Sabtu, 06 Desember 2014

MAKALAH MANAJEMEN PENANGGULANGAN PASCA BENCANA

Diposting oleh Unknown di 03.36
BAB I
PENDAHULUAN

1.1.      LATAR BELAKANG
Indonesia, selain terkenal karena kekayaan dan keindahan alamnya, juga merupakan negara yang rawan terhadap bencana. Hal ini disebabkan posisi geografis dan geodinamiknya, sehingga Indonesia memiliki aktivitas vulkanik dan kegempaan yang cukup tinggi. Posisi ini juga menyebabkan bentuk relief Indonesia yang sangat bervariasi, mulai dari pegunungan dengan lereng yang curam sampai daerah landai di sepanjang garis pantai yang sangat panjang, yang kesemuanya memiliki kerentanan terhadap ancaman bahaya tanah longsor, banjir, abrasi dan tsunami. Kondisi hidrometeorologis yang beragam juga kadang-kadang menimbulkan ancaman bahaya banjir dan longsor, angin ribut atau angin puting beliung, bahaya kekeringan yang berkaitan dengan kebakaran hutan dan lain-lain. Ancaman lainnya adalah bencana yang disebabkan oleh berbagai kegagalan teknologi.
Umumnya bencana yang terjadi mengakibatkan penderitaan bagi masyarakat baik berupa korban jiwa manusia, kerugian harta benda maupun kerusakan lingkungan serta musnahnya hasil-hasil pembangunan yang telah dicapai antara lain kerusakan sarana dan prasarana serta fasilitas umum, penderitaan masyarakat dan sebagainya.
Terjadinya bencana besar tsunami di Nanggroe Aceh Darussalam pada tahun 2004 dan gempa bumi di Yogyakarta dan Jawa Tengah (Kabupaten Klaten) pada tahun 2006 dan beberapa bencana lain sebelum dan sesudahnya telah mendorong bangsa Indonesia untuk menerima kenyataan hidup berdampingan dengan bencana. Sebagai konsekuensi atas penerimaan tersebut, bangsa Indonesia telah melahirkan Undang Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Untuk merealisasikan Undang-Undang tersebut, pada tahun 2008 telah diterbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 21 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana, Peraturan Pemerintah Nomor 22 tentang Pendanaan dan Pengelolaan Bencana, Peraturan Pemerintah Nomor 23 tentang Peranserta Lembaga Internasional dan Lembaga Asing Nonpemerintah dalam Penanggulangan Bencana.
Dari latar belakang diatas, pentingnya pemahaman mengenai manajemen bencana akan menjadi landasan atau dasar dalam mengembangkan intervensi pengurangan risiko bencana dalam penanggulangan bencana yang tepat dan akurat.

1.2.      RUMUSAN MASALAH
Bagaimana manajemen penanggulangan pasca bencana ?

1.3.      TUJUAN PENULISAN
Memberikan pengetahuan dasar tentang manajemen pasca bencana



BAB II
PEMBAHASAN

2.1.  Manajemen Bencana
 Manajemen PB adalah serangkaian kegiatan yang berkesinambungan yang dikelola untuk pengendalian dampak bencana untuk mempersiapkan kerangka kerja bagi masyarakat untuk menghindari atau mengatasi dampak bencana yang melanda wilayah/lingkungannya;

 Manajemen PB adalah serangkaian kegiatan, yang dilaksanakan sejak sebelum terjadinya suatu peristiwa bencana, selama kejadian bencana, dan sesudah terjadinya bencana, dalam rangka mencegah, mengurangi dan mengatasi dampak bencana, yang ditimbulkannya;

2.2.  Tujuan Manajemen Bencana
Mengurangi, menghindari tingkat ancaman terhadap kelangsungan hidup manusia, potensi kerugian fisik dan ekonomi serta kerusakan infrastruktur;

Mengurangi dampak yang merugikan terhadap Individu;

Mencapai upaya pemulihan yang cepat dan berkelanjutan; à Tujuan utama manajemen pasca bencana

2.3. Pasca Bencana
Kondisi pasca bencana adalah keadaan suatu wilayah dalam proses pemulihan setelah terjadinya bencana. Pada kondisi ini dipelajari langkah apa yang dilakukan oleh berbagai pihak terkait dalam hal upaya untuk mengembalikan tatanan masyarakat seperti semula sebelum terjadinya bencana. Beberapa hal yang dipelajari dalam kondisi pasca bencana ini adalah kecepatan dan ketepatan terutama dalam hal:
1. Penanganan korban (pengungsi)
2. Livelyhood recovery
3. Pembangunan infrastruktur
4. Konseling trauma
5. Tindakan-tindakan preventif ke depan
6. Organisasi kelembagaan
7. Stakeholders yg terlibat
Dalam hal ini, dipelajari kebijakan pembangunan apa yang telah dilakukan sehingga secara positif turut mencegah/menghambat terjadinya bencana, serta kebijakan pembangunan apa yang telah dilakukan sehingga secara negatif turut memacu/menyebabkan timbulnya bencana. Ruang lingkup studi ini meliputi kajian berbagai aspek penanggulangan bencana alam yang terjadi di Indonesia, Fase pasca bencana: meliputi penanggulangan korban (misalnya pengungsi), pendanaan, rehabilitasi bangunan, rekonstruksi fisik dan non fisik, organisasi dan kelembagaan, dan social capital (Sunarti, 2009).

2.4. Manajemen Pasca Bencana
Manajemen pemulihan (pasca bencana) adalah pengaturan upaya penanggulangan bencana dengan penekanan pada faktor-faktor yang dapat mengembalikan kondisi masyarakat dan lingkungan hidup yang terkena bencana dengan memfungsikan kembali kelembagaan, prasarana, dan sarana secara terencana, terkoordinasi, terpadu dan menyeluruh setelah terjadinya bencana dengan fase-fasenyanya yaitu :
a.       Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pascabencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah pasca bencana.
b.      Rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua prasarana dan sarana, kelembagaan pada wilayah pascabencana, baik pada tingkat pemerintahan maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat pada wilayah pascabencana.

2.5. Rehabilitasi
Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pascabencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah pasca bencana.
Rehabilitasi dilakukan melalui kegiatan : perbaikan lingkungan daerah bencana, perbaikan prasarana dan sarana umum, pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakat, pemulihan sosial psikologis, pelayanan kesehatan, rekonsiliasi dan resolusi konflik, pemulihan sosial ekonomi budaya, pemulihan keamanan dan ketertiban, pemulihan fungsi pemerintahan, dan pemulihan fungsi pelayanan publik.
Dalam penentuan kebijakan rehabilitasi prinsip dasar yang digunakan adalah sebagai berikut :
·         Menempatkan masyarakat tidak saja sebagai korban bencana, namun juga sebagai pelaku aktif dalam kegiatan rehabilitasi.
·         Kegiatan rehabilitasi merupakan rangkaian kegiatan yang terkait dan terintegrasi dengan kegiatan prabencana, tanggap darurat dan pemulihan dini serta kegiatan rekonstruksi.
·         “Early recovery” dilakukan oleh “Rapid Assessment Team” segera setelah terjadi bencana.
·         Program rehabilitasi dimulai segera setelah masa tanggap darurat (sesuai dengan Perpres tentang Penetapan Status dan Tingkatan Bencana) dan diakhiri setelah tujuan utama rehabilitasi tercapai.

Prinsip – prinsip yang diutamakan dalam Rehabilitasi :
a.       Partisipatif, artinya dalam setiap tahapan proses (perencanaan, pelaksanaan dan pertanggungjawaban) selalu melibatkan masyarakat sebagai pelaku sekaligus penerima manfaat.
b.      Transparan dan Akuntabel, artinya dalam setiap langkah dan kegiatan harus dilakukan secara terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat luas.
c.       Sederhana, artinya pelaksanaan seluruh proses kegiatan diupayakan sederhana dan bisa dilakukan masyarakat dengan tahap mengacu pada tujuan dan ketentuan dasar pelaksanaan program rehabilitasi ini.
d.      Akuntabilitas, artinya seluruh proses pelaksanaan dan pendanaan dilakukan dengan penuh tanggung jawab.

Perlakuan pola khusus bentuk kegiatan rehabilitasi pasca bencana yang akan diberlakukan, didasarkan atas hasil kajian masyarakat melalui Musyawarah Desa (MD) dan Musyawarah Antar Desa – (MAD). Perlakuan pola khusus ini meliputi 2 tahapan pokok :
1.      Persiapan Pemulihan
Terdiri dari serangkaian kegiatan yang merupakan bentuk respon cepat sebagai bagian dari upaya pemulihan (recovery) sebelum dilakukan rehabilitasi dan rekontruksi pasca bencana yang lebih terencana. Tahapan ini dilakukan melalui proses review secara partisipatif dampak bencana dan kegiatan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan yang sudah direncanakan dan atau sedang dilaksanakan.
Kegiatan tindak cepat  adalah kegiatan-kegiatan yang dapat secara cepat diidentifikasi dan dikuantifikasi bersama masyarakat tanpa harus menunggu selesainya semua pendataan kerusakan sarana prasarana social ekonomi pedesaan. Dari hasil review tersebut, masyarakat bisa memilih dan memutuskan pendanaan kegiatan-kegiatan yang dapat memberikan pendapatan kepada warga/keluarga yang terkena dampak bencana, terutama misalnya kegiatan-kegiatan yang dilakukan secara padat karya.
Kegiatan-kegiatan padat karya yang dilakukan misalnya : kegiatan untuk pembersihan puing, penataan lokasi atau padat karya untuk pemulihan cepat sarana-prasarana umum perdesaan yang rusak akibat bencana (jalan tertimbun longsoran, pembersihan kawasan pemukiman yang dapat dipergunakan kembali). Secara parallel, sambil melakukan kegiatan tindak cepat juga terus dilakukan pendataan atau pemetaan terhadap sarana – prasana umum social atau ekonomi yang mengalami kerusakan secara lebih teliti, sebagai bahan perencanaan untuk tahap rehabilitasi selanjutnya.
2.      Rehabilitasi
Ruang lingkup pelaksanaan dalam rehabilitasi adalah :
1.      Perbaikan Lingkungan Daerah Bencana
Perbaikan lingkungan fisik meliputi kegiatan : perbaikan lingkungan fisik untuk kawasan pemukiman, kawasan industri, kawasan usaha dan kawasan gedung.
Indikator yang harus dicapai pada perbaikan lingkungan adalah kondisi lingkungan yang memenuhi persyaratan teknis, sosial, ekonomi, dan budaya serta ekosistem

2.      Perbaikan Prasarana dan Sarana Umum
Prasarana  dan sarana umum adalah jaringan infrastruktur dan fasilitas fisik yang menunjang kegiatan kehidupan sosial dan perekonomian masyarakat. Prasarana umum atau jaringan infrastruktur fisik disini mencakup : jaringan jalan/ perhubungan, jaringan air bersih, jaringan listrik, jaringan komunikasi, jaringan sanitasi dan limbah, dan jaringan irigasi/ pertanian.
Sarana umum atau fasilitas sosial dan umum mencakup : fasilitas kesehatan, fasilitas perekonomian, fasilitas pendidikan, fasilitas perkantoran pemerintah, dan fasilitas peribadatan.

3.      Pemberian Bantuan Perbaikan Rumah Masyarakat
Yang menjadi target pemberian bantuan adalah masyarakat korban bencana yang rumah/ lingkungannya mengalami kerusakan struktural hingga tingkat sedang akibat bencana, dan masyarakat korban berkehendak untuk tetap tinggal di tempat semula. Kerusakan tingkat sedang adalah kerusakan fisik bangunan sebagaimana Pedoman Teknis (DepPU, 2006) dan/ atau kerusakan pada halaman dan/ atau kerusakan pada utilitas, sehingga mengganggu penyelenggaraan fungsi huniannya. Untuk bangunan rumah rusak berat atau roboh diarahkan untuk rekonstruksi.
Tidak termasuk sasaran pemberian bantuan rehabilitasi adalah rumah/ lingkungan dalam kategori:
·         Pembangunan kembali (masuk dalam rekonstruksi)
·         Pemukiman kembali (resettlement dan relokasi)
·         Transmigrasi ke luar daerah bencana

4.      Pemulihan Sosial Psikologis
Pemulihan sosial psikologis adalah pemberian bantuan kepada masyarakat yang terkena dampak bencana agar dapat berfungsi kembali secara normal. Sedangkan kegiatan psikososial adalah kegiatan mengaktifkan elemen-elemen masyarakat agar dapat kembali menjalankan fungsi sosial secara normal. Kegiatan ini dapat dilakukan oleh siapa saja yang sudah terlatih.
Pemulihan sosial psikologis bertujuan agar masyarakat mampu melakukan tugas sosial seperti sebelum terjadi bencana, serta tercegah dari mengalami dampak psikologis lebih lanjut yang mengarah pada gangguan kesehatan mental.

5.      Pelayanan Kesehatan
Pemulihan pelayanan kesehatan adalah aktivitas memulihkan kembali segala bentuk pelayanan kesehatan sehingga minimal tercapai kondisi seperti sebelum terjadi bencana.
Pemulihan sistem pelayanan kesehatan adalah semua usaha yang dilakukan untuk memulihkan kembali fungsi sistem pelayanan kesehatan yang meliputi : SDM Kesehatan, sarana/prasarana kesehatan, kepercayaan masyarakat.

6.      Rekonsiliasi dan Resolusi Konflik
Kegiatan rekonsiliasi adalah merukunkan atau mendamaikan kembali pihak-pihak yang terlibat dalam perselisihan, pertengkaran dan konflik. Sedangkan kegiatan resolusi adalah memposisikan perbedaan pendapat, perselisihan, pertengkaran atau konflik dan menyelesaikan masalah atas perselisihan, pertengkaran atau konflik tersebut.
Rekonsiliasi dan resolusi ditujukan untuk membantu masyarakat di daerah bencana untuk menurunkan eskalasi konflik sosial dan ketegangan serta memulihkan kondisi sosial kehidupan masyarakat.

7.      Pemulihan Sosial Ekonomi Budaya
Pemulihan sosial ekonomi budaya adalah upaya untuk memfungsikan kembali kegiatan dan/ atau lembaga sosial, ekonomi dan budaya masyarakat di daerah bencana.
Kegiatan pemulihan sosial, ekonomi, dan budaya ditujukan untuk menghidupkan kembali kegiatan dan lembaga sosial, ekonomi dan budaya masyarakat di daerah bencana seperti sebelum terjadi bencana.

8.      Pemulihan Keamanan dan Ketertiban
Pemulihan keamanan adalah kegiatan mengembalikan kondisi keamanan dan ketertiban masyarakat sebagaimana sebelum terjadi bencana dan menghilangkan gangguan keamanan dan ketertiban di daerah bencana.
Pemulihan keamanan dan ketertiban ditujukan untuk membantu memulihkan kondisi keamanan dan ketertiban masyarakat di daerah bencana agar kembali seperti kondisi sebelum terjadi bencana dan terbebas dari rasa tidak aman dan tidak tertib.

9.      Pemulihan Fungsi Pemerintahan
Indikator yang harus dicapai pada pemulihan fungsi pemerintahan adalah :
·         Keaktifan kembali petugas pemerintahan.
·         Terselamatkan dan terjaganya dokumen-dokumen negara dan pemerintahan.
·         Konsolidasi dan pengaturan tugas pokok dan fungsi petugas pemerintahan.
·         Berfungsinya kembali peralatan pendukung tugas-tugas pemerintahan.
·         Pengaturan kembali tugas-tugas instansi/lembaga yang saling terkait.

10.  Pemulihan Fungsi Pelayanan Publik
Pemulihan fungsi pelayanan publik adalah berlangsungnya kembali berbagai pelayanan publik yang mendukung kegiatan/ kehidupan sosial dan perekonomian wilayah yang terkena bencana.
Pemulihan fungsi pelayanan publik ini meliputi : pelayanan kesehatan, pelayanan pendidikan, pelayanan perekonomian, pelayanan perkantoran umum/pemerintah, dan pelayanan peribadatan.

2.6. Rekontruksi
Rekonstruksi adalah perumusan kebijakan dan usaha serta langkah-langkah nyata yang terencana baik, konsisten dan berkelanjutan untuk membangun kembali secara permanen semua prasarana, sarana dan sistem kelembagaan, baik di tingkat pemerintahan maupun masyarakat, dengan sasaran utama tumbuh berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peran dan partisipasi masyarakat sipil dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat di wilayah pasca bencana.
Rencana Rekonstruksi adalah dokumen yang akan digunakan sebagai acuan bagi penyelenggaraan program rekonstruksi pasca-bencana, yang memuat informasi gambaran umum daerah pasca bencana meliputi antara lain informasi kependudukan, sosial, budaya, ekonomi, sarana dan prasarana sebelum terjadi bencana, gambaran kejadian dan dampak bencana beserta semua informasi tentang kerusakan yang diakibatkannya, informasi mengenai sumber daya, kebijakan dan strategi rekonstruksi, program dan kegiatan, jadwal implementasi, rencana anggaran, mekanisme/prosedur kelembagaan pelaksanaan.
Pelaksana Rekonstruksi adalah semua unit kerja yang terlibat dalam kegiatan rekonstruksi, di bawah koordinasi pengelola dan penanggungjawab kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana pada lembaga yang berwenang menyelenggarakan penanggulangan bencana di tingkat nasional dan daerah.

Lingkup Pelaksanaan Rekontruksi :
1.      Program Rekonstruksi Fisik
Rekonstruksi fisik adalah tindakan untuk memulihkan kondisi fisik melalui pembangunan kembali secara permanen prasarana dan sarana permukiman, pemerintahan dan pelayanan masyarakat (kesehatan, pendidikan dan lain-lain), prasarana dan sarana ekonomi (jaringan perhubungan, air bersih, sanitasi dan drainase, irigasi, listrik dan telekomunikasi dan lain-lain), prasarana dan sarana sosial (ibadah, budaya dan lain-lain.) yang rusak akibat bencana, agar kembali ke kondisi semula atau bahkan lebih baik dari kondisi sebelum bencana.
Cakupan kegiatan rekonstruksi fisik mencakup, tapi tidak terbatas pada, kegiatan membangun kembali sarana dan prasarana fisik dengan lebih baik dari hal-hal berikut:
o   Prasarana dan sarana
o   Sarana sosial masyarakat;
o   Penerapan rancang bangun dan penggunaan peralatan yang lebih baik dan tahan bencana.

2.      Program Rekonstruksi Non Fisik
Rekonstruksi non fisik adalah tindakan untuk memperbaiki atau memulihkan kegiatan pelayanan publik dan kegiatan sosial, ekonomi serta kehidupan masyarakat, antara lain sektor kesehatan, pendidikan, perekonomian, pelayanan kantor pemerintahan, peribadatan dan kondisi mental/sosial masyarakat yang terganggu oleh bencana, kembali ke kondisi pelayanan dan kegiatan semula atau bahkan lebih baik dari kondisi sebelumnya.
Cakupan kegiatan rekonstruksi non-fisik di antaranya adalah:
·      Kegiatan pemulihan layanan yang berhubungan dengan kehidupan sosial dan budaya masyarakat.
·      Partisipasi dan peran serta lembaga/organisasi kemasyarakatan, dunia usaha, dan masyarakat.
·      Kegiatan pemulihan kegiatan perekonomian masyarakat.
·      Fungsi pelayanan publik dan pelayanan utama dalam masyarakat.
·      Kesehatan mental masyarakat.

Prinsip – prinsip pemulihan :
Berdasarkan Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 17 Tahun 2010 Tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pasca Bencana, maka prinsip dasar penyelenggaraan rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana adalah
1.      Merupakan tanggung jawab Pemerintah Daerah dan Pemerintah
2.      Membangun menjadi lebih baik (build back better) yang terpadu dengan konsep pengurangan risiko bencana dalam bentuk pengalokasian dana minimal 10% dari dana rehabilitasi dan rekonstruksi
3.      Mendahulukan kepentingan kelompok rentan seperti lansia, perempuan, anak dan penyandang cacat
4.      Mengoptimalkan sumberdaya daerah
5.      Mengarah pada pencapaian kemandirian masyarakat, keberlanjutan program dan kegiatan serta perwujudan tatakelola pemerintahan yang baik
6.      Mengedepankan keadilan dan kesetaraan gender.

Mengacu pada arahan Presiden  Republik Indonesia pada Sidang Kabinet Paripurna 25 November 2010, maka pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi agar dilaksanakan dengan memperhatikan prinsip-prinsip dasar, sebagai berikut:
1.         Dilaksanakan dengan memperhatikan UU nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana pada tahap pasca bencana
2.         Dilaksanakan dengan memperhatikan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dan Peraturan Pemerintah nomor 24 tahun 2010 tentang Penggunaan Kawasan Hutan;
3.         Dilaksanakan dengan memperhatikan Undang Undang nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang dalam proses perencanaan tata ruang, proses pemanfaatan ruang dan proses pengendalian pemanfaatan ruang;
4.         Dilaksanakan dengan memperhatikan UU 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil dalam perencanaan, pemanfaatan, pengawasan dan pengendalian sumber daya pesisir dan pulau pulau kecil;
5.         Dilaksanakan dengan memperhatikan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah nomor 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota.



BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pasca bencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah pascabencana.
Rehabilitasi dilakukan melalui kegiatan : perbaikan lingkungan daerah bencana, perbaikan prasarana dan sarana umum, pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakat, pemulihan sosial psikologis, pelayanan kesehatan, rekonsiliasi dan resolusi konflik, pemulihan sosial ekonomi budaya, pemulihan keamanan dan ketertiban, pemulihan fungsi pemerintahan, dan pemulihan fungsi pelayanan publik.
Rekonstruksi adalah perumusan kebijakan dan usaha serta langkah-langkah nyata yang terencana baik, konsisten dan berkelanjutan untuk membangun kembali secara permanen semua prasarana, sarana dan sistem kelembagaan, baik di tingkat pemerintahan maupun masyarakat, dengan sasaran utama tumbuh berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peran dan partisipasi masyarakat sipil dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat di wilayah pasca bencana.
Lingkup pelaksanaan rekonstruksi terdiri atas program rekonstruksi fisik dan program rekonstruksi non fisik.

B.     Saran

Setelah membaca makalah ini dapat memberikan pengetahuan dan wawasan bagi pembaca  khususnya tentang pemulihan pasca bencana.

3 komentar:

Echa Fashion Collection mengatakan...

Mantap.luar biasa

Unknown mengatakan...

maaf kak mau tanya, sman pakai buku atau rujukan apa kak?

Unknown mengatakan...

mau tanya kak, pakai rujukan buku apa kak?

Posting Komentar

 

SHARE D' MOMENT Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review