BAB II
PEMBAHASAN
1. DIARE
Menurut WHO (1980),
diare adalah buang air besar encer lebih dari 3 x sehari. Menurut Haroen N, S.
Suraatmaja, dan P.O Asdil (1998), diare adalah defekasi encer lebih dari 3 kali
sehari dengan atau tanpa darah atau lendir dalam tinja. Menurut C.L Betz, dan
L.A Sowden (1996) diare merupakan suatu keadaan terjadinya inflamasi mukosa
lambung atau usus. Menurut Suradi, dan Rita (2001), diare diartikan sebagai
suatu keadaan dimana terjadinya kehilangan cairan dan elektrolit secara
berlebihan yang terjadi karena frekuensi buang air besar satu kali atau lebih
dengan bentuk encer atau cair.
Enteritis adalah infeksi
yang disebabkan virus maupun bakteri pada traktus intestinal (misalnya kholera,
disentri amuba). Diare psikogenik adalah diare yang menyertai masa ketegangan
saraf / stress.
2. FISIOLOGI USUS BESAR
Kolon atau usus besar
terdiri dari kolon asenden, transversum, desenden dan sigmoid yang bermuara di
rektum dan anus. Arteri yang memperdarahi usus besar meliputi eteri mesenterika
superior (untuk kolon bagian kanan), arteri mesenterika inferior (untuk kolon
bagian kiri), serta arteri hemoroidales. Sistem saraf yang mempengaruhi kerja
usus besar adalah sisten saraf otonom kecuali spingter eksterna oleh sistem
saraf volunter.
Fungsi usus besar yang
paling penting adalah absorpsi air dan elektrolit yang sebagian besar
berlangsung di usus besar bagian kanan, fungsi sigmoid sebagai reservoir untuk
dehidrasi massa feses sampai defekasi berlangsung. Sekresi kolon merupakan
mukus dan HCO3, mukus bekerja sebagai pelumas dan melindungi mukosa kolon
sedangkan HCO3 berperan dalam kestabilan jumlah bakteri dalam kolon dan menjaga
tingkat keasaman dalam kolon, pada
peradangan usus, peningkatan sekresi mukus yang banyak sekali mungkin bertanggung
jawab akan kehilang protein dalam feses, juga menyebabkan kehilangan HCO3 yang
bertanggung jawab terhadap sebagian gangguan keseimbangan asam basa.
Bakteri dalam kolon
melakukan banyak fungsi yaitu mensintesis vitamin K dan beberapa vitamin B,
serta melakukan pembusukan sisa makanan yang tidak bisa diabsorpsi usus halus.
Selama proses pembusukan dihasilkan berbagai peptida, indol, skatol, fenol dan
asam lemak serta beberapa gas (amonia, H2, H2S, dan CH4). Sebagian zat-zat ini
dibuang bersama feses dan yang lainnya diabsorpsi dan ditransfor ke hati untuk
diubah menjadi senyawa yang kurang toksik dan diekskresi melalui urin.
3. ETIOLOGI
§
Bakteri :
Escherichia coli, Salmonella typhi, Salmonella para typhi A/B/C, Shigella
dysentriae, Shigella flexneri, Vivrio cholera, Vibrio eltor, Vibrio parahemolyticus,
Clostridium perfrigens, Campilobacter (Helicobacter) jejuni, Staphylococcus sp,
Streptococcus sp, Yersinia intestinalis, Coccidiosis.
§
Parasit : Protozoa (Entamoeba
hystolitica, Giardia lamblia, Trichomonas hominis, Isospora sp) dan Cacing ( A.
lumbricodes, A. duodenale, N. americanus, T. trichiura, O. velmicularis, S.
stercoralis, T. saginata dan T. solium)
§
Virus : Rotavirus,
Adenovirus dan Norwalk.
§
Faktor malbabsorpsi : karbohidrat,
lemak, protein
§
Faktor makanan : makanan basi, beracun,
terlampau banyak lemak, sayuran yang dimasak kurang matang, kebiasaan cuci
tangan
§ Faktor
psikologis : rasa takut, cemas.
4.
PATOFISIOLOGI
Sebanyak
kira-kira 9-10 liter cairan memasuki saluran cerna setiap hari yang berasal
dari luar (asupan diet) dan dari dalam tubuh sendiri (sekresi cairan lambung,
empedu dan sebagainya). Sebagian besar jumlah tersebut diresorbsi di usus halus
dan sisanya sebanyak 1500 ml memasuki usus besar. Sejumlah 90% dari cairan usus
besar akan diresorbsi sehingga tersisa sejumlah 150-250 ml cairan ikut
membentuk tinja.
Faktor-faktor
fisiologis yang menyebabkan diare sangat erat hubungannya satu sama lain.
Misalnya, cairan dalam lumen usus yang meningkat akan menyebabkan terangsangnya
usus secara mekanis karena meningkatnya volume sehingga motilitas usus
meningkat. Sebaliknya bila waktu henti makanan di usus terlalu cepat akan
menyebabkan gangguan waktu penyentuhan makanan dengan mukosa usus sehingga
penyerapan elektrolit, air dan zat-zat lain terganggu.
5.
PATOGENESIS
Dua
hal umum yang patut diperhatikan pada keadaan diare akut karena infeksi adalah
faktor kausal (agent) dan faktor penjamu (host). Faktor penjamu adalah
kemampuan tubuh untuk mempertahankan diri terhadap organisme yang dapat
menimbulkan diare akut yang terdiri atas faktor-faktor daya tahan tubuh atau
lingkungan intern traktus intestinalis seperti keasaman lambung, motilitas usus
dan juga mencakup flora normal usus.
Penurunan
keasaman lambung pada infeksi shigella telah terbukti dapat menyebabkan
serangan infeksi yang lebih berat dan menyebabkan kepekaan lebih tinggi
terhadap infeksi V.cholera. Hipomotilitas usus pada infeksi usus memperlama
waktu diare dan gejala penyakit serta mengurangi kecepatan eliminasi agen
sumber penyakit. Peran imunitas tubuh dibuktikan dengan didapatkannya frekuensi
Giardiasis yang lebih tinggi pada mereka yang kekurangan Ig-A. Percobaan lain
membuktikan bahwa bila lumen usus dirangsang suatu toksoid berulangkali akan
terjadi sekresi antibodi. Percobaan pada binatang menunjukkan berkurangnya
perkembangan S. typhi murium pada mikroflora usus yang normal.
Faktor
kausal yang mempengaruhi patogenitas antara lain daya penetrasi yang dapat
merusak sel mukosa, kemampuan memproduksi toksin yang mempengaruhi sekresi
cairan usus halus serta daya lekat kuman pada lumen usus. Kuman dapat membentuk
koloni-koloni yang dapat menginduksi diare.
Berdasarkan
kemampuan invasi kuman menembus mukosa usus, bakteri dibedakan atas:
-
Bakteri non-invasif (enterotoksigenik)
Misalnya V. cholera/eltor, Enterotoxigenic E Coli
(ETEC) dan C. perfringens tidak merusak mukosa, mengeluarkan toksin yang
terikat pada mukosa usus halus 15-30 menit sesudah diproduksi yang mengaktivasi
sekresi anion klorida dari sel ke dalam lumen usus yang diikuti air, ion
bokarbonat, natrium dan kalium sehingga tubuh akan kekurangan cairan dan
elektrolit yang keluar bersama tinja.
-
Bakteri enterovasif
Misalnya Enteroinvasive E. Coli (EIEC), Salmonella,
Shigella, Yersinia, dan C. perfringens type CV. cholera/eltor, Enterotoxigenic
E Coli dan C. perfringens. Dalam hal ini, diare terjadi akibat nekrosis dan
ulserasi dinding usus. Sifat diarenya sekretorik eksudatif., dapat tercampur
lendir dan darah. Walaupun demikian, infeksi oleh kuman-kuman ini dapat juga
bermanifestasi sebagai suatu diare koleriformis.
6.
MANIFESTASI
KLINIS
Diare
akut karena infeksi dapat disertai muntah-muntah, demam, tenesmus,
hematoschezia, nyeri perut dan atau kejang perut. Akibat paling fatal dari
diare yang berlangsung lama tanpa rehidrasi yang adekuat adalah kematian akibat
dehidrasi yang menimbulkan renjatan hipovolemik atau gangguan biokimiawi berupa
asidosis metabolik yang berlanjut. Seseorang yang kekurangan cairan akan merasa
haus, berat badan berkurang, mata cekung, lidah kering, tulang pipi tampak
lebih menonjol, turgor kulit menurun serta suara menjadi serak. Keluhan dan
gejala ini disebabkan oleh deplesi air yang isotonik.
Karena
kehilangan bikarbonat (HCO3) maka perbandingannya dengan asam karbonat
berkurang mengakibatkan penurunan pH darah yang merangsang pusat pernapasan
sehingga frekuensi pernapasan meningkat dan lebih dalam (pernapasan Kussmaul).
Gangguan
kardiovaskuler pada tahap hipovolemik yang berat dapat berupa renjatan dengan
tanda-tanda denyut nadi cepat (> 120 x/menit), tekanan darah menurun sampai
tidak terukur. Pasien mulai gelisah, muka pucat, akral dingin dan kadang-kadang
sianosis. Karena kekurangan kalium pada diare akut juga dapat timbul aritmia
jantung.
Penurunan
tekanan darah akan menyebabkan perfusi ginjal menurun sampai timbul
oliguria/anuria. Bila keadaan ini tidak segera diatasi akan timbul penyulit
nekrosis tubulus ginjal akut yang berarti suatu keadaan gagal ginjal akut.
7.
PRINSIP
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan
diare akut karena infeksi pada orang dewasa terdiri atas:
a. Rehidrasi
sebagai prioritas utama terapi.
b. Tata
kerja terarah untuk mengidentifkasi penyebab infeksi.
c. Memberikan
terapi simtomatik
d. Memberikan
terapi definitif.
I.
Rehidrasi
sebagai prioritas utama terapi.
Ada 4 hal yang penting yang diperhatikan agar dapat
memberikan rehidrasi yang cepat dan akurat, yaitu:
1) Jenis
cairan yang hendak digunakan.
Pada saat ini cairan
Ringer Laktat merupakan cairan pilihan karena tersedia cukup banyak di pasaran
meskipun jumlah kaliumnya rendah bila dibandingkan dengan kadar kalium tinja.
Bila RL tidak tersedia dapat diberikann NaCl isotonik (0,9%) yang sebaiknya
ditambahkan dengan 1 ampul Nabik 7,5% 50 ml pada setiap satu liter NaCl
isotonik. Pada keadaan diare akut awal yang ringan dapat diberikan cairan
oralit untuk mencegah dehidrasi dengan segala akibatnya.
2) Jumlah
cairan yang hendak diberikan.
Pada prinsipnya jumlah
cairan pengganti yang hendak diberikan harus sesuai dengan jumlah cairan yang
keluar dari badan. Jumlah kehilangan cairan dari badan dapat dihitung dengan
cara/rumus:
-
Mengukur
BJ Plasma
Kebutuhan cairan dihitung dengan rumus:
BJ Plasma – 1,025
———————- x BB x 4 ml
0,001
-
Metode
Pierce
Berdasarkan keadaan klinis, yakni:
* diare ringan, kebutuhan cairan = 5% x kg BB
* diare sedang, kebutuhan cairan = 8% x kg BB
* diare ringan, kebutuhan cairan = 10% x kg BB
-
Metode
Daldiyono
Berdasarkan skoring keadaan klinis sebagai berikut:
* Rasa haus/muntah =
1
* BP sistolik 60-90 mmHg = 1
* BP sistolik <60 mmHg = 2
* Frekuensi nadi >120 x/mnt = 1
* Kesadaran apatis =
1
* Kesadaran somnolen, sopor atau koma = 2
* Frekuensi napas >30 x/mnt = 1
* Facies cholerica =
2
* Vox cholerica =
2
* Turgor kulit menurun = 1
* Washer women’s hand = 1
* Ekstremitas dingin =
1
* Sianosis =
2
* Usia 50-60 tahun =
1
* Usia >60 tahun =
2
Kebutuhan cairan =
Skor
——– x 10% x kgBB x 1 ltr
15
3) Jalan
masuk atau cara pemberian cairan
Rute pemberian cairan
pada orang dewasa meliputi oral dan intravena. Larutan orali dengan komposisi
berkisar 29 g glukosa, 3,5 g NaCl, 2,5 g NaBik dan 1,5 g KCl stiap liternya
diberikan per oral pada diare ringan sebagai upaya pertama dan juga setelah
rehidrasi inisial untuk mempertahankan hidrasi.
4) Jadual
pemberian cairan
Jadual rehidrasi
inisial yang dihitung berdasarkan BJ plasma atau sistem skor diberikan dalam
waktu 2 jam dengan tujuan untuk mencapai rehidrasi optimal secepat mungkin.
Jadual pemberian cairan tahap kedua yakni untuk jam ke-3 didasarkan pada
kehilangan cairan selama 2 jam fase inisial sebelumnya. Dengan demikian,
rehidrasi diharapkan lengkap pada akhir jam ke-3.
II.
Tata
kerja terarah untuk mengidentifkasi penyebab infeksi.
Untuk
mengetahui penyebab infeksi biasanya dihubungkan dengan dengan keadaan klinis
diare tetapi penyebab pasti dapat diketahui melalui pemeriksaan biakan tinja
disertai dengan pemeriksaan urine lengkap dan tinja lengkap.
Gangguan
keseimbangan cairan, elektrolit dan asam basa diperjelas melalui pemeriksaan
darah lengkap, analisa gas darah, elektrolit, ureum, kreatinin dan BJ plasma.
Bila
ada demam tinggi dan dicurigai adanya infeksi sistemik pemeriksaan biakan
empedu, Widal, preparat malaria serta serologi Helicobacter jejuni sangat
dianjurkan. Pemeriksaan khusus seperti serologi amuba, jamur dan Rotavirus
biasanya menyusul setelah melihat hasil pemeriksaan penyaring.
Secara klinis diare
karena infeksi akut digolongkan sebagai berikut:
a.
Koleriform, diare dengan tinja terutama
terdiri atas cairan saja.
b.
Disentriform, diare dengan tinja
bercampur lendir kental dan kadang-kadang darah.
Pemeriksaan
penunjang yang telah disinggung di atas dapat diarahkan sesuai manifestasi klinis
diare.
III.
Memberikan
terapi simtomatik
Terapi simtomatik harus benar-benar
dipertimbangkan kerugian dan keuntungannya. Antimotilitas usus seperti
Loperamid akan memperburuk diare yang diakibatkan oleh bakteri entero-invasif
karena memperpanjang waktu kontak bakteri dengan epitel usus yang seyogyanya
cepat dieliminasi.
IV.
Memberikan
terapi definitif.
Terapi
kausal dapat diberikan pada infeksi:
1) Kolera-eltor: Tetrasiklin atau Kotrimoksasol
atau Kloramfenikol.
2) V. parahaemolyticus,
3) E. coli, tidak memerluka terapi spesifik
4) C. perfringens, spesifik
5) A. aureus : Kloramfenikol
6)
Salmonellosis: Ampisilin atau Kotrimoksasol atau golongan Quinolon seperti
Siprofloksasin
7) Shigellosis: Ampisilin atau Kloramfenikol
8) Helicobacter: Eritromisin
9) Amebiasis: Metronidazol atau Trinidazol
atau Secnidazol
10) Giardiasis:
Quinacrine atau Chloroquineitiform atau Metronidazol
11) Balantidiasis: Tetrasiklin
12) Candidiasis: Mycostatin
13) Virus:
simtomatik dan suportif
8.
KONSEP
KEPERAWATAN
a.
Pengkajian
Berdasarkan klasifikasi Doenges dkk. (2000) riwayat
keperawatan yang perlu dikaji adalah :
a. Aktivitas/istirahat:
Gejala:
1. Kelelelahan,
kelemahan atau malaise umum
2. Insomnia,
tidak tidur semalaman karena diare
3. Gelisah
dan ansietas
b. Sirkulasi:
Tanda:
1. Takikardia
(reapon terhadap dehidrasi, demam, proses inflamasi dan nyeri)
2. Hipotensi
3. Kulit/membran
mukosa : turgor jelek, kering, lidah pecah-pecah
c. Integritas
ego:
Gejala:
Ansietas, ketakutan,, emosi kesal, perasaan tak
berdaya
Tanda:
Respon menolak, perhatian menyempit, depresi
d. Eliminasi:
Gejala:
1. Tekstur
feses cair, berlendir, disertai darah, bau anyir/busuk.
2. Tenesmus,
nyeri/kram abdomen
Tanda:
1. Bising
usus menurun atau meningkat
2. Oliguria/anuria
e. Makanan
dan cairan:
Gejala:
1. Haus
2. Anoreksia
3. Mual/muntah
4. Penurunan
berat badan
5. Intoleransi
diet/sensitif terhadap buah segar, sayur, produk susu, makanan berlemak
Tanda:
1. Penurunan
lemak sub kutan/massa otot
2. Kelemahan
tonus otot, turgor kulit buruk
3. Membran
mukosa pucat, luka, inflamasi rongga mulut
f. Hygiene:
Tanda:
1. Ketidakmampuan
mempertahankan perawatan diri
2. Badan
berbau
g. Nyeri
dan Kenyamanan:
Gejala:
Nyeri/nyeri tekan kuadran kanan bawah, mungkin
hilang dengan defekasi
Tanda:
Nyeri tekan abdomen, distensi.
h. Keamanan:
Tanda:
1. Peningkatan
suhu pada infeksi akut,
2. Penurunan
tingkat kesadaran, gelisah
3. Lesi
kulit sekitar anus
i.
Seksualitas
Gejala:
Kemampuan menurun, libido menurun
j.
Interaksi sosial
Gejala:
Penurunan aktivitas sosial
k. Penyuluhan/pembelajaran:
Gejala:
1. Riwayat
anggota keluarga dengan diare
2. Proses
penularan infeksi fekal-oral
3. Personal
higyene
4. Rehidrasi
b.
Diagnosa
Keperawatan
1. Kekurangan
volume cairan b/d kehilangan berlebihan melalui feses dan muntah serta intake
terbatas (mual).
2. Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan absorbsi nutrien dan
peningkatan peristaltik usus.
3. Nyeri
(akut) b/d hiperperistaltik, iritasi fisura perirektal.
4. Kecemasan
b/d perubahan status kesehatan, perubahan status sosio-ekonomis, perubahan
fungsi peran dan pola interaksi.
5. Kurang
pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan terapi b/d pemaparan
informasi terbatas, salah interpretasi informasi dan atau keterbatasan
kognitif.
c.
Intervensi
Keperawatan
Dx.1 : Kekurangan volume cairan b/d kehilangan
berlebihan melalui feses dan muntah serta intake terbatas (mual)
Intervensi dan Rasional:
1. Berikan
cairan parenteral sesuai dengan program rehidrasi
Rasional : Sebagai upaya rehidrasi untuk mengganti
cairan yang keluar bersama feses.
2. Pantau
intake dan output.
Rasional : Memberikan informasi status keseimbangan
cairan untuk menetapkan kebutuhan cairan pengganti.
3. Kaji
tanda vital, tanda/gejala dehidrasi dan hasil pemeriksaan laboratorium
Rasional : Menilai status hidrasi, elektrolit dan
keseimbangan asam basa.
4. Kolaborasi
pelaksanaan terapi definitif.
Rasional : Pemberian obat-obatan secara kausal
penting setelah penyebab diare diketahui.
Dx.2 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
b/d gangguan absorbsi nutrien dan peningkatan peristaltik usus.
Intervensi dan Rasional:
1. Pertahankan
tirah baring dan pembatasan aktivitas selama fase akut.
Rasional : Menurunkan kebutuhan metabolik.
2. Pertahankan
status NPO (puasa) selama fase akut/ketetapan medis dan segera mulai pemberian
makanan per oral setelah kondisi klien mengizinkan
Rasional : Pembatasan diet per oral mungkin
ditetapkan selama fase akut untuk menurunkan peristaltik sehingga terjadi
kekurangan nutrisi. Pemberian makanan sesegera mungkin penting setelah keadaan
klinis klien memungkinkan.
3. Kolaborasi
pemberian roborantia seperti vitamin B 12 dan asam folat.
Rasional : Diare menyebabkan gangguan fungsi ileus
yang berakibat terjadinya malabsorbsi vitamin B 12; penggantian diperlukan
untuk mengatasi depresi sum sum tulang, meningkatkan produksi SDM. Defisiensi
asam folat dapat terjadi bila diare berlanjut akibat malabsorbsi.
4. Kolaborasi
pemberian nutrisi parenteral sesuai indikasi.
Rasional : Mengistirahatkan kerja gastrointestinal
dan mengatasi/mencegah kekurangan nutrisi lebih lanjut.
Dx.3 : Nyeri (akut) b/d hiperperistaltik, iritasi
fisura perirektal.
Intervensi dan Rasional:
1. Atur
posisi yang nyaman bagi klien, misalnya dengan lutut fleksi.
Rasional : Menurunkan tegangan abdomen.
2. Lakukan
aktivitas pengalihan untuk memberikan rasa nyaman seperti masase punggung dan
kompres hangat abdomen
Rasional
: Meningkatkan relaksasi, mengalihkan fokus perhatian kliendan meningkatkan
kemampuan koping.
3. Bersihkan
area anorektal dengan sabun ringan dan airsetelah defekasi dan berikan
perawatan kulit
Rasional : Melindungi kulit dari keasaman feses,
mencegah iritasi.
4. Kolaborasi
pemberian obat analgetika dan atau antikolinergik sesuai indikasi
Rasional : Analgetik sebagai agen anti nyeri dan
antikolinergik untuk menurunkan spasme traktus GI dapat diberikan sesuai
indikasi klinis.
5. Kaji
keluhan nyeri (skala 1-10), perubahan karakteristik nyeri, petunjuk verbal dan
non verbal
Rasional : Mengevaluasi perkembangan nyeri untuk
menetapkan intervensi selanjutnya.
Dx.4 : Kecemasan b/d perubahan status kesehatan,
perubahan status sosio-ekonomis, perubahan fungsi peran dan pola interaksi.
Intervensi dan Rasional:
1. Dorong
klien untuk membicarakan kecemasan dan berikan umpan balik tentang mekanisme
koping yang tepat.
Rasional : Membantu mengidentifikasi penyebab
kecemasan dan alternatif pemecahan masalah.
2. Tekankan
bahwa kecemasan adalah masalah yang umum terjadi pada orang lain yang mengalami
masalah yang sama dengan klien.
Rasional : Membantu menurunkan stres dengan
mengetahui bahwa klien bukan satu-satunya orang yang mengalami masalah yang
demikian.
3. Ciptakan
lingkungan yang tenang, tunjukkan sikap ramah tamah dan tulus dalam membantu
klien.
Rasional : Mengurangi rangsang eksternal yang dapat
memicu peningkatan kecamasan.
4. Kolaborasi
pemberian obat sedatif bila diperlukan.
Rasional : Dapat digunakan sebagai anti ansitas dan
meningkatkan relaksasi.
5. Kaji
perubahan tingkat kecemasan (misalnya dengan indeks HARS)
Rasional : Mengevaluasi perkembangan kecemasan untuk
menetapkan intervensi selanjutnya.
Dx.5 :Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis
dan kebutuhan terapi b/d pemaparan informasi terbatas, salah interpretasi
informasi dan atau keterbatasan kognitif.
Intervensi dan Rasional:
1. Kaji
kesiapan klien mengikuti pembelajaran, termasuk pengetahuan klien tentang
penyakit dan perawatannya.
Rasional : Efektivitas pembelajaran dipengaruhi oleh
kesiapan fisik dan mental serta latar belakang pengetahuan sebelumnya.
2. Jelaskan
tentang proses penyakit, penyebab dan akibatnya terhadap gangguan aktivitas
sehari-hari.
Rasional : Pemahaman tentang masalah ini penting
untuk meningkatkan partisipasi klien dan keluarga dalam proses perawatan klien.
3. Jelaskan
tentang tujuan pemberian obat, dosis, frekuensi dan cara pemberian serta efek
samping yang mungkin timbul.
Rasional : Meningkatkan pemahaman dan partisipasi
klien dalam pengobatan.
4. Jelaskan
dan tunjukkan cara perawatan perineal setelah defekasi.
Rasional : Meningkatkan kemandirian dan kontrol
klien terhadap kebutuhan perawatan diri.
DAFTAR PUSTAKA
Betz Cecily L, Sowden Linda
A. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatik,
Jakarta : EGC
Dongoes, E. Marilyn. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3.
Jakarta : EGC.
Hasan, R. 1997. Ilmu Kesehatan Anak, Jilid I. Balai
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta
Mansjoer, A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3 Jilid
2. Jakarta: Aesculapius.
Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC.
Tucker, Susan Martin, dkk.
1998. Standar Perawatan Pasien : Proses
Keperawatan, Diagnosis, dan Evaluasi. (ed. 5). Alih Bahasa Yasmin Asih,dkk.
Jakarta : EGC.
1 komentar:
Menangkan Jutaan Rupiah dan Dapatkan Jackpot Hingga Puluhan Juta Dengan Bermain di www(.)SmsQQ(.)com
Kelebihan dari Agen Judi Online SmsQQ :
-Situs Aman dan Terpercaya.
- Minimal Deposit Hanya Rp.10.000
- Proses Setor Dana & Tarik Dana Akan Diproses Dengan Cepat (Jika Tidak Ada Gangguan).
- Bonus Turnover 0.3%-0.5% (Disetiap Harinya)
- Bonus Refferal 20% (Seumur Hidup)
-Pelayanan Ramah dan Sopan.Customer Service Online 24 Jam.
- 4 Bank Lokal Tersedia : BCA-MANDIRI-BNI-BRI
8 Permainan Dalam 1 ID :
Poker - BandarQ - DominoQQ - Capsa Susun - AduQ - Sakong - Bandar Poker - Bandar66
Info Lebih Lanjut Hubungi Kami di :
BBM: 2AD05265
WA: +855968010699
Skype: smsqqcom@gmail.com
Posting Komentar