L E U K E M I A
I.
KONSEP DASAR MEDIS
A. PENGERTIAN
Leukemia merupakan proliferasi patologis dari sel
pembuat darah yang bersifat sistemik dan biasanya berakhir fatal, terjadi
kerusakan “pabrik” pembuat sel darah, yaitu pada sumsum tulang. Keadaan yang
sebenarnya sumsum tulang bekerja aktif membuat sel-sel darah tetapi yang
dihasilkan adalah sel darah yang tidak normal dan sel ini mendesak pertumbuhan
sel darah normal.
Leukemia adalah keganasan primer sumsum tulang yang
berakibat terdesaknya komponen darah abnormal (blastosit), disertai penyebaran
ke organ-organ lain.
B. KLASIFIKASI
Berdasarkan morfologik sel terdapat 5 golongan besar
leukemia sesuai dengan 5 macam system hemopoetik dalam sumsum tulang yaitu
·
Leukemia system eritropoetik :
mielosis eritremika atau penyakit di Guglielmo
·
Leukemia system granulopoetik :
leukemia granulositik atau mielositik
·
Leukemia system trombopoetik :
leukemia megakariositik
·
Leukemia system limfotik :
leukemia limfositik
·
Leukemia system RES :
retikuloendoteliosis yang dapat berupa leukemia monositik, leukemia plasmositik
(penyakit kahler), histiositosis dsb.
Pada anak yangs sering ditemukan adalah Acute Lymphositic Leukemia (ALL), Acute Myeloblastic Leukemia (AML), Chronic Lymphositic Leukemia (CLL), Chronic Myeloblastic Leukemia (CML). Dari kesemuanya itu yang
terbanyak adalah jenis ALL.
Klasifikasi
Leukemia Akut
Berdasarkan klasifikasi French American British (FAB),
leukemia akut terbagi menjadi 2 (dua), Acute Limphocytic Leukemia (ALL)
dan Acute Myelogenous Leukemia (AML).
ALL sendiri terbagi menjadi 3, yaitu:
· L1
Sel-sel leukemia terdiri dari limfoblas yang homogen dan L1 ini
banyak menyerang anak-anak.
· L2
Terdiri dari sel sel limfoblas yang lebih
heterogen bila dibandingkan dengan L1. ALL jenis ini
sering diderita oleh orang dewasa.
· L3
Terdiri dari limfoblas yang homogen, dengan
karakteristik berupa sel Burkitt.
Terjadi baik pada orang dewasa maupun anak-anak dengan prognosis yang buruk.
AML terbagi
menjadi 8 tipe :
· Mo ( Acute Undifferentiated Leukemia )
Merupakan bentuk
paling tidak matang dari
AML, yang juga disebut sebagai AML dengan diferensiasi minimal.
·
M1
( Acute Myeloid Leukemia tanpa maturasi
)
Merupakan leukemia mieloblastik klasik yang terjadi hampir seperempat dari
kasus AML. Pada AML jenis ini terdapat gambaran azurophilic granules dan
Auer rods. Dan sel leukemik dibedakan menjadi 2
tipe, tipe 1 tanpa granula dan tipe 2 dengan granula, dimana tipe 1 dominan di
M1.
· M2 ( Akut Myeloid Leukemia )
Sel leukemik pada M2 memperlihatkan kematangan yang secara morfologi
berbeda, dengan jumlah granulosit dari promielosit yang berubah menjadi
granulosit matang berjumlah lebih dari 10 %. Jumlah sel leukemik antara 30–90
%. Tapi lebih dari 50 % dari jumlah sel-sel sumsum tulang di M2 adalah mielosit
dan promielosit.
· M3 ( Acute Promyelocitic Leukemia )
Sel leukemia pada M3 kebanyakan adalah promielosit dengan granulasi
berat, stain mieloperoksidase + yang kuat. Nukleus bervariasi dalam bentuk
maupun ukuran, kadang-kadang berlobul . Sitoplasma mengandung granula besar,
dan beberapa promielosit mengandung granula berbentuk seperti debu. Adanya Disseminated
Intravaskular Coagulation (DIC) dihubungkan dengan granula-granula abnormal
ini
· M4 ( Acute Myelomonocytic Leukemia )
Terlihat 2 (dua) type sel, yakni granulositik dan monositik, serta
sel-sel leukemik lebih dari 30 % dari sel yang bukan eritroit. M4 mirip dengan
M1, dibedakan dengan cara 20% dari sel yang
bukan eritroit adalah sel pada jalur monositik, dengan tahapan
maturasi yang berbeda-beda.
Jumlah monosit pada darah tepi lebih dari 5000 /uL. Tanda lain dari
M4 adalah peningkatan proporsi dari eosinofil di sumsum tulang, lebih dari 5%
darisel yang bukan eritroit, disebut dengan M4 dengan eoshinophilia.
Pasien–pasien dengan AML type M4 mempunyai respon terhadap kemoterapi-induksi
standar.
· M5 ( Acute Monocytic Leukemia )
Pada M5 terdapat lebih dari 80% dari sel yang bukan eritroit adalah
monoblas, promonosit, dan monosit. Terbagi menjadi dua, M5a dimana sel monosit
dominan adalah monoblas, sedang pada M5b adalah promonosit dan monosit. M5a
jarang terjadi dan hasil perawatannya cukup baik.
·
M6 ( Erythroleukemia )
Sumsum
tulang terdiri lebih dari 50% eritroblas dengan derajat berbeda dari gambaran
morfologi Bizzare. Eritroblas
ini mempunyai gambaran morfologi abnormal berupa bentuk multinukleat yang
raksasa. Perubahan megaloblastik ini
terkait dengan maturasi yang tidak sejalan antara nukleus dan
sitoplasma . M6 disebut Myelodisplastic
Syndrome ( MDS ) jika sel leukemik kurang dari 30% dari sel yang bukan
eritroit . M6 jarang terjadi dan biasanya kambuhan terhadap kemoterapi-induksi
standar.
·
M7 ( Acute Megakaryocytic
Leukemia )
Beberapa sel tampak berbentuk promegakariosit/megakariosit. (Yoshida, 1998; Wetzler dan Bloomfield,
1998).
C. ETIOLOGI
Penyebab leukemia sampai sekarang belum
jelas, tapi beberapa faktor diduga menjadi penyebab, antara lain :
1.
Genetik
a.
keturunan
1. Adanya
Penyimpangan Kromosom
Insidensi leukemia meningkat pada penderita kelainan
kongenital, diantaranya pada sindroma Down, sindroma Bloom, Fanconi’s Anemia, sindroma
Wiskott-Aldrich, sindroma Ellis van Creveld, sindroma Kleinfelter, D-Trisomy sindrome, sindroma von
Reckinghausen, dan neurofibromatosis (Wiernik, 1985; Wilson, 1991).
Kelainan-kelainan kongenital ini dikaitkan erat dengan adanya perubahan
informasi gen, misal pada kromosom 21 atau C-group
Trisomy, atau pola kromosom yang tidak stabil, seperti pada aneuploidy.
2. Saudara
kandung
Dilaporkan adanya resiko leukemia akut yang tinggi pada kembar
identik dimana kasus-kasus leukemia akut terjadi pada tahun pertama kelahiran.
Hal ini berlaku juga pada keluarga dengan insidensi leukemia yang sangat tinggi
(Wiernik,1985).
b.
Faktor Lingkungan
Beberapa faktor lingkungan di ketahui dapat
menyebabkan kerusakan kromosom dapatan, misal : radiasi, bahan kimia, dan
obat-obatan yang dihubungkan dengan insiden yang meningkat pada leukemia akut,
khususnya ANLL (Wiernik,1985; Wilson, 1991).
2.
Virus
Dalam banyak percobaan telah didapatkan fakta bahwa
RNA virus menyebabkan leukemia pada hewan termasuk primata.
Penelitian pada manusia menemukan adanya RNA dependent DNA polimerase pada
sel-sel leukemia tapi tidak ditemukan pada sel-sel normal dan enzim ini berasal
dari virus tipe C yang merupakan virus RNA yang menyebabkan leukemia pada
hewan. (Wiernik, 1985). Salah satu virus yang terbukti dapat menyebabkan
leukemia pada manusia adalah Human T-Cell Leukemia . Jenis leukemia yang
ditimbulkan adalah Acute T- Cell Leukemia.
Virus ini ditemukan oleh Takatsuki dkk (Kumala, 1999).
3. Bahan Kimia dan Obat-obatan
a.
Bahan Kimia
Paparan kromis dari bahan kimia (misal : benzen)
dihubungkan dengan peningkatan insidensi leukemia akut, misal pada tukang
sepatu yang sering terpapar benzen. (Wiernik,1985; Wilson, 1991)
Selain benzen beberapa bahan lain dihubungkan dengan resiko tinggi
dari AML, antara lain : produk – produk minyak, cat , ethylene oxide, herbisida, pestisida, dan ladang elektromagnetik
(Fauci, et. al, 1998).
b.
Obat-obatan
Obat-obatan anti neoplastik (misal : alkilator dan
inhibitor topoisomere II) dapat mengakibatkan penyimpangan kromosom yang
menyebabkan AML. Kloramfenikol, fenilbutazon, dan methoxypsoralen dilaporkan menyebabkan
kegagalan sumsum tulang yang lambat laun menjadi AML (Fauci, et. al, 1998).
4.
Radiasi
Hubungan yang erat antara radiasi dan leukemia (ANLL)
ditemukan pada pasien-pasien anxylosing
spondilitis yang mendapat terapi radiasi, dan pada kasus lain seperti
peningkatan insidensi leukemia pada penduduk Jepang yang selamat dari ledakan
bom atom. Peningkatan resiko leukemia ditemui juga pada pasien yang mendapat
terapi radiasi misal : pembesaran thymic,
para pekerja yang terekspos radiasi dan para radiologis .
5.
Leukemia Sekunder
Leukemia yang terjadi setelah perawatan atas penyakit
malignansi lain disebut Secondary Acute
Leukemia ( SAL ) atau treatment
related leukemia. Termasuk diantaranya penyakit Hodgin, limphoma, myeloma,
dan kanker payudara. Hal ini disebabkan karena obat-obatan yang digunakan
termasuk golongan imunosupresif selain
menyebabkan dapat menyebabkan kerusakan DNA .
D. PATOFISIOLOGI
Leukemia limfoid atau limfositik akut (ALL) adalah kanker jaringan
yang menghasilkan leukosit. Dihasilkan leukosit yang imatur atau abnormal dalam
jumlah berlebihan, dan leukosit-leukosit tersebut menyusup ke berbagai organ
tubuh. Sel-sel leukemik menyusup ke dalam sumsum tulang, mengganti unsure-unsur
sel yang normal. Akibatnya timbul anemia, dan dihasilkan eritrosit dalam jumlah
yang tidak mencukupi. Timbul perdarahan akibat menurunnya jumlah trombosit yang
bersirkulasi. Infeksi juga terjadi terlebih sering karena berkurangnya jumlah leukosit.
Penyusupan sel-sel leukemik ke dalam organ-organ vital menimbulkan
hepatomegali, splenomegali, dan limfadenopati.
Leukemia nonlimfoid akut (Acute
Nonlymphoid Leucemia(ANLL))
mencakup beberapa jenis leukemia berikut : leukemia mieloblastik akut. Timbul
disfungsi sumsum tulang, menyebabkan menurunnya eritrosit, neutrofil, dan
trombosit. Sel-sel leukemik menyusupi limfonodus, limpa, hati, tulang, dan
system saraf pusat (SSP), selain organ-organ reproduksi. Koloroma atau sarcoma
granulositik ditemukan pada sejumlah anak yang terkena
E. INSIDEN
ALL
1.
80% kasus leukemia pada anak
2.
Insiden tertinggi pada anak
usia antara 3 – 5 tahun
3.
Anak perempuan menunukkan
prognosis yang lebih baik daripada anak laki-laki
4.
Anak kulit hitam mempunyai
remisi yang lebih sedikit dan angka kelangsungan hidup (Survival Rate) rata-rata yang juga lebih rendah
ANLL
1.
Tidak ada usia insiden puncak
2.
15% - 25% kasus leukemia pada
anak
3.
Resiko terkena penyakit ini
meningkat pada anak yang mempunyai kelainan kromosom bawaan seperti sindrom
Down
4.
Lebih sulit dari ALL dalam hal
menginduksi remisi (angka remisi 70%)
5. Remisinya lebih singkat daripada pada
anak-anak dengan ALL
6. 50% anak yang mengalami pencangkokan
sumsum tulang memiliki remisi berkepanjangan
F. TANDA DAN GEJALA KLINIS
ALL
1.
Bukti Anemia, perdarahan, dan
infeksi
a.
Demam
b.
Keletihan
c.
Pucat
d.
Anoreksia
e.
Petekia, perdarahan
f.
Nyeri sendi dan tulang
g.
Nyeri abdomen yang tidak jelas
2. Peningkatan tekanan intracranial karena
infiltrasi meningens
a. Nyeri dan kaku kuduk
b. Sakit kepala
c. Iritabilitas
d. Letargi
e. Muntah
f. Edema papil
g. Koma
3. Gejala-gejala sistem saraf pusat yang
berhubungan dengan bagian sistem yang terkena
a. Kelemahan ekstremitas bawah
b. Kesulitan berkemih
c. Kesulitan belajar, khususnya matematika
dan hafalan (efek samping lanjut dari terapi)
Gejala lain seperti Purpura, epistaksis ( sering
), hematoma, infeksi oropharingeal, pembesaran nodus limfatikus, lemah ( weakness
), faringitis, gejala mirip flu ( flu like syndrome ) yang merupakan
manifestasi klinis awal, limfadenopati, ikterus kejang sampai koma (Cawson
1982; De Vita Jr,1985, Archida, 1987, Lister, 1990, Rubin,1992).
Kelainan Rongga
Mulut Yang Berhubungan Dengan Leukemia Akut
Kelainan rongga mulut disini adalah kelainan –
kelainan yang timbul pada rongga mulut penderita leukemia akut, diantaranya
adalah :
Pembengkakan
gusi
Pembengkakan gusi berupa pembengkakan papila dan
margin gusi. Pembengkakan ini terjadi akibat infiltrasi sel leukemik di dalam
lapisan retikular mukosa mulut , di buktikan dari hasil biopsi dan FNAB mukosa
rongga mulut (Nugroho, 1991; Berkovitz 1995). Mukosa mulut yang mengalami
infiltrasi sel leukemik adalah mukosa yang sering mengalami trauma minor, misal
mukosa sepanjang garis oklusi, palatum, lidah dan sudut mulut (Rusliyanto,
1986; Glickman, 1958 cit Berkovitz 1995). Gejala ini ditemukan pada 14,28 %
penderita leukemia (Archida, 1987) dan khas pada leukemia monositik dan
mielomonositik akut (Rusliyanto, 1980; Wiernik, 1985 ; Berkovitz, 1995).
Pembesaran gusi ini juga diduga diakibatkan oleh inflamasi kronis yang
disebabkan oleh plak, berupa inflamasi karena gingivitis kronis derajat ringan
yang juga ditemui pada gusi yang sehat secara klinis (Widjaja, 1992; Moughal et
al, 1991 cit Berkovitz 1995).
Perdarahan
Perdarahan pada kasus leukemia bisa berupa
petekie, ekimosis maupun perdarahan spontan (Lister, 1990). Sering terjadi pada
kasus-kasus leukemia akut yang disertai penurunan jumlah trombosit
(trombositopeni) serta keabnormalan morfologi dan fungsi trombosit (Widmann,
1995). Trombosit merupakan komponen penting dalam proses pembekuan darah, yaitu
berfungsi untuk membentuk sumbat trombosit. Sumbat trombosit berasal dari
agregrasi trombosit yang menutup robekan pembuluh darah. Trombosit juga
berperan terhadap aktivasi fibrinogen menjadi fibrin yang merupakan sumbat
tetap dalam proses pembekuan darah. Penurunan jumlah trombosit (trombositopeni)
serta keabnormalan morfologi dan fungsi trombosit akan mengakibatkan
kecenderungan perdarahanan (Guyton, 1994; Ganiswara, 1995). Perdarahan
diakibatkan juga karena kerusakan pembuluh darah. Kerusakan pembuluh darah
diakibatkan oleh rupturnya kapiler. Darah meningkatnya viskositasnya akibat
adanya sel leukemik dengan konsentrasi tinggi. Kondisi ini menyebabkan tekanan
intra kapiler darah meningkat. aliran darah yang seharusnya ke sisi bertekanan
rendah terhalang karena infiltrasi sel leukemik yang membentuk emboli.
Penghentian aliran darah dengan viskositas dan tekanan tinggi ini menyebabkan
pembuluh darah kapiler ruptur (Wiernik, 1985). Kebersihan rongga mulut yang
buruk, jaringan periodontal yang tidak sehat dan iritasi lokal diduga menjadi
penyebab lain dari perdarahan rongga mulut (Wezler, 1991; Nugroho 1998).
Kondisi lokal rongga mulut yang buruk, dapat menyebabkan keradangan dan
berakibat mudah terjadi perdarahan .
Ulserasi
Ulserasi pada rongga mulut penderita leukemia akut
diduga disebabkan karena adanya kegagalan mekanisme pertahanan tubuh. Neutrofil
mengalami penurunan fungsi berupa kegagalan fagositosis dan migrasi . Pada
kondisi ini trauma yang kecil pun dapat menyebabkan terjadinya ulser ( Rusliyanto,
1986 ).
Jumlah sel leukemik yang banyak pada darah tepi dapat menyebabkan statis
pembuluh darah kecil sehingga terjadi anemia (Burket, 1940 cit Berkovitz ,
1995, Sinrod, 1957 cit Berkovitz , 1995 ; Bodey, 1971 cit Berkovitz , 1995 ;
Segelman dan Doku, 1977, cit Berkovitz , 1995) selanjutnya terjadi nekrosis dan
ulkus (Rusliyanto, 1986).
Limfadenopati
limfadenopati berupa pembesaran kelenjar limfe,
terjadi akibat adanya infiltrasi sel leukemik ke dalam kelenjar limfe (Lister,
1990; Rusliyanto, 1986; Berkovitz, 1995) dan juga diduga adalah limfadenitis
reaktif sebagai proses pertahanan tubuh terhadap tubuh terhadap radang yang
merupakan proses fisiologis tubuh (Rubbins dan Khumar, 1992). Menurut Guyton
et. al. (1994) limfadenopati ini juga terjadi akibat adanya proses
hematopoeisis ekstra medular pada nodus limfatikus. Hematopoesis yang pada usia
dewasa seharusnya terjadi pada sumsum tulang, terganggu karena sel leukemik
dari proses multiplikasi sel prekursor leukemik mempunyai masa hidup yang lebih
lama, menginfiltasi sumsum tulang serta mendesak sel-sel normal. Pernyataan
Guyton ini didukung oleh W.F. Ganong (1995) yang menyatakan bahwa hematopoesis
ekstra medular dapat terjadi pada usia dewasa akibat adanya penyakit yang
menyebabkan fibrosis atau kerusakan sumsum tulang . Pembesaran ini mampu
mencapai ukuran sebesar telur ayam
(Pitojo S, 1992) .
Infeksi
Infeksi sangat sering terjadi pada penderita
leukemia akut, baik infeksi jamur, bakteri maupun infeksi virus . Kondisi ini
diakibatkan oleh kegagalan mekanisme pertahanan tubuh untuk menanggulangi
infeksi . Pada penderita leukemia akut terjadi neutropenia (Barret, 1986) dan
neutrofil itu sendiri mengalami
penurunan fungsi berupa kegagalan fagositosis dan migrasi (Rusliyanto, 1986;
Berkovitz, 1995). Infeksi jamur yang paling banyak dijumpai adalah infeksi
jamur Candida Albicans yang mencapai
60 % pada penderita ALL (Reskiasih, 2000 ) . Infeksi jamur kandida secara
klinis dapat dijumpai berupa lesi putih maupun lesi merah . Lesi putih berupa
warna yang lebih putih dari jaringan disekelilingnya, lebih tinggi dari
sekitarnya, lebih kasar atau memiliki tekstur yang berbeda dari jaringan normal
yang ada di sekelilingnya. Lesi putih -ini bisa merupakan lesi yang keratotik
atau non keratotik berdasarkan kemudahan diangkat dengan gosokan atau kerokan
lembut. Lesi yang sulit / tidak bisa diangkat dengan gosokan atau kerokan
lembut dianggap sudah melibatkan penebalan epitel mukosa dan mungkin sebagai
akibat dari mengangkatnya ketebalan lapisan yang berkeratosis (hiperkeratosis)
dan disebut lesi keratotik. Lesi yang mudah diangkat dan seringkali menimbulkan
suatu daerah yang kasar atau sedikit kemerahan dari mukosa bisa berupa debris
atau peradangan pada pseudomembranous mukosa mulut yang disebut lesi non
keratotik. Lesi akibat infeksi jamur Kandida seringkali dikaitkan dengan
keradangan pada pseudomembranous mukosa atau ikut berperan dalam etiologi lesi
hiperkeratotik walaupun dapat berupa lesi putih yang disertai lesi
hipokeratotik. Infeksi jamur yang lain dapat berupa angular cheilitis,
dan median rhomboid glossitis (Brightment,1993).
Infeksi bakteri gram negatif
yang menyebabkan pneumonia sangat sering terjadi. Dan satu-satunya tanda klinis
yang biasa dijumpai adalah demam (Wiernik; 1985). Infeksi virus yang sering
ditemui adalah infeksi Herpes Zoster yang mempunyai prosentase cukup tinggi
yaitu 40 % pada penderita leukemia akut jenis AML dan 30 % leukemia akut jenis
ALL (Barret,1986). Salah satu komplikasi infeksi, yaitu sepsis merupakan
penyebab kematian terbesar pada penderita leukemia akut yang mencapai 52,63 %
(Archida, 1987)
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Uji Laboratorium
1.
Hitung darah lengkap
(CBC)---Anak dengan CBC kurang dari 10.00/mm3 saat didiagnosis
memiliki prognosis paling baik; jumlah leukosit lebih dari 50.000/mm3
adalah tanda prognosis kurang baik pada anak semua umur
2.
Pungsi lumbal --- untuk menkaji
keterlibatan SSP
3.
Foto toraks--- mendeteksi
keterlibatan mediastinum
4.
Aspirasi sumsum tulang ---
ditemukannya 25% sel blast memperkuat diagnosis
5.
Pemindaian tulang atau survey
kerangka --- mengkaji keterlibatan tulang
6. Pemindaian ginjal, hati, limpa ---
mengkaji infiltrate leukemik
7. Jumlah trombosit --- menunjukkan kapasitas
pembekuan
8. Leukopenia (karena penurunan fungsi) :
infeksi lokal atau umum (sepsis) dengan gejala panas badan (Demam) dan
penurunan keadaan umum
Pemeriksaan dan
Diagnosis Leukemia Akut
Penegakan diagnosa leukemia akut dilakukan dengan
berdasarkan pada anamnesa, pemeriksaan klinis, pemeriksaan darah dan
pemeriksaan sumsum tulang pada beberapa kasus.
Pada pemeriksaan darah, sel darah putih menunjukkan adanya kenaikan jumlah,
penurunan jumlah, maupun normal.
Pemeriksaan trombosit menunjukkan penurunan jumlah.
Pemeriksaan hemoglobin menunjukkan penurunan nilai (De Vita Jr, 1993).
Pemeriksaan sel darah merah menunjukkan penurunan jumlah dan kelainan morfologi
(Cawson, 1982 ; De Vita Jr, 1993 ).
Adanya sel leukemik sejumlah 5 % cukup untuk mendiagnosa kelainan darah
sebagai leukemia, tapi sering dipakai nilai yang mencapai 25 % atau lebih
(Altman J.A.,1988 cit De Vita Jr, 1993).
Pemeriksaan dengan pewarnaan Sudan Black, PAS, dan mieloperoksidase untuk
pembedaan AML dan ALL, (De Vita Jr, 1993 ; Boediwarsono, 1996 ; Yoshida, 1996).
Hapusan darah : normokrom, normositer, hampir selalu dijumpai blastosit
abnormal.
Sumsum tulang hiperseluler, hampir selalu penuh dengan blastosit abnormal,
sistem hemopoitik normal terdesak.
(Pedoman Diagnosis Dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak. Fakultas
Kedokteran Unair & RSUD dr Soetomo Surabaya,1994).
Diagnosis
·
Bila ditemukan kumpulan gejala
: anemia, perdarahan, pembesaran kelenjar getah bening dan hepatosplenomegali,
pemeriksaan darah tepi.
·
Bila dari pemeriksaan darah
tepi ada kecurigaan akan leukemia, periksalah sumsum tulang.
H. PENATALAKSANAAN MEDIS
Perbaiki keadaan umum :
- Anemia : transfusi sel darah merak padat (PRC) 10 ml/kg BB/dosis,
hingga Hb 12 g/dl.
- Perdarahan hebat : transfusi darah sesuai jumlah yang hilang, bila
perlu dapat diberi transfusi trombosit (biasanya diperlukan bila jumlah
trombosit < 10.000/mm3).
- Infeksi sekunder : bila dapat lakukan biakan kuman (dari bisul, air
kemih, darah, cairan serebro spinal) dan segera mulai dengan antibiotika
spektrum luas/dosis tinggi, sesuai dengan dugaan kuman penyebab.
- Status
gizi perlu diperhatikan/diperbaiki
Protokol pengobatan bervariasi sesuai jenis
leukemia dan jenis obat yang diberikan pada anak.
Prednison
Prednison terutama dipakai untuk
efek anti inflamasinya yang kuat pada penyakit yang melibatkan banyak system
organ. Prednison diberikan untuk mengobati leukemia akut kanak-kanan.
Kemungkinan efek sampingnya adalah :
1.
Gangguan cairan dan elektrolit
2. Kelemahan otot, osteoporosis, fraktur
patologik pada tulang panjang
3. Ulkus peptikum, pankreatitis, distensi
abdomen, peningkatan nafsu makan, berat badan naik
4. Gangguan penyembuhan luka, petekia dan
ekimosis, eritema fasial, hirsutisme, hipo/hiperpigmentasi
5. Peningkatan TIK dengan efek papil edema,
konvulsi, vertigo, sakit kepala, iritabilitas, alam perasaan yang berubah-ubah
6. Cushingoid, manifestasi lanjut dari
diabetes mellitus
7. Katarak subkapsuler posterior
8. Keseimbangan nitrogen negatif karena
katabolisme protein.
Vincristin (Oncovin)
Asparaginase
Metotreksat (Amethopterin)
Merkaptopurin (Purinetol)
Sitarabin (Cytosar; Cytosine
Arabinoside)
Alopurinol (Zyloprim)
Siklofosfamid (Cytoxan)
Daunorubisin (Daunomycin)
Protokol untuk LLA :
v Fase Induksi remisi.
Berikan kombinasi 1 + 2 + 3a atau 1 + 2 + 3b.
1.
Vinkristin
1,5 mg/M2 (luas permukaan tubuh), 1 kali seminggu I. V. selama 6 minggu.
2.
Prednison
50 mg/M2/24 jam peroral dibagi tiga dosis, setiap hari selama 6 minggu.
3.
a. Daunomisin 45 mg/M2/dosis I. V. diberikan
hanya pada hari ke I, II, III atau Adriablastin
40 mg/M2/dosis I. V. diberikan hanya pada hari ke I, II, III atau
b. Asparaginase
(protokol khusus).
·
Fase pencegahan penyebaran ke sistem
syaraf pusat.
Metotreksat intratekal 10 mg/M2/dosis, 1 kali seminggu, selama 5
minggu.
·
Fase pemeliharaan
Berikan kombinasi merkaptopurin 75 mg/M2/dosis per oral 1 kali
sehari, Metotreksat 20 mg/M2/minggu per oral, dibagi 2 dosis (Senin + Kamis). Pengobatan diteruskan hingga 2 – 3 tahun.
Protokol untuk LMA/AML :
Untuk jenis LMA,
protokol yang dipakai bervariasi, terdiri dari bermacam-macam kombinasi obat,
seperti : Sitosin arabinosid + daunomisin + 6 tioguanin. Prednison + vinkristin
+ metotreksat + merkaptopurin
I. KOMPLIKASI
ALL
1.
Gagal sumsum tulang
2.
Infeksi
3.
Hepatomegali
4.
Splenomegali
ANLL
- Gagal sumsum tulang
- Infeksi
- Koagulasi intravascular diseminata
(KID)
- Splenomegali
- Hepatomegali
II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
a. PENGKAJIAN
b. DIAGNOSA KEPERAWATAN
4.
Resiko
tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan :
·
Tidak adekuatnya pertahanan
sekunder
·
Gangguan kematangan sel darah
putih
·
Peningkatan jumlah limfosit
imatur
·
Imunosupresi
2. Resiko tinggi kekurangan
volume cairan tubuh berhubungan dengan :
·
Kehilangan berlebihan, mis ;
muntah, perdarahan
·
Penurunan
pemasukan cairan : mual, anoreksia.
3.
Nyeri ( akut ) berhubungan
dengan :
- Agen fiscal ;
pembesaran organ / nodus limfe, sumsum tulang yang dikmas dengan sel
leukaemia.
- Agen kimia ;
pengobatan antileukemia
c.
INTERVENSI
Diagnosa : Resiko tinggi terhadap infeksi
berhubungan dengan :
·
Tidak adekuatnya pertahanan
sekunder
·
Gangguan kematangan sel darah
putih
·
Peningkatan jumlah limfosit
imatur
·
Imunosupresi
·
Penekanan sumsum tulang ( efek
kemoterapi 0
Hasil yang
Diharapkan :
Infeksi tidak
terjadi,
Rencana tindakan :
1.
Tempatkan anak pada ruang
khusus. Batasi pengunjung sesuai indikasi
Rasional ; Melindungi anak dari sumber potensial patogen /
infeksi
2.
Berikan protocol untuk mencuci
tangan yang baik untuk semua staf petugas
Rasional
: mencegah kontaminasi silang / menurunkan risiko infeksi
3.
Awasi
suhu. Perhatikan hubungan antara peningkatan suhu dan pengobatan chemoterapi. Observasi demam sehubungan dengan tachicardi, hiertensi
Rasional : Hipertermi lanjut terjadi pada beberapa tipe infeksi dan
demam terjadi pada kebanyakan pasien leukaemia.
4.
Dorong
sering mengubah posisi, napas dalam, batuk.
Rasional ; Mencegah statis secret pernapasan, menurunkan resiko
atelektasisi/ pneumonia.
5.
Inspeksi
membran mukosa mulut. Bersihkan mulut secara periodic. Gnakan sikat gigi halus
untuk perawatan mulut.
Rasional : Rongga mulut adalah medium yang
baik untuk pertumbuhan organisme patogen
6.
Awasi pemeriksaan laboratorium
: WBC, darah lengkap
Rasional : Penurunan jumlah WBC normal / matur dapat diakibatkan oleh
proses penyakit atau kemoterapo.
7.
Berikan obat sesuai indikasi,
misalnya Antibiotik
Rasional ; Dapat diberikan secara profilaksis atau mengobati infeksi
secara khusus.
8.
Hindari antipiretik yang
mengandung aspirin
Rasional ; aspirin dapat menyebabkan perdarahan lambung atau
penurunan jumlah trombosit lanjut
Diagnosa : Resiko tinggi kekurangan volume cairan tubuh berhubungan
dengan :
·
Kehilangan berlebihan, mis ;
muntah, perdarahan
·
Penurunan
pemasukan cairan : mual, anoreksia.
Hasil Yang Diharapkan :Volume cairan tubuh adekuat, ditandai dengan TTV
dbn, stabil, nadi teraba, haluaran urine, BJ dan PH urine, dalam batas normal
Rencana Tindakan :
1.
Awasi masukan dan pengeluaran.
Hitung pengeluaran tak kasat mata dan keseimbangan cairan. Perhatikan penurunan
urine pada pemasukan adekuat. Ukur berat jenis urine dan pH Urine.
Rasional ; Penurunan sirkulasi sekunder terhadap sel darah merah dan
pencetusnya pada tubulus ginjal dan / atau terjadinya batu ginjal (sehubungan
dengan peningkatan kadar asam urat) dapat menimbulkan retensi urine atau gagal
ginjal.
2.
Timbang BB tiap hari.
Rasional : Mengukur keadekuatan penggantian cairan sesuai fungsi
ginjal. Pemasukan lebih dari keluaran dapat mengindikasikan memperburuk /
obstruksi ginjal.
3.
Awasi TD dan frekuensi jantung
Rasional : Perubahan dapat menunjukkan efek
hipovolemik (perdarahan/dehidrasi)
4.
Inspeksi kulit / membran mukosa
untuk petike, area ekimotik, perhatikan perdarahan gusi, darah warn karat atau
samar pada feces atau urine; perdarahan lanjut dari sisi tusukan invesif.
Rasional ; Supresi sumsum dan produksi trombosit menempatkan pasien
pada resiko perdarahan spntan tak terkontrol.
5.
Evaluasi turgor kulit,
pengiisian kapiler dan kondisi umum membran mukosa.
Rasional ; Indikator langsung status cairan /
dehidrasi.
6.
Implementasikan tindakan untuk
mencegah cedera jaringan / perdarahan, ex : sikat gigi atau gusi dengan sikat
yang halus.
Rasional ; Jaringan rapuh dan gangguan mekanis pembekuan
meningkatkan resiko perdarahan meskipun trauma minor.
7.
Berikan diet halus.
Rasional : Dapat membantu
menurunkan iritasi gusi.
8.
Berikan cairan IV sesuai
indikasi
Rasional : Mempertahankan keseimbangan cairan / elektrolit pada tak
adanya pemasukan melalui oral; menurunkan risiko komplikasi ginjal.
9.
Berikan
sel darah Merah, trombosit atau factor pembekuan
Raional : Memperbaiki jumlah sel darah
merah dan kapasitas O2 untuk memperbaiki anemia. Berguna
mencegah / mengobati perdarahan.
Diagnosa : Nyeri ( akut ) berhubungan dengan :
·
Agen fiscal ; pembesaran organ
/ nodus limfe, sumsum tulang yang dikmas dengan sel leukaemia.
·
Agen kimia ; pengobatan
antileukemia.
Rencana Tindakan
;
1.
Awasi tanda-tanda vital,
perhatikan petunjuk nonverbal,rewel, cengeng, gelisah
Rasional ; Dapat membantu mengevaluasi pernyatan verbal dan
ketidakefektifan intervensi.
2.
Berikan lingkungan yang tenang
dan kurangi rangsangan stress
Rasional ; Meingkatkan istirahat.
3.
Tempatkan
pada posisi nyaman dan sokong sendi, ekstremitas denganan bantal
Rasional ; Menurunkan ketidak
nyamanan tulang/ sensi
4.
Ubah posisi secara periodic dan
berikan latihan rentang gerak lembut.
Rasional : Memperbaiki
sirkulasi jaringan dan mobilisasi sendi.
5.
Berikan tindakan
ketidaknyamanan; mis : pijatan, kompres
Rasional ; Meminimalkan
kebutuhan atau meningkatkan efek obat.
Daftar
Rujukan
Carpenito,
Lynda Juall. (1999). Rencana Asuhan
& Dokumentasi Keperawatan. Edisi 2. (terjemahan). Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarata.
Carpenito, Lynda Juall. (2000.). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. (terjemahan). Penerbit buku Kedokteran
EGC. Jakarta.
Doenges, Marilynn
E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. (terjemahan).
Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Engram, Barbara. (1998). Rencana
Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Volume 2, (terjemahan). Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta.
Junadi, Purnawan. (1982). Kapita Selekta Kedokteran,
Jakarta: Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Long,
Barbara C. (1996). Perawatan Medikal Bedah. Volume I. (terjemahan). Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan
Keperawatan Pajajaran. Bandung.
Mansjoer, Arif & Suprohaita. (2000). Kapita
Slekta Kedokteran Jilid II. Fakultas Kedokteran UI : Media
Aescullapius. Jakarta.
Matondang, Corry S. (2000) Diagnosis Fisis Pada Anak. Edisi ke 2, PT. Sagung Seto. Jakarta.
Ngastiyah (1997). Perawatan Anak Sakit. Penerbit buku Kedokteran
EGC. Jakarta.
Rendle John. (1994). Ikhtisar Penyakit Anak, Edisi ke 6.
Binapura Aksara. Jakarta.
Santosa NI. (1989). Perawatan I (Dasar-Dasar Keperawatan).
Depkes RI. Jakarta.
Santosa NI. (1993). Asuhan Kesehatan Dalam Konteks Keluarg.
Depkes RI. Jakarta.
Soeparman. (1987). Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi
kedua. Penerbit FKUI. Jakarta.
Soetjiningsih. (1995). Tumbuh Kembang Anak. Penerbit buku
Kedokteran EGC, Jakarta.
Suharso Darto (1994). Pedoman Diagnosis dan Terapi. F.K. Universitas Airlangga. Surabaya.
Wahidiyat Iskandar (1985). Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 2. Info
Medika, Jakarta.
(1994) Pedoman Diagnosis Dan Terapi Ilmu
Kesehatan Anak. Fakultas Kedokteran Unair & RSUD dr Soetomo
Surabaya
0 komentar:
Posting Komentar