sangat dan bahasa verbal dari
orang yang psikosis. Pikirannya sangat cepat , disertai dengan perpindahaan ide
dari suatu pernyataan kepernyataan berikut.
e. Ekolalia
Orang yang
psikosis seringkali mengulangi kata-kata yang didengarnya.
f. Ekopraksia
Orang yang
psikosis seringkali mengulangi gerakan orang lain yang dilihatnya (Ekolalia dan
ekopraksia adalah hasil dari batas ego
seseorang yang sangat lemah).
g. Neologisme
Orang yang
psikosis seringkali mengulangi kata-kata
yang didengarnya.
h. Pikiran konkrit
Orang
psikosis memiliki kesukaran untuk berpikir abstrak dan mengartikan hanya secara
harafiah aspek-aspek yang ada dilingkungannya.
i.Asosiasi
gema / clang
Orang
psikosis menggunakan kata-kata bersajak dengan suaatu pola yang menyimpang dari
ketentuan yang sebenarnya.
j. Kata-kata tak beraturan
Orang yang
psikosis akan memakai kata-kata bersama-sama secara acak dan tak beraturan
tanpa hubungaan yang logis.
k. Delusi
Istilah ini
menunjukkan adanya ide-ide atau keyakinan-keyakinan yang salah. Jenis-jenis
waham ini mencakup :
(1) Kebesaran
Seseorang
memiliki suatu perasaan berlebihan dalam kepentingan atau kekuasaan.
(2) Curiga
Seseorang
merasa terancam dan yakin bahwa orang lain bermaksud untuk membahayakan atau
mencurigai dirinya.
Semua
kejadian dalam lingkungan sekitarnya diyakini merujuk/terkait kepada dirinya.
(3) Kontrol
Seseorang
percaya bahwa obyek atau orang tertentu mengontrol perilakunya.
l. Halusinasi
Istilah ini
menggambarkan persepsi sensori yang salah yang mungkin meliputi salah satu dari
kelima pancaindra. Halusinasi pendengaran dan penglihatan yang paling umum
terjadi, halusinasi penciuman, perabaan, dan pengecapan juga dapat terjadi.
m. Regresi
Suatu
mekanisme pertahanan ego yang paling mendasar yang digunakan oleh seseorang
psikosis. Perilaku seperti anak-anak dan tehnik-tehnik yang dirasa aman untuk
dirinya digunakan. Perilaku sosial yang tidak sesuai dapat terlihat dengan
jelas.
n. Religius
Orang
psikosis menjadi penuh dengaaan ide religius, pikiran mekanisme pertahanan yang
digunakan dalam suatu usaha untuk menstabilkan dan memberikan struktur bagi
pikiran dan perilaku disorganisasi.
Diagnosa
Keperawatan dan Perencanaan
1. Resiko
tinggi menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan sekitar berhubungan dengan :
§ Kurang rasa percaya
: kecurigaan terhadap orang lain
§ Panik
§ Rangsangan
katatonik
§ Reaksi
kemarahan/amok
§ Instruksi
dari halusinaasi
§ Pikiran
delusional
§ Berjalan
bolak balik
§ Peningkatan aktifitas motorik, langkah kaki,
rangsangan, mudah tersinggung, kegelisahan.
Perencanaan :
Tujuan :
Tujuan Umum:
Pasien tidak akan menciderai dirinya, orang lain dan lingkungan.
Tujuan khusus:
Dalam 2
minggu pasien dapat mengenal tanda-tanda peningkatan ansietas dan kegelisahan
dan melaporkan kepada perawat agar diberikan intervensi sesuai kebutuhan
Intervensi dan
rasional :
(a)
Pertahankan
agar lingkungan pasien pada tingkat stimulus yang rendah (penyinaran rendah,
sedikit orang, dekorasi yang sederhana, tingkat kebisingan rendah ).
Rasional :
Tingkat ansietas akan meningkat dalam lingkungan yang
penuh stimulus. Individu yang ada mungkin dirasakan sebagai suatu ancaman
karena mencurigakan, sehingga akhirnya membuat pasien agitasi.
(b)
Observasi secara ketat perilaku pasien (setiap 15
menit). Kerjakan hal ini sebagai suatu kegiatan yang rutin untuk menghindari
timbulnya kecurigaan dalam diri pasien.
Rasional :
Observasi ketat merupakan hal yang penting, karena
dengan demikian intervensi yang tepat dapat diberikan segera dan untuk selalu
memastikan bahwa pasien berada dalam keadaan aman.
(c)
Singkirkan semua benda-benda yang dapat membahayakan
dari lingkungan sekitar pasien,
Rasional:
Jika pasien berada dalam keadaan gelisah, bingung,
pasien tidak akan menggunakan benda-benda tersebut untuk membahayakan diri
sendiri maupun orang lain.
(d)
Coba salurkan perilaku merusak diri ke kegiatn fisik
untuk menurunkan ansietas pasien (mis,memukuli karung pasir).
Rasional :
Latihan fisik adalah suatu cara yang aman dan efektf
untuk menghilangkan ketegangan yang terpendam.
(e)
Staf harus mempertahankan dan menampilkan perilaku
yang tenang terhadap pasien.
Rasional :
Ansietas menular dan dapat ditransfer dari perawat
kepada pasien.
(f)
Miliki cukup staf yang kuat secara fisik yang dapat
membantu mengamankan pasien jika dibutuhkan.
Rasional :
Hal ini dibutuhkan untuk mengontrol situasi dan juga
memberikan keamanan fisik kepada staf.
(g) Berikan obat-obatan
tranquilizer sesuai program terapi pengobatan. Pantau keefektifan obat-obatan
dan efek sampingnya.
Rasional :
Cara mencapai “ batasan alternatif yang paling sedikit
“ harus diseleksi ketika merencanakan intervensi untuk psikiatri.
(h) Jika pasien tidak menjadi tenang dengan cara “
mengatakan sesuatu yang lebih penting daripada yang dikatakan oleh pasien
(menghentikan pembicaraan) “ atau dengan
obat-obatan, gunakan alat-alat pembatasan gerak ( fiksasi ). Pastikan bahwa
anda memiliki cukup banyak staf untuk membantu. Ikuti protokol yang telah
ditetapkan oleh institusi. Jika pasien mempunyai riwayat menolak obat-obatan,
berikan obat setelah fiksasi dilakukan.
(i)
Observasi pasien yang dalam keadaan fiksasi setiap 15 menit (sesuai
kebijakan institusi). Pastikan bahwa sirkulasi pasien tidak terganggu (periksa
suhu, warna dan denyut nadi pada ekstremitaas pasien). Bantu pasien untuk
memenuhi, kebutuhannya untuk nutrisi, hidrasi dan eliminasi. Berikan posisi
yang memberikan rasa nyaman untuk pasien dan dapat mencegah mencegah aspirasi.
Rasional :
Keamanan klien merupakan prioritas keperawatan.
(j) Begitu kegelisahan menurun, kaji
kesiapan pasien untuk dilepaskan dari fiksasi. Lepaskan satu persatu fiksasi
pasien atau dikurangi secara bertahap, jangan sekaligus, sambil terus mengkaji
respons pasien.
Rasional :
Meminimalkan resiko kecelakaan bagi pasien dan
perawat.
Kriteria hasil :
(a) Ansietas
dipertahankan pada tingkat dimana pasien tidak menjadi agresif
(b) Pasien
memperlihatkan rasa percaya kepada oraang lain disekitarnya
(c) Pasien
mempertahankan orientasi realitanya.
2. Koping Individu tak efektif berhubungan dengan
:
§ Ketidakmampuan
untuk percaya kepada orang lain
§ Panik
§ Kesensitifan
( kerentanan ) seseorang
§ Rendah diri
§ Contoh
peraan negatif
§ Menekan rasa
takut
§ Sistem
pendukung tidak adekuat
§ Ego kurang
berkembang
§ Kemungkinan
faktor heriditer
§ disfungsi
sistem keluarga.
Batasan
Karakteristik :
§ kelainan
daalam partisipasi sosial
§ ketidakmampuan
memenuhi kebutuhan dasar
§ penggunaan
mekanisme pertahanan diri tidak sesuai
Perencanaan
Tujuan
Tujuan umum
Pasien dapat
menggunakan koping adaptif, yang dibuktikan oleh adanya kesesuaian antara
interaksi dan keinginan untuk berpartisipasi dalam masyarakat.
Tujuan khusus :
Pasien akan mengembangkan rasa
percaya kepada orang lain,
pasien tidak mudah panik
pasien dapat mengontrol rasa takut dan rendah diri
Intervensi dan rasional :
(a) Dorong perawat yang sama untuk bekerjasama
dengan pasien sebanyak mungkin
Rasional :
Mempermudah perkembangan hubungan saling percaya.
(b) Hindari kontak fisik
Rasional
Pasien yang curiga mungkin mengartikan sentuhaan sebagai bahasa tubuh yang mengisyaratkan ancaman.
Pasien yang curiga mungkin mengartikan sentuhaan sebagai bahasa tubuh yang mengisyaratkan ancaman.
(c) Hindari
tertawa, berbisik-bisik, atau bicara pelan-pelan didekat pasien sehingga pasien
daapat melihat hal tersebut namun tak dapat mendengar apa yang dibicarakan.
Rasional
Pasien curiga seringkali yakin bahwa orang lain sedang membicarakan dirinya, dan sikap yang serba rahasia akan mendukung munculnya rasa curiga.
Pasien curiga seringkali yakin bahwa orang lain sedang membicarakan dirinya, dan sikap yang serba rahasia akan mendukung munculnya rasa curiga.
(d) Jujur dan selalu tepati janji.
Rasional
Kejujuran rasa membutuhkan orang lain akan mendukung munculnya suatu hubungan saling percaya.
Kejujuran rasa membutuhkan orang lain akan mendukung munculnya suatu hubungan saling percaya.
(e) Kemungkinan besar dibutuhkan pendekataaan
yang kreatif untuk mendukung masukan makanan ( misalnya makanan kaleng, makanan
milik pribadi atau makanan khas keluarga yang akan memberikan kesempatan lebih
besar untuk hal ini ).
Rasional
Pasien curiga sering yakin bahwa mereka akan diuracuni sehingga pasien menolak untuk makan makanan yang disiapkan oleh seseorang dalam piringnya.
Pasien curiga sering yakin bahwa mereka akan diuracuni sehingga pasien menolak untuk makan makanan yang disiapkan oleh seseorang dalam piringnya.
(f) Periksa mulut pasien setelah minum obat
Rasional
Meyakinkan bahwa pasien telah menelan obatnya dan
tidak mencoba obat tersebut.
(g)
Jangan berikan kegiatan yang bersifat kompetitif.
Kegiatan yang mendukung adanya hubungan interpersonal ( satu-satu ) dengan
perawat atau terapis adalah kegiatan yang terbaik.
Rasional
Kegiatan kompetitif merupakan kegiatan yang sangat mengancam paasien-pasien curiga.
Kegiatan kompetitif merupakan kegiatan yang sangat mengancam paasien-pasien curiga.
(h)
Motivasi pasien untuk mengatakan perasaan yang
sebenarnya. Perawat harus menghindari sikap penolakan tehadap perasaan maraah
yang ditujukan pasien langsung kepada diri perawat.
Rasional
Mengungkapkan perasaan secara verbal dalam suatu
lingkungan yang tidak mengancam mungkin akan menolong pasien untuk sampai
kepada saat tertentu dimana pasien dapat mencurahkan perasaan yang telah lama
terpendam.
(i)
Sikap asertif, sesuai kenyataan, pendekatan yang
bersahabat akan menjadi hal yang tidak mengancam pasien yang curiga.
Rasional
Pasien curiga tidak memiliki kemampuan untuk berhubungaan dengan sikap yang bersahabat atau yang ceria sekali.
Pasien curiga tidak memiliki kemampuan untuk berhubungaan dengan sikap yang bersahabat atau yang ceria sekali.
Kriteria Hasil :
(a) Pasien dapaat menilai situasi secara realistik
daan tidak melakukan tindakan projeksi perasaannya dalam lingkungan tersebut.
(b) Pasien dapat mengakui dan mengklarifikasi
kemungkinan salah interpretasi terhadap perilaku dan perkataan orang lain
(c) Pasien makan makanan dari piring Rumah Sakit dan
minum obat tanpa memperlihatkan rasa tidak percaya
(d) Pasien dapat berinteraksi secara tepat / sesuai
dengan kooperatif dengan perawat dan rekan-rekannya.
3. Perubahan persepsi sensori :
Pendengaran/penglihatan berhubungan dengan :
§ panik
§ menarik diri
§ stress
berat, mengancam ego yang lemah.
Batasan
karakteristik :
§ berbicara
dan tertawa sendiri
§ bersikap
seperti mendengarkaan sesuatu ( memiringkan kepala kesatu sisi seperti jika
seseorang sedang mendengarkan sesuatu ).
§ Berhenti
berbicara ditengah-tengah kalimat unutk mendengarkaan sesuatu
§ Disorientasi
§ Konsentrasi
rendah
§ Pikiran
cepat berubah-ubah
§ Kekacauan
alur fikiran
§ Respon yang
tidak sesuai
Perencanaan :
Tujuan
Tujuan umum
Pasien dapat mendefinisikan dan
memeriksa realitas, mengurangi terjadinya halusinasi.
Tujuan khusus :
Pasien dapat mendiskusikan isi
halusinasinya dengan perawat dalaam waaktu 1 minggu.
Intervensi dan rasional :
(a) Observasi
pasien dari tanda-tanda halusinasi ( sikap seperti mendengarkan sesuatu, bicara
atau tertawa sendiri, terdiam ditengah-tengah pembicaraan ).
Rasional :
Intervensi
awal akan mencegaah respons agresif yang diperintah dari halusinasinyaa.
(b)
Hindari menyentuh pasien sebelum mengisyaratkan
kepadanya bahwa kita juga tidak apa-apa diperlakukan seperti itu
Rasional :
Pasien dapat saja mengartikan sentuhan sebagaai suatu
ancaman dan berespons dengan cara yang agresif.
(c)
Sikap menerima akan mendorong pasien untuk
menceritakan isi halusinaasinya dengan perawat.
Rasional
Penting untuk mencegah kemungkinan terjadinya cedera terhadap pasien atau orang lain karena adanya perintah dari halusinasi.
Penting untuk mencegah kemungkinan terjadinya cedera terhadap pasien atau orang lain karena adanya perintah dari halusinasi.
(d)
Jangan dukung halusinasi. Gunakan kata-kata “suara
tersebut” daripada kata-kata “mereka” yang secara tidak langsung akan
memvalidasi hal tersebut. Biarkan pasien tahu bahwa perawat tidak sedang
membagikaan persepsi. Katakan “meskipun saya menyadari bahwa suara-suara
tersebut nyata untuk anda, saya sendiri tidak mendengarkan suara-suara yang
berbicara apapun.”
Rasional
Perawat
harus jujur kepada pasien sehingga pasien menyadari bahwa halusinasi tersebut adalah tidak nyata.
(e)
Coba untuk menghubungkan waktu terjadinya halusinasi
dengan waktu meningkatnmya ansietas. Bantu pasien untuk mengerti hubungaan ini.
Rasional :
Jika pasien
dapat belajar untuk menghentikan peningkatan ansietas, halusinasi dapat
dicegah.
(f)
Coba untuk mengalihkan pasien dari halusinasinya.
Rasional
Keterlibatan
pasien dalam kegiatan-kegiataan interpersonal dan jelaskan tentang situasi
kegiatan tersebut, hal ini akan menolong pasien untuk kembali kepada realita.
Kriteria hasil
(a) Pasien dapat mengakui bahwa halusinasi
terjadi pada saat ansietas meningkat secara ekstrem.
(b) Pasien dapat mengatakan tanda-tanda
peningkatan ansietas dan menggunakan tehnik-tehnik tertentu untuk memutus
ansietas tersebut.
Evaluasi
Hasil yang
diharapkan pada klien dengan perilaku paranoid :
1. Dapat berfikir dan realitas
2. Dapat mengekspresikan perasaanya
3. Klien dapat mengembangkan persepsi
diri positif
4. Klien dapat berhubungan dengan
lingkungannya dapat berinteraksi dengan baik.
DAFTAR
RUJUKAN
Dirgagunarsa, Singgih. (1988) Pengantar
Psikologi. Jakarta :
BPK Gunung Mulia.
Maramis, W.F. (1980) Ilmu
Kedokteran Jiwa. Surabaya :
Airlangga University.
0 komentar:
Posting Komentar