LAPORAN PENDAHULUAN
A. DEFINISI
Depresi adalah suatu kelainan
alam perasaan berupa hilangnya minat atau kesenangan dalam aktivitas-aktivitas
yang biasa dan pada waktu yang lampau (Townsend,1998:179). Rentang respon emosi
individu dapat berfluktuasi dalam rentang respon emosi dari adaptif sampai
maladaptif. Respon depresi merupakan emosi yang mal adaptif (Keliat,1996:2).
B. JENIS-JENIS DEPRESI
Penggolongan depresi dapat
dibedakan (Wilkinson,1995:18 - 26):
1. Menurut
gejalanya
- Depresi
neurotik
Depresi neurotik biasanya
terjadi setelah mengalami peristiwa yang menyedihkan tetapi yang jauh lebih
berat daripada biasanya. Penderitanya seringkali dipenuhi trauma emosional yang
mendahului penyakit misalnya kehilangan orang yang dicintai, pekerjaan, milik
berharga, atau seorang kekasih. Orang yang menderita depresi neurotik bisa
merasa gelisah, cemas dan sekaligus merasa depresi. Mereka menderita
hipokondria atau ketakutan yang abnormal seperti agrofobia tetapi mereka tidak
menderita delusi atau halusinasi.
- Depresi
psikotik
Secara tegas istilah
'psikotik' harus dipakai untuk penyakit depresi yang berkaitan dengan delusi
dan halusinasi atau keduanya.
- Psikosis
depresi manik
Depresi manik biasanya
merupakan penyakit yang kambuh kembali disertai gangguan suasana hati yang
berat. Orang yang mengalami gangguan ini menunjukkan gabungan depresi dan rasa
cemas tetapi kadang-kadang hal ini dapat diganti dengan perasaan gembira,
gairah, dan aktivitas secara berlebihan gambaran ini disebut 'mania'.
- Pemisahan
diantara keduanya
Para dokter membedakan antara
depresi neurotik dan psikotik tidak hanya berdasarkan gejala lain yang ada dan
seberapa terganggunya perilaku orang tersebut.
2. Menurut
Penyebabnya
- Depresi
reaktif
Pada depresi reaktif,
gejalanya diperkirakan akibat stres luar seperti kehilangan seseorang atau
kehilangan pekerjaan.
- Depresi
endogenus
Pada depresi endogenous,
gejalanya terjadi tanpa dipengaruhi oleh faktor lain.
- Depresi
primer dan sekunder
Tujuan penggolongan ini adalah
untuk memisahkan depresi yang disebabkan penyakit fisik atau psiatrik atau
kecanduan obat atau alkohol (depresi 'sekunder') dengan depresi yang tidak
mempunyai penyebab-penyebab ini (depresi 'primer'). Penggolongan ini lebih
banyak digunakan untuk penelitian tujuan perawatan.
3. Menurut
arah penyakit
- Depresi
tersembunyi
Diagnosa depresi tersembunyi
(atau atipikal) kadang-kadang dibuat bilamana depresi dianggap
mendasari gangguan fisik dan mental yang tidak dapat diterangkan, misalnya rasa
sakit yang lama tanpa sebab yang nyata atau hipokondria atau sebaliknya
perilaku yang tidak dapat diterangkan seperti wanita lanjut usia yang suka
mengutil.
- Berduka
Proses kesedihan itu wajar dan
merupakan reaksi yang diperlukan terhadap suatu kehilangan. Proses ini membuat
orang yang kehilangan itu mampu menerima kenyataan tersebut, mengalami rasa
sakit akibat kesedihan yang menimpa, menderita putusnya hubungan dengan orang
yang dicintai dan penyesuaian kembali.
- Depresi
pascalahir
Banyak wanita kadang-kadang
mengalami periode gangguan emosional dalam 10 hari pertama setelah melahirkan
bayi ketika emosi mereka masih labil dan mereka merasa sedih dan suka menangis.
Seringkali hal itu berlangsung selama satu atau dua hari kemudian berlalu.
- Depresi
dan manula
Usia tua merupakan saat
meningkatnya kerentanan terhadap depresi. Namun, kadang-kadang depresi pada
manula ditutupi oleh penyakit fisik dan cacat tubuh seperti penglihatan atau
pendengaran yang terganggu. Oleh karena itu, sangatlah penting untuk mengingat
kemungkinan terjadinya penyakit depresi pada orang tua.
C. FAKTOR PREDISPOSISI
Terdapat 2 teori untuk
menjelaskan faktor pendukung terjadinya depresii (Townsend,1998:181 - 183):
1. Teori
Biologis
a. Genetik.
Dari sejumlah penyelidikan yang telah dilakukan ditemukan bahwa terdapat
dukungan keterlibatan herediter dalam penyakit depresi. Luasnya akibat pada
pokoknya tampak menjadi lebih tinggi diantara individu-individu yang memiliki
hubungan keluarga dengan kelainan tersebut daripada diantara populasi umum (DSM-III-R, 1987).
b. Biokimia. Ketidakseimbangan elektrolit
tampak memainkan peranan dalam penyakit depresif. Suatu kesalahan hasil
metabolisme dalam perubahan natrium dan kalium di dalam neuron (Gibbons, 1960).
Teori biokimia yang lainnya
menyangkut biogenik amin norepinefrin, dopamin, dan serotinin. Tingkatan
zat-zat kimia ini mengalami defisiensi dalam individu dengan penyakit depresif
(Janowsky et al, 1988).
2. Teori Psikososial
a. Psikoanalisa.
Teori ini (Klein, 1934) melibatkan suatu ketidakpuasan dalam hubungan awal
ibu-bayi sebagai suatu predisposisi untuk penyakit depresif. Kebutuhan bayi
tidak terpenuhi, suatu kondisi yang digambarkan sebagai suatu kehilangan.
Respons berduka belum terpecahkan, dan kemarahan dan permusuhan ditunjukkan
kepada diri sendiri. Ego tetap lemah, sementara superego meluas dan menjadi
menghukum.
b. Kognitif.
Ahli teori-teori ini (Beck et al, 1979) yakin bahwa penyakit depresif terjadi
sebagai suatu hasil dari kelainan kognitif. Kelainan proses pikir membantu
perkembangan evaluasi diri individu. Persepsi merupakan ketidakadekuatan dan
ketidakberhargaan. Pandangan untuk masa depan merupakan suatu kepesimisan
keputusasaan.
c. Teori
Pembelajaran. Teori ini (seligman, 1973) mengemukakan bahwa penyakit
depresif dipengaruhi oleh keyakinan individu bahwa ada kurang kontrol atau
situasi-situasi kehidupannya. Ini dianggap bahwa keyakinan ini muncul dari
pengalaman-pengalaman yang mengakibatkan kegagalan (baik yang dirasakan atau
yang nyata). Setelah sejumlah kegagalan, individu merasa tidak berdaya untuk
berhasil dalam usaha-usaha yang keras, dan oleh karena itu berhenti mencoba.
Pembelajaran ketidakberdayaan ini digambarkan sebagai suatu predisposisi untuk
penyakit depresif.
d. Teori
Kehilangan Objek. Teori ini (Bowly, 1973) menyatakan bahwa penyakit
depresif terjadi jika pribadi tersebut terpisah dari atau ditolak orang
terdekat selama 6 bulan pertama kehidupan. Proses ikatan diputuskan, dan anak
menarik diri dari orang lain dan lingkungan.
D. FAKTOR PENCETUS
Ada empat sumber utama stresor
yang dapat mencetuskan gangguan alam perasaan (Sundeen,Stuart,1998:260):
1. Kehilangan
keterikatan, yang nyata atau yang dibayangkan, termasuk kehilangan
cinta, seseorang, fungsi fisik, kedudukan, atau harga diri. Karena elemen
aktual dan simbolik melibatkan konsep kehilangan, maka persepsi pasien
merupakan hal yang sangat penting.
2. Peristiwa
besar dalam kehidupan sering dilaporkan sebagai pendahulu episode
depresi dan mempunyai dampak terhadap masalah-masalah yang dihadapi sekarang
dan kemampuan menyelesaikan masalah.
3. Peran
dan ketegangan peran telah dilaporkan mempengaruhi perkembangan
depresi, terutama pada wanita.
4. Perubahan
fisiologik diakibatkan oleh obat-obatan atau berbagai penyakit fisik,
seperti infeksi, neoplasma, dan gangguan keseimbangan metabolik, dapat
mencetuskan gangguan alam perasaan.
E. PENGELOLAAN DEPRESI PADA USIA
LANJUT (FKUI,2000:60 - 76)
1. Hal-hal
yang perlu diperhatikan pada usia lanjut :
a. Obat-obatan
Beberapa jenis obat seperti
digoksin, L-dopa, steroid, penyekat beta dan anti hipertensi lainnya, pemberian
benzodiazepin jangka panjang, fenobarbiton, dan pemakaian neuroleptik jangka
lama dapat mengakibatkan depresi.
b. Neurobiologik
Perubahan neuroendokrinologik
seperti hormon, neurotransmiter (serotonin, dopamin, dll) menyebabkan usia
lanjut rentan terhadap depresi. Depresi pada usia lanjut dapat diakibatkan oleh
proses neurodegeneratif, misalnya depresi sebagai gejala dari demensia.
c. Psikososial
- Kepribadian
pasien sebelum sakit turut berperan dalam manifestasi gejala depresi, misalnya
orang yang pencemas semasa mudanya ketika mengalami depresi di usia lanjut
memperlihatkan gambaran depresi neurotik yang menyolok.
- Dukungan
sosial yang buruk, kapasitas membina keakraban yang lemah juga
berperan dalam terjadinya depresi.
- Berbagai
peristiwa kehidupan seperti kematian pasangan, problem keuangan yang berat,
pindah rumah, peringatan peristiwa sedih, anak yang cacat menanjak dewasa, dan
sebagainya lebih sering terjadi pada pasien-pasien usia lanjut dengan depresi
dibandingkan dengan usia lanjut yang sehat.
2. Gambaran
Klinis Depresi Pada Usia Lanjut
Seorang usia lanjut yang
mengalami depresi kebanyakan menyangkal adanya mood depresi.
Yang terlihat adalah gejala hilangnya tenaga (loyo), hilangnya rasa senang,
tidak bisa tidur atau keluhan rasa sakit dan nyeri. Menurut Brodaty (1991) gejala
yang sering tampil adalah ansietas (kecemasan), preokupasi gejala fisik,
perlambatan motorik, kelelahan, mencela diri sendiri, pikiran bunuh diri dan
insomnia.
Gambaran klinik depresi pada
pasien berusia lanjut (dibandingkan dengan pasien yang lebih muda), adalah
mereka lebih banyak menonjolkan gejala somatiknya disamping mengeluh tentang
gangguan memori, dan umumnya cenderung meminimalkan atau menyangkal mood depresinya.
Hal lain yang tidak menguntungkan adalah pasien usia lanjut umumnya kurang mau mencari
bantuan psikiater karena tak dapat menerima penjelasan yang bersifat psikologis
untuk gangguan depresi yang mereka alami.
3. Diagnosis
Depresi
Gangguan depresi dibedakan
dalam depresi ringan, sedang dan berat sesuai dengan banyak dan beratnya gejala
serta dampaknya terhadap fungsi kehidupan seseorang. Menurut ICD 10, pada
gangguan depresi ada 3 gejala utama yaitu :
Ø Mood terdepresi (suasana perasaan hati murung / sedih),
Ø Hilang minat atau gairah,
Ø Hilang tenaga dan mudah lelah, yang disertai dengan gejala lain seperti :
Ø Konsentrasi menurun,
Ø Harga diri menurun,
Ø Perasaan bersalah,
Ø Pesimis memandang masa depan,
Ø Ide bunuh diri atau menyakiti diri sendiri,
Ø Pola tidur berubah,
Ø Nafsu makan menurun.
Tabel 2.1Pedoman Berat Ringannya Depresi
Depresi
|
Gejala
Utama
|
Gejala lain
|
Fungsi
|
Keterangan
|
Ringan
|
2
|
2
|
Baik
|
Distress +
|
Sedang
|
2
|
3 atau 4
|
Terganggu
|
Berlangsung minimal 2 minggu
|
Berat
|
3
|
4
|
Terganggu berat
|
Intensitas gejala sangat berat
|
Sumber:Bagian
Ilmu Penyakit Dalam FKUI,2000
F. PEMERIKSAAN
PASIEN DEPRESI
Salah satu langkah awal yang
penting dalam penatalaksanaan depresi adalah mendeteksi atau mengidentifikasi.
Sampai saat ini belum ada suatu konsensus atau prosedur khusus untuk penapisan
/ skrining depresi pada populasi usia lanjut. Salah satu instrumen yang dapat
membantu adalah Geriatric Depression Scale (GDS) yang terdiri
atas 30 pertanyaan yang harus dijawab oleh pasien sendiri. GDS ini dapat
dimampatkan menjadi hanya 15 pertanyaan saja.
Bilamana ditemukan tanda-tanda
yang mengarah pada depresi, harus dilakukan lagi pemeriksaan yang lebih rinci
sebagai berikut :
1. Riwayat
klinik / anamnesis
a. riwayat
keluarga
b. gangguan
psikiatri yang lampau
c. kepribadian
d. riwayat
sosial
e. ide
/ percobaan bunuh diri
f. gangguan-gangguan
somatik
g. perkembangan
gejala-gejala depresi
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada pasien
depresi sangat penting karena gejala-gejala depresi sering disertai dengan
penyakit fisik.
3. Pemeriksaan kognitif
Penilaian Mini Mental State
Examination (MMSE) pada usia lanjut yang menunjukkan gejala depresi bermanfaat
dalam tindak lanjut penatalaksanaan pasien. Perbaikan pada MMSE setelah
dilakukan terapi terhadap depresi, menunjukkan bahwa pasien dengan depresi
mengalami masalah konsentrasi dan memori yang mempengaruhi fungsi kognitifnya.
4. Pemeriksaan status mental
- Penampilan
dan perilaku
- Mood /
suasana perasaan hati
- Pembicaraan
- Isi
pikiran
- Gejala
ansietas
- Gejala
hipokondriakal
5. Pemeriksaan lainnya
Mengingat pasien usia lanjut
rentan terhadap gangguan metabolik sekunder akibat penyakit depresi yang berat,
seperti tidak adekuatnya asupan cairan, maka perlu dipertimbangkan pemeriksaan
sebagai berikut :
- ureum
dan elektrolit
- darah
lengkap dan hitung jenis
- Vitamin
B12 dan Folat
- Tes
fungsi Tiroid
- Foto
dada
- Lain-lain
: serum sifilis,Electro Cardio Graphy ( ECG),Electro Encephalo Graphy ( EEG),
CT-scan dst.
5. Prognosis
Prognosis depresi pada usia
lanjut tidaklah berbeda dengan prognosis pada usia yang lebih muda. Umumnya
pasien akan sembuh dan tetap dapat berfungsi dengan baik jika depresi diobati
dan ditatalaksana dengan baik. Hasil terapi yang kurang baik tampaknya
berhubungan dengan episode awal yang parah dan adanya komorbiditas dengan
penyakit kronik.
6. Penatalaksanaan Depresi Pada usia Lanjut
1. Terapi
fisik
a. Obat
Secara umum,
semua obat antidepresan sama efektivitasnya. Pemilihan jenis antidepresan
ditentukan oleh pengalaman klinikus dan pengenalan terhadap berbagai jenis
antidepresan. Biasanya pengobatan dimulai dengan dosis separuh dosis dewasa,
lalu dinaikkan perlahan-lahan sampai ada perbaikan gejala.
b. Terapi Elektrokonvulsif (ECT)
Untuk pasien
depresi yang tidak bisa makan dan minum, berniat bunuh diri atau retardasi
hebat maka ECT merupakan pilihan terapi yang efektif dan aman. ECT diberikan 1-
2 kali seminggu pada pasien rawat nginap, unilateral untuk mengurangi confusion/memory
problem.Terapi ECT diberikan sampai ada perbaikan mood (sekitar
5 - 10 kali), dilanjutkan dengan anti depresan untuk mencegah kekambuhan.
2. Terapi
Psikologik
a. Psikoterapi
Psikoterapi
individual maupun kelompok paling efektif jika dilakukan bersama-sama dengan
pemberian antidepresan. Baik pendekatan psikodinamik maupun kognitif behavioursama
keberhasilannya. Meskipun mekanisme psikoterapi tidak sepenuhnya dimengerti,
namun kecocokan antara pasien dan terapis dalam proses terapeutik akan
meredakan gejala dan membuat pasien lebih nyaman, lebih mampu mengatasi
persoalannya serta lebih percaya diri.
b. Terapi kognitif
Terapi
kognitif - perilaku bertujuan mengubah pola pikir pasien yang selalu negatif
(persepsi diri, masa depan, dunia, diri tak berguna, tak mampu dan sebagainya)
ke arah pola pikir yang netral atau positif. Ternyata pasien usia lanjut dengan
depresi dapat menerima metode ini meskipun penjelasan harus diberikan secara
singkat dan terfokus. Melalui latihan-latihan, tugas-tugas dan aktivitas
tertentu terapi kognitif bertujuan mengubah perilaku dan pola pikir.
c. Terapi keluarga
Problem
keluarga dapat berperan dalam perkembangan penyakit depresi, sehingga dukungan
terhadap keluarga pasien sangat penting. Proses penuaan mengubah dinamika
keluarga, ada perubahan posisi dari dominan menjadi dependen pada orang usia
lanjut. Tujuan terapi terhadap keluarga pasien yang depresi adalah untuk
meredakan perasaan frustasi dan putus asa, mengubah dan memperbaiki sikap /
struktur dalam keluarga yang menghambat proses penyembuhan pasien.
d. Penanganan Ansietas (Relaksasi)
Teknik yang
umum dipergunakan adalah program relaksasi progresif baik secara langsung
dengan instruktur (psikolog atau terapis okupasional) atau melalui tape
recorder.Teknik ini dapat dilakukan dalam praktek umum sehari-hari. Untuk
menguasai teknik ini diperlukan kursus singkat terapi relaksasi.
7. Dukungan
Keluarga dalam Kaitannya dengan Depresi Pada Lansia
Keluarga
memainkan suatu peranan yang signifikan dalam kehidupan pada hampir semua orang
lanjut usia (lansia). Ketika keluarga tidak menjadi bagian kehidupan seseorang
yang telah lansia, umumnya menyebabkan orang tersebut tidak mempunyai tempat
tinggal, atau ada masalah-masalah yang telah berlangsung lama dan keterasingan.
Sebaliknya, kepercayaan yang umum, ketika orang lansia akan membutuhkan bantuan
keluarga menyediakan sekurang-kurangnya 80% dukungan / bantuan. Dibandingkan
dengan "kenyamanan di hari tua", keluarga saat ini menyediakan kepedulian
yang lebih luas selama periode waktu yang lama (Schmall, Pratt, 1993).
Walaupun
anak yang telah dewasa adalah suatu sumber utama yang memberi bantuan terhadap
orangtua yang lansia, beberapa trend demografi dan sosial mempunyai akibat /
impak yang signifikan pada kemampuan anggota keluarga dalam menyediakan
dukungan. Hal ini tidak berarti bahwa keluarga bertanggung jawab atas timbulnya
depresi pada seseorang namun sudah jelas bahwa banyak masalah depresi berkisar
di seputar kesulitan dalam cara anggota keluarga saling berkomunikasi dan
saling berhubungan.
G.
KONSEP DASAR ASUHAN
KEPERAWATAN DENGAN GANGGUAN ALAM PERASAAN
a. Pengkajian
a. Pengkajian
1)
Faktor Predisposisi
a) Faktor Genetik
Mengemukakan transmisi gangguan alam perasaan diteruskan melalui garis keturunan. Frekuensi gangguan alam perasaan pada kembar monozigote dari dizigote.
a) Faktor Genetik
Mengemukakan transmisi gangguan alam perasaan diteruskan melalui garis keturunan. Frekuensi gangguan alam perasaan pada kembar monozigote dari dizigote.
b) Teori Agresi Berbalik pada Diri Sendiri
Mengemukakan bahwa depresi diakibatkan dari perasaan marah yang dialihkan pada diri sendiri.
Diawali dengan proses kehilangan terjadi ambivalensi terhadap objek yang hilang tidak mampu mengekspresikan kemarahan marah pada diri sendiri.
c) Teori Kehilangan
Berhubungan dengan faktor perkembangan : misalnya kehilangn orang tua pada masa anak, perpisahan yang bersifat traumatis dengan orang yang sangat dicintai. Individu tidak berdaya mengatsi kehilangan.
d) Teori Kepribadian
Mengemukakan bahwa tipe kepribadian tertentu menyebabkan seseorang mengalami depresi atau mania.
e) Teori Kognitif
Mengemukakan bahwa depresi merupakan masalah kognitif yang dipengaruhi oleh penilaian negative terhadap diri sendiri, lingkungan dan masa depan.
f) Teori Belajar Ketidakberdayaan
Mengemukakan bahwa depresi dilmulai dari kehilangan kendali diri, lalu menjdi pasif dan tidak mampu menghadapi masalah. Kemidian individu timbul dengan keyakinan akan ketidakmampuam mengendalikan kehidupan sehingga ia tidak berupaya mengembangkan respon yang adaptif.
g) Model Prilaku
Mengemukakan bahwa depresi terjadi karena kurangnya pujian positif selama berinteraksi dengan lingkungan.
h) Model Biologis
Mengemukakan bahwa depresi terjadi prubahan kimiawi, yaitu defisiensi katekolamin, tidak berfungsi endokrin dan hipersekresi kortisol.
2) Faktor Presipitasi
Stresor yang dapat menyebabkan gangguan alam perasaan meliputi faktor biologis, psikologis, dan social budaya. Faktor biologis meliputi perubahan fisiologis yang disebabkan oleh obat-obatan atau berbagai penyakit fisik seperti infeksi, neoplasma dan ketidakseimbangan metabolisme. Faktor psikologis meliputi kehilangan kasih sayang, termasuk kehilangan cinta, seseorang dan kehilangan harga diri. Faktor social budaya meliputi kehilangan peran, perceraian, kehilangan pekerjaan.
Stresor yang dapat menyebabkan gangguan alam perasaan meliputi faktor biologis, psikologis, dan social budaya. Faktor biologis meliputi perubahan fisiologis yang disebabkan oleh obat-obatan atau berbagai penyakit fisik seperti infeksi, neoplasma dan ketidakseimbangan metabolisme. Faktor psikologis meliputi kehilangan kasih sayang, termasuk kehilangan cinta, seseorang dan kehilangan harga diri. Faktor social budaya meliputi kehilangan peran, perceraian, kehilangan pekerjaan.
3) Perilaku dan Mekanisme
Koping
Perilaku yang berhubungan dengan depresi bervariasi. Pada keadaan depresi kesedihan dan kelambanan dapat menonjol atau dapat terjadi agitasi. Mekanisme koping yang digunakan pada reaksi kehilangan yang memanjang adalah denial dan supresi, hal ini untuk menghindari tekanan yang hebat.
Perilaku yang berhubungan dengan depresi bervariasi. Pada keadaan depresi kesedihan dan kelambanan dapat menonjol atau dapat terjadi agitasi. Mekanisme koping yang digunakan pada reaksi kehilangan yang memanjang adalah denial dan supresi, hal ini untuk menghindari tekanan yang hebat.
Gangguan alam perasaan: depresi
- Data subyektif:
- Tidak
mampu mengutarakan pendapat dan malas berbicara.Sering mengemukakan
keluhan somatik. Merasa dirinya sudah tidak berguna lagi, tidak berarti,
tidak ada tujuan hidup, merasa putus asa dan cenderung bunuh diri.
- Data obyektif:
- Gerakan
tubuh yang terhambat, tubuh yang melengkung dan bila duduk dengan sikap
yang merosot, ekspresi wajah murung, gaya jalan yang lambat dengan langkah
yang diseret.Kadang-kadang dapat terjadi stupor. Pasien tampak malas,
lelah, tidak ada nafsu makan, sukar tidur dan sering menangis.
Proses berpikir terlambat, seolah-olah pikirannya kosong, konsentrasi terganggu, tidak mempunyai minat, tidak dapat berpikir, tidak mempunyai daya khayal Pada pasien psikosa depresif terdapat perasaan bersalah yang mendalam, tidak masuk akal (irasional), waham Data Obyektifsa, depersonalisasi dan halusinasi.
Kadang-kadang pasien suka menunjukkan sikap bermusuhan (hostility), mudah tersinggung (irritable) dan tidak suka diganggu. - Koping maladaptif
- Data Subyektif : menyatakan
putus asa dan tak berdaya, tidak bahagia, tak ada harapan.
- Data Obyektif : nampak sedih,
mudah marah, gelisah, tidak dapat mengontrol impuls.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
- Resiko mencederai diri
berhubungan dengan depresi
- Gangguan alam perasaan: depresi
berhubungan dengan koping maladaptif.
RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
- Tujuan umum: Klien tidak
mencederai diri.
- Tujuan khusus
- Klien dapat membina hubungan
saling percaya
Tindakan:
- Perkenalkan
diri dengan klien
- Lakukan
interaksi dengan pasien sesering mungkin dengan sikap empat
- Dengarkan
pemyataan pasien dengan sikap sabar empati dan lebih banyak memakai
bahasa non verbal. Misalnya: memberikan sentuhan, anggukan
- Perhatikan
pembicaraan pasien serta beri respons sesuai dengan keinginanny
- Bicara
dengan nada suara yang rendah, jelas, singkat, sederhana dan mudah
dimengerti
- Terima
pasien apa adanya tanpa membandingkan dengan orang lain.
- Klien dapat menggunakan koping
adaptif
Tindakan:
- Beri
Data Obyektifrongan untuk mengungkapkan perasaannya dan mengatakan
bahwa perawat memahami apa yang dirasakan pasien.
- Tanyakan
kepada pasien cara yang biasa dilakukan mengatasi perasaan
sedih/menyakitkan
- Diskusikan
dengan pasien manfaat dari koping yang biasa digunakan
- Bersama
pasien mencari berbagai alternatif koping.
- Beri
Data Obyektifrongan kepada pasien untuk memilih koping yang paling
tepat dan dapat diterima
- Beri
Data Obyektifrongan kepada pasien untuk mencoba koping yang telah
dipilih
- Anjurkan
pasien untuk mencoba alternatif lain dalam menyelesaikan masalah.
- Klien terlindung dari perilaku
mencederai diri
Tindakan:
- Pantau
dengan seksama resiko bunuh diri/melukai diri sendiri.
- Jauhkan
dan simpan alat-alat yang dapat digunakan olch pasien untuk mencederai
dirinya/orang lain, ditempat yang aman dan terkunci.
- Jauhkan
bahan alat yang membahayakan pasien.
- Awasi
dan tempatkan pasien di ruang yang mudah dipantau oleh peramat/petugas.
- Klien dapat meningkatkan harga
diri
Tindakan:
- Bantu
untuk memahami bahwa klien dapat mengatasi keputusasaannya.
- Kaji
dan kerahkan sumber-sumber internal individu.
- Bantu
mengidentifikasi sumber-sumber harapan (misal: hubungan antar sesama,
keyakinan, hal-hal untuk diselesaikan).
- Klien dapat menggunakan
dukungan sosial
Tindakan:
- Kaji
dan manfaatkan sumber-sumber ekstemal individu (orang-orang terdekat,
tim pelayanan kesehatan, kelompok pendukung, agama yang dianut).
- Kaji
sistem pendukung keyakinan (nilai, pengalaman masa lalu, aktivitas
keagamaan, kepercayaan agama).
- Lakukan
rujukan sesuai indikasi (misal : konseling pemuka agama).
- Klien dapat menggunakan obat
dengan benar dan tepat
Tindakan:
- Diskusikan
tentang obat (nama, Data Obyektifsis, frekuensi, efek dan efek samping
minum obat).
- Bantu
menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (benar pasien, obat, Data
Obyektifsis, cara, waktu).
- Anjurkan
membicarakan efek dan efek samping yang dirasakan.
- Beri
reinforcement positif bila menggunakan obat dengan benar.
DAFTAR
PUSTAKA
Maramis, W. F. 1900. Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga University Press.
Dalami, E. dkk. 2009. Askep Klien Dengan Gangguan Jiwa. Jakarta: CV. Trans Info Media.
Kaplan, H. I. dkk. 1997. Sinopsis Psikiatri.
Jakarta: Binarupa Aksara.
Hawari,
D. 2001. Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa Skizofrenia. Jakarta: EGC
Keliat, B.A. 1998. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : EGC
Keliat, B.A. 1998. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : EGC
0 komentar:
Posting Komentar