1.
KONSEP
DASAR
A.
Pengertian
Dementia paralitika
dinamakan juga meningo-ensefalitis luetika atau polio ensefalitis luetika
(sifilitika)
B.
Etiologi
Penyakit ini
disebabkan oleh spiroketa Treponema pallidum yang menembus rintangan darah-otak
dengan mudah. Penerobosan rintangan ini terjadi selama spirokhetemia pada waktu
infeksi primer.
C.
Gejala
Gejala pada dementia
paralitika dibagi menjadi 3 kelompok yaitu: psikiatrik, somatik dan serologik.
1.
Gejala
psikiatrik
Lekas lelah, mudah
marah, sukar berkonsentrasi, sukar tdur dan kadang-kadang bingung. Pada stadium
lanjut penderita lekas lupa, acuh tak acuh, egoistik, merosot dalam hal etik
dan moral serta mundur dalam keahlian pekerjann.
2.
Gejala
somatik
Terjadi sakit kepala,
otot muka kelihatan kosong dan mimik berkurang, terjadi edema papil, retinitis
sifilitika atau atrofi N.optikus.
3.
Gejala
serologik
TIK meningkat sedikit.
D.
Patofisiologi
Penyakit Alzheimer mengakibatkan sedikitnya dua
per tiga kasus demensia. Penyebab spesifik penyakit Alzheimer belum diketahui,
meskipun tampaknya genetika berperan dalam hal itu. Teori-teori lain yang
pernah popular, tetapi saat ini kurang mendukung, antara lain adalah efek
toksik dari aluminium, virus yang berkembang perlahan sehingga menimbulkan
respon atau imun, atau defisiensi biokimia. Dr. Alois Alzheimer pertama kali
mendeskripsikan dua jenis struktur abnormal yang ditemukan pada otak mayat yang
menderita penyakit Alzheimer:plak amiloid dan kekusutan neurofibril trdapat
juga penurunan neurotransmitter tertentu, terutama asetilkolin. Area otak yang
terkena penyakit Alzheimer terutama adalah korteks serebri dan hipokampus,
keduanya merupakan bagian penting dalam fungsi kognitif dan memori.
Amiloid menyebabkan rusaknya jaringan otak. Plak
amiloid berasal dari protei yang lebih besar, protein precursor amiloid
(amyloid precursor protein[APP]). Keluarga-keluarga dngan awitan dini penyakit
Alzheimer yang tampak sebagaisesuatu yang diturunkan telah menjalani
penelitian, dan beberapa diantaranya mengalami mutasi pada gen APP-nya. Mutasi genAPP
lainnya yang berkaitan dengan awitan lambat AD dan penyakit serebrovaskular
juga telah diidentifikasi. Terdapat peningkatan risiko awitan lambat penyakit
Alzheimer dengan menurunnya alel apo E4 pada kromosom 19. Simpul neurofibriler
adalah sekumpulan serat-serat sel saraf yang saling berpilin,yang disebut
pasangan filamen heliks. Peran spesifik dari simpul tersebut pada penyakit ini
sedang diteliti. Asetilkolin dan neurotransmiter merupakan zat kimia yang
diperlukan untuk mengirim pesan melewati system saraf. Deficit neurotransmiter
menyebabkan pemecahan proses komunikasi yang kompleks di antara sel-sel pada
system saraf. Tau dalah protein dalam cairan srebrospinal yang jumlahnya sudah
meningkat sekalipun pada penyakit Alzheimer tahap awal. Temuan-temuan yang ada
menunjukan bahwa penyakit Alzheimer dapat bermula di tingkat selular, dengan
atau menjadi penanda molecular di sel-sel tersebut.
Demensia multi-infark adalah penyebab demensia
kedua yang paling banyak terjadi. Pasien-pasien yang menderita penyakit
serebrovaskular yang seperti namanya, berkembang menjadi infark multiple di
otak. Namun, tidak semua orang yang menderita infark serebral multiple
mengalami demensia. Dalam perbandingannya dengan penderita penyakit Alzheimer,
orang-orang dengan demensia multi infark mengalami awitan penyakit yang
tiba-tiba, lebih dari sekedar deteriorasi linear pada kognisi dan fungsi, dan
dapat menunjukan beberapa perbaikan di antara peristiwa-peristiwa
serebrovaskular.
Sebagian besar pasien dengan penyakit Parkinson
yang menderita perjalanan penyakiy yang lama dan parah akan mengalami demensia.
Pada satu studi, pasien-pasien diamati selama 15 sampai 18 tahun setelah
memasuki program pengobatan levodopa, dan 80% di antaranya menderita demensia
sedang atau [parah sebelum akhirnya meninggal dunia. (Mickey Stanley, 2006)
E.
Terapi
dan Penatalaksanaan
Beberapa kasus demensia dianggap
dapat diobati karena jaringan otak yang disfungsional dapat menahan kemampuan
untuk pemulihan jika pengobatan dilakukan tepat pada waktunya. Riwayat medis
yang lengkap, pemeriksaan fisik, dan tes laboratorium, termasuk pencitraan otak
yang tepat, harus dilakukan segera setelah diagnosis dicurigai. Jika pasien
menderita akibat suatu penyebab demensia yang dapat diobati, terapi diarahkan
untuk mengobati gangguan dasar.
Pendekatan pengobatan umum pada
pasien demensia adalah untuk memberikan perawatan medis suportif, bantuan
emosional untuk pasien dan keluarganya, dan pengobatan farmakologis untuk
gejala spesifik, termasuk gejala perilaku yang mengganggu. Pemeliharaan
kesehatan fisik pasien, lingkungan yang mendukung, dan pengobatan farmakologis
simptomatik diindikasikan dalam pengobatan sebagian besar jenis demensia.
Pengobatan simptomatik termasuk pemeliharaan diet gizi, latihan yang tepat,
terapi rekreasi dan aktivitas, perhatian terhadap masalah visual dan
audiotoris, dan pengobatan masalah medis yang menyertai, seperti infeksi
saluran kemih, ulkus dekubitus, dan disfungsi kardiopulmonal. Perhatian khusus
karena diberikan pada pengasuh atau anggota keluarga yang menghadapi frustasi,
kesedihan, dan masalah psikologis saat mereka merawat pasien selama periode
waktu yang lama.
Jika diagnosis demensia vaskular
dibuat, faktor risiko yang berperan pada penyakit kardiovaskular harus
diidentifikasi dan ditanggulangi secara terapetik. Faktor-faktor tersebut
adalah hipertensi, hiperlipidemia, obesitas, penyakit jantung, diabetes dan
ketergantungan alkohol. Pasien dengan merokok harus diminta untuk berhenti,
karena penghentian merokok disertai dengan perbaikan perfusi serebral dan
fungsi kognitif.
Obat untuk demensia
1. Cholinergic-enhancing agents
Untuk terapi demensia jenis
Alzheimer, telah banyak dilakukan penelitian. Pemberian cholinergic-enhancing
agents menunjukkan hasil yang lumayan pada beberapa penderita; namun demikian
secara keseluruhan tidak menunjukkan keberhasilan sama sekali. Hal ini
disebabkan oleh kenyataan bahwa demensia alzheimerntidak semata-mata disebabkan
oleh defisiensi kolinergik; demensia ini juga disebabkan oleh defisiensi
neurotransmitter lainnya. Sementara itu, kombinasi kolinergik dan noradrenergic
ternyata bersifat kompleks; pemberian obat kombinasi ini harus hati-hati karena
dapat terjadi interaksi yang mengganggu sistem kardiovaskular.
1. Cholinedan lecithin
Defisit asetilkolin di korteks dan
hipokampus pada demensia Alzheimer dan hipotesis tentang sebab dan hubungannya
dengan memori mendorong peneliti untuk mengarahkan perhatiannya pada
neurotransmitter. Pemberian prekursor, cholinedan lecithin merupakan salah satu
pilihan dan memberi hasil lumayan, namun demikian tidak memperlihatkan hal yang
istimewa. Dengancholine ada sedikit perbaikan terutama dalam fungsi verbal dan
visual. Denganlecith in hasilnya cenderung negatif, walaupun dengan dosis yang
berlebih sehingga kadar dalam serum mencapai 120 persen dan dalam cairan
serebrospinal naik sampai 58 persen.
1. Neuropeptide, vasopressin dan ACTH
Pemberian neuropetida, vasopressin
dan ACTH perlu memperoleh perhatian. Neuropeptida dapat memperbaiki daya ingat
semantik yang berkaitan dengan informasi dan kata-kata. Pada lansia tanpa
gangguan psiko-organik, pemberian ACTH dapat memperbaiki daya konsentrasi dan
memperbaiki keadaan umum.
1. Nootropic agents
Dari golongan nootropic substances
ada dua jenis obat yang sering digunakan dalam terapi demensia, ialahnicer
goline dan co-dergocrine mesylate. Keduanya berpengaruh terhadap katekolamin.
Co-dergocrine mesylate memperbaiki perfusi serebral dengan cara mengurangi
tahanan vaskular dan meningkatkan konsumsi oksigen otak. Obat ini memperbaiki
perilaku, aktivitas, dan mengurangi bingung, serta memperbaiki kognisi. Disisi
lain,nicergoline tampak bermanfaat untuk memperbaiki perasaan hati dan
perilaku.
1. Dihydropyridine
Pada lansia dengan perubahan
mikrovaskular dan neuronal, L-type calcium channels menunjukkan pengaruh yang
kuat. Lipophilic dihydropyridine bermanfaat untuk mengatasi kerusakan susunan
saraf pusat pada lansia. Nimodipin bermanfaat untuk mengembalikan fungsi
kognitif yang menurun pada lansia dan demensia jenis Alzheimer. Nimodipin
memelihara sel-sel endothelial/kondisi mikrovaskular tanpa dampak hipotensif;
dengan demikian sangat dianjurkan sebagai terapi alternatif untuk lansia
terutama yang mengidap hipertensi esensial
10. Pencegahan dan Perawatan
Hal yang dapat kita lakukan untuk
menurunkan resiko terjadinya demensia diantaranya adalah menjaga ketajaman daya
ingat dan senantiasa mengoptimalkan fungsi otak, seperti :
1. Mencegah masuknya zat-zat yang dapat
merusak sel-sel otak seperti alkohol dan zat adiktif yang berlebihan
2. Membaca buku yang merangsang otak
untuk berpikir hendaknya dilakukan setiap hari.
3. Melakukan kegiatan yang dapat
membuat mental kita sehat dan aktif
·
Kegiatan
rohani & memperdalam ilmu agama.
·
Tetap
berinteraksi dengan lingkungan, berkumpul dengan teman yang memiliki persamaan
minat atau hobi
Mengurangi stress dalam pekerjaan
dan berusaha untuk tetap relaks dalam kehidupan sehari-hari dapat membuat otak
kita tetap sehat.
2.
ASUHAN
KEPERAWATAN
A.
Pengkajian
Tanda dan
Gejala yang ditemukan pada saat melakukan pengkajian pada pasien dengan demensia
adalah sebagai berikut :
1. Kesukaran dalam melaksanakan
kegiatan sehari-hari
2. Pelupa
3. Sering mengulang kata-kata
4. Tidak mengenal dimensi waktu,
misalnya tidur di ruang makan
5. Cepat marah dan sulit di atur.
6. Kehilangan daya ingat
7. Kesulitan belajar dan mengingat
informasi baru
8. Kurang konsentrasi
9. Kurang kebersihan diri
10. Rentan terhadap kecelakaan: jatuh
11. Tremor
12. Kurang koordinasi gerakan.
B.
Diagnosa
1) Perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan
fisiologis (degenerasi neuron ireversibel) ditandai dengan hilang ingatan atau
memori, hilang konsentrsi, tidak mampu menginterpretasikan stimulasi dan
menilai realitas dengan akurat.
2) Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan
persepsi, transmisi atau integrasi sensori (penyakit neurologis, tidak mampu
berkomunikasi, gangguan tidur, nyeri) ditandai dengan cemas, apatis, gelisah,
halusinasi.
3) Sindrom stress relokasi berhubungan dengan perubahan dalam
aktivitas kehidupan sehari-hari ditandai dengan kebingungan, keprihatinan,
gelisah, tampak cemas, mudah tersinggung, tingkah laku defensive, kekacauan
mental, tingkah laku curiga, dan tingkah laku agresif.
4) Perubahan pola tidur berhubungan dengan perubahan pada
sensori ditandai dengan keluhan verbal tentang kesulitan tidur, terus-menerus terjaga,
tidak mampu menentukan kebutuhan/ waktu tidur.
5) Kurang perawatan diri berhubungan dengan penurunan kognitif,
frustasi atas kehilangan kemandiriannya ditandai dengan penurunan kemampuan
melakukan perawatan diri.
6) Koping individu tidak efektif berhubungan dengan pemecahan
masalah tidak adekuat ditandai dengan cepat marah, curiga, mudah tersinggung.
7) Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan
persepsi ditandai dengan disorientasi tempat, orang dan waktu.
8) Risiko terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan mudah lupa, kemunduran hobi, perubahan sensori.
9) Risiko terhadap cedera berhubungan dengan kesulitan
keseimbangan, kelemahan, otot tidak terkoordinasi, aktivitas kejang.
C.
Intervensi
No
|
Diagnosa
|
Tujuan
dan kriteria hasil
|
Intervensi
|
1.
|
Perubahan
proses pikir berhubungan dengan perubahan fisiologis (degenerasi neuron
ireversibel) ditandai dengan hilang ingatan atau memori, hilang konsentrsi,
tidak mampu menginterpretasikan stimulasi dan menilai realitas dengan akurat.
|
Setelah
diberikan tindakan keperawatan diharapkan klien mampu mengenali perubahan
dalam berpikir dengan
KH:- Mampu
memperlihatkan kemampuan kognitifuntuk menjalani konsekuensi kejadian yang
menegangkan terhadap emosi dan pikiran tentang diri
-
Mampu mengembangkan strategi untuk mengatasi anggapan diri yang negative
-
Mampu mengenali perubahan dalam berpikir atau tingkah laku dan factor
penyebab
-
Mampu memperlihatkan penurunan tingkah laku yang tidak diinginkan, ancaman,
dan kebingungan
|
|
2.
|
Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan
persepsi, transmisi atau integrasi sensori (penyakit neurologis, tidak mampu
berkomunikasi, gangguan tidur, nyeri) ditandai dengan cemas, apatis, gelisah,
halusinasi.
|
Setelah
diberikan tindakan keperawatan diharapkan perubahan persepsi sensori klien
dapat berkurang atau terkontrol dengan
KH:- Mengalami
penurunan halusinasi
- Mengembangkan strategi
psikososial untuk mengurangi stress atau mengatur prilaku.
- Mendemonstrasikan respon yang
sesuai stimulasi
- Perawat mampu
mengidentifikasi factor eksternal yang berperan terhadap perubahan kemampuan
persepsi sensori
|
|
3.
|
Sindrom
stress relokasi berhubungan dengan perubahan dalam aktivitas kehidupan
sehari-hari ditandai dengan kebingungan, keprihatinan, gelisah, tampak cemas,
mudah tersinggung, tingkah laku defensive, kekacauan mental, tingkah laku
curiga, dan tingkah laku agresif.
|
Setelah
diberikan tindakan keperawatan diharapkan klien dapat beradaptasi dengan
perubahan aktivitas sehari- hari dan lingkungan dengan KH
:- Mengidentifikasi
perubahan
- Mampu beradaptasi pada perubahan
lingkungan dan aktivitas kehidupan sehari- hari
- Mempertahankan rasa berharga
pada diri dan identitas pribadi yang positif
- Membuat pernyataan positif
tentang lingkungan yang baru
- Memperlihatkan penerimaan
terhadap perubahan lingkungan dan penyesuaian kehidupan
- Mampu menunjukan tentang
perasaan yang sesuai/tidak cemas dan rasa takut berkurang
- Tidak menyimpan pengalaman
menyakitkan
- Menggunakan bantuan dari
sumber yang tepat selama waktu pengaturan pada lingkungan baru
|
|
4.
|
Perubahan
pola tidur berhubungan dengan perubahan lingkungan ditandai dengan
keluhan verbal tentang kesulitan tidur, terus-menerus terjaga, tidak mampu menentukan
kebutuhan/ waktu tidur.
|
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tidak terjadi gangguan pola tidur
pada klien dengan KH :-
Memahami factor penyebab gangguan pola tidur
-
Mampu menentukan penyebab tidur inadekuat
-
Mampu memahami rencana khusus untuk menangani/mengoreksi penyebab tidur tidak
adekuat
-
Mampu menciptakan pola tidur yang adekuat dengan penurunan terhadap pikiran
yang melayang-layang (melamun)
-
Tampak atau melaporkan dapat beristirahat yang cukup
|
|
5.
|
Kurang
perawatan diri berhubungan dengan intoleransi aktivitas, menurunnya daya
tahan dan kekuatan ditandai dengan penurunan kemampuan melakukan aktivitas
sehari-hari.
|
Setelah
diberikan tindakan keperawatan diharapkan klien dapat merawat dirinya sesuai
dengan kemampuannya dengan KH :- Mampu melakukan aktivitas perawatan
diri sesuai dengan tingkat kemampuan.
- Mampu mengidentifikasi dan
menggunakan sumber pribadi/ komunitas yang dapat memberikan bantuan.
|
4. Beri banyak waktu untuk melakukan
tugas.
|
6.
|
Koping
individu tidak efektif berhubungan dengan pemecahan masalah tidak adekuat
ditandai dengan cepat marah, curiga, mudah tersinggung.
|
Setelah
diberikan asuhan keperawatan diharapkan koping individu menjadi efektif
dengan kriteria hasil :- Mampu menyatakan
atau mengkomunikasikan dengan orang terdekat tentang situasi dan perubahan
yang sedang terjadi
-
Mampu menyatakan penerimaan diri terhadap situasi
-
Mengakui dan menggabungkan perubahan ke dalam konsep diri dengan cara yang
akurat tanpa haraga diri yang negatif
|
Kolaborasi
|
7.
|
Hambatan
komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan persepsi ditandai dengan disorientasi
tempat, orang dan waktu.
|
Setelah
diberikan asuhan keperawatan, diharapkan klien tidak mengalami hambatan
komunikasi verbal dengan kriteria hasil :- Membuat
teknik/metode komunikasi yang dapat dimengerti sesuai kebutuhan dan
meningkatkan kemampuan berkomunikasi
|
|
8.
|
Risiko
terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
mudah lupa, kemunduran hobi, perubahn sensori.
|
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien mendapat nutrisi yang
seimbang dengan KH:- Mengubah pola
asupan yang benar.
-
Mendapat diet nutrisi yang seimbang.
-
Mempertahankan/ mendapat kembali berat badan yang sesuai.
-
Ikut serta dalam aktifitas yang mempermudah koping adaptif.
|
Kolaborasi :
|
9.
|
Risiko
terhadap cedera berhubungan dengan kesulitan keseimbangan, kelemahan, otot
tidak terkoordinasi, aktivitas kejang.
|
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan diharapkan Risiko cedera tidak terjadi dengan
KH :- Meningkatkan
tingkat aktivitas
-
Dapat beradaptasi dengan lingkungan untuk mengurangi risiko trauma/cedera
-
Tidak mengalami trauma/cedera
-
Keluarga mengenali potensial di lingkungan dan mengidentifikasi tahap-tahap
untuk memperbaikinya
|
|
D.
Evaluasi
1) Mampu memperlihatkan kemampuan
kognitif untuk menjalani konsekuensi.
2) Perubahan persepsi sensori tidak
terjadi atau terkontrol.
3) Mampu beradaptasi pada perubahan
lingkungan dan aktivitas.
4) Perubahan pola tidur tidak terjadi
atau terkontrol.
5) Perawatan diri dapat terpenuhi.
6) Klien menyatakan penerimaan diri
terhadap situasi
7) Teknik/metode klien komunikasi
yang dapat dimengerti sesuai kebutuhan dan meningkatkan kemampuan berkomunikasi
8) Nutrisi klien seimbang
9) Risiko cedera tidak terjadi.
DAFTAR PUSTAKA
Lumbantobing. 2006. Kecerdasan Pada Usia Lanjut dan Demensia. Jakarta: FKUI
Maramis, W.F. 1995. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga University Press.
Nugroho,Wahjudi.1999. Keperawatan Gerontik.Edisi2.Buku Kedokteran. Jakarta: EGC
Stanley,Mickey. 2006. Buku Ajar Keperawatan Gerontik.Edisi2. Jakarta: EGC
1 komentar:
mbak bisaka saya bergabung, mantap materinya
Posting Komentar