LAPORAN PENDAHULUAN
HALUSINASI PENDENGARAN
I.
Kasus (masalah utama)
Perubahan sensori-perseptual : Halusinasi Pendengaran
II.
Proses Terjadinya Masalah
2.1. Definisi
·
Halusinasi adalah terganggunya persepsi sensori seseorang,
dimana tidak terdapat stimulus. (Varcarolis, 2006)
·
Halusinasi pendengaran adalah individu mendengar suara yang
menertawakan, mengejek atau mengancam padahal sebenarnya tidak ada suara
disekitarnya, suara-suara tersebut dapat berupa manusia, hewan, mesin, barang,
kejadian alamiah dan mistik.
2.2. Etiologi
a. Faktor Predisposisi
·
Faktor Genetic
Telah
diketahui bahwa secara genetic halusinasi diturunkan melalui kromosom tertentu.
Namun demikian, kromosom yang keberapa yang menjadi faktor penentu gangguan
ini, sampai sekarang masih dalam tahap penelitian.
·
Faktor Neurobiology
Pada
halusinasi ditemukan adanya korteks prefrontal dan korteks limbaks yang tidak
berkembang penuh serta menjadi penurunan volume dan fungsi otak yang abnormal.
·
Study Neurotransmitter
Halusinasi
diduga juga disebabkan oleh adanya ketidakseimbangan neurotransmiter, dopamin
berlebihan, tidak seimbang dengan kadar serotonin.
·
Teori Virus
Paparan virus
influenza pada trimester ketiga kehamilan dapat menjadi faktor predisposisi
halusinasi.
·
Psikologi
Kondisi psikologi
menjadi faktor predisposisi antara lain yang diperlukan oleh ibu yang over
protektif, dingin dan tidak berperasaan, sementara ayah yang mengambil jarak
dengan anaknya.
b. Faktor Presipitasi
·
Berlebihan proses informasi pada sistem syaraf yang menerima
dan memproses informasi di talamus dan frontal otak.
·
Mekanisme penghantaran listrik disyaraf terganggu.
·
Gejala pemicu seperti kondisi kesehatan, lingkunga, sikap dan
perilaku seperti pada tanda dan gejala.
c. Mekanisme Koping
Regresi, menjadi masalah
beraktifitas sehari-hari.
2.3. Tanda dan Gejala
a) Cenderung menarik diri,
sering didapatkan individu duduk terpaku dengan pandangan mata pada satu orang.
b) Cenderung mempunyai rasa
takut, gelisah dan kadang menangis.
c) Kadang tersenyum dan
bicara sendiri.
d) Tiba-tiba marah dan
menyerang orang lain.
e) Melakukan kegiatan karena
ada sesuatu yang menakutkan.
f) Menurut individu, individu
mengatakan ia merasa takut melihat temanya yang sudah meninggal, mengancam akan
membunuh.
Halusinasi berkembang melalui 4
tahap, yaitu:
1. Fase pertama atau
Camforting (Ansietas Sedang)
a) Klien mengalami stress,
cemas, perasaan perpisahan, kesepian yang memuncak yang tidak dapat
diselesaikan.
b) Klien mulai melamun dan
memikirkan tentang hal-hal yang menyenangkan, cara ini hanya akan menolong sementara waktu, klien
masih dapat mengontrol kesadaran dan dapat mengontrol pikiranya, namun
intensitas presepsi meningkat.
2. Fase kedua atau Condemning
(Ansietas Berat)
a) Kecemasan meningkat yang
berhubungan dengan pengalaman interpersonal dan eksternal, pelamun, berfikir
sendiri jadi pedoman.
b) Mulai diserahkan oleh
bisikan yang tidak jelas.
c) Klien tidak ingin orang
lain tahu dan ia tetap dapat mengontrol.
3. Fase ketiga atau Controling (Ansietas Berat)
a) Bisikan suara : isi
halusinasi makin menonjol, menguasai dan
mengontrol klien.
b) Klien menjadi terbiasa dan
menjadi tidak percaya dengan halusinasinya.
4. Fase keempat atau
Conguering (Panik)
a) Halusinasi berubah menjadi
mengancam, memerintah dan memarah
b) Klien menjadi takut, tidak
berdaya hilang kontrol dan tidak dapat berhubungan secara nyata dengan orang lain di lingkungan.
2.4. Rentang Respons
Rentang
Respons Halusinasi atau Neurobiologic
Respon Adaptif Respon
Maladaptif
Pikiran logis Distribusi
pikiran
Gangguan Pikiran
Persepsi Akurat
Ilusi
Halusinasi
Emosi Konsisten
Reaksi Emosi Kerusakan Poros
Dengan Pengalaman
Berlebihan atau Kurang
Emosi
Perilaku Sesuai
Perilaku Tidak Sesuai
Perilaku Diorganisasi
Hubungan Sosial Menarik diri
Respon Klien:
o Apa yang dilakukan klien
saat pengalaman halusinasi
o Apakah masih bisa
mengontrol stimulus halusinasi atau tidak berdaya lagi terhadap halusinasi.
2.5. Akibat Halusinasi
Resiko menciderai sendiri, orang lain, dan lingkungan, klien
yang mengalami dapat kehilangan kontrol dirinya, sehingga bisa membahayakan
dirinya sendiri, orang lain dan merusak lingkungan.
Hal ini terjadi jika
halusinasi sudah sampai fase IV dimana klien mengalami panik dan perilakunya
dikendalikan oleh isi halusinasinya.
Klien benar-benar
kehilangan kemampuan penilaian realistik terhadap lingkunganya. Dalam situasi
ini klien dapat melakukan bunuh diri, membunuh orang lain bahkan merusak
lingkungan.
III. A. Pohon Masalah
|
Efek
|
|
Core
Problem
|
Causa
|
B. Maslah
Keperawatan dan Data yang Perlu dikaji
1.
Resiko tinggi melakukan kekerasan
DS: Kliean mengatakan mendengar suara-suara, takut
terhadap suara-suara yang didengar,
ingin memukul dan melempar barang-barang.
DO: - Klien sering
berbicara sendiri
-
Duduk terpaku dengan
pandangan mata satu arah
-
Tertawa dan tersenyum sendiri
-
Terlibat pembicaraan dengan benda mati/object tidak jelas
-
Gelisah dan ketakutan
2. Perubahan persepsi
sensori:Halusinasi Pendengaran
DS: Klien mengatakan
seperti mendengar bunyi dan suara-suara yang menyuruh melakukan sesuatu
DO: - Bersikap seperti
mendengar/melihat sesuatu
-
Berhenti berbicara di tengah kalimat untuk mendengarkan
sesuatu
-
Berbicara dan tertawa diri sendiri
-
Disorientasi dan respon yang tidak sesuai
3. Interaksi Sosial:Menarik
Diri
DS: - Klien mengatakan tidak cocok
dengan orang lain
-
Klien mengatakan apa yang mau dibicarakan
DO: - Klien selalu
menyendiri
-
Klien tidak mau bergaul dengan orang lain
-
Mondar mandir.
IV.
Diagnosa Keperawatan
a. Resiko tinggi melakukan kekerasan berhubungan
dengan halusinasi pendengaran
b.Perubahan persepsi
sensori:Halusinasi pendengaran berhubungan dengan mebarik diri
c. Kekerasan interaksi sosial:Menarik diri
berhubungan dengan harga diri rendah.
V.
Rencana Tindakan Keperawatan
D x I : Resiko tinggi
melakukan kekerasan berhubungan dengan halusinasi pendengaran
Tujuan Umum: Klien tidak melakukan
kekerasan
Tujuan Khusus:
TUK I: Klien dapat membina
hubungan saling percaya
Kriteria Evaluasi:
Ekspresi wajah bersahabat,
menunjukkan rasa senang, ada kontak mata, mau berjabat tangan, mau menyebut
nama, mau menjawab salam, mau duduk berdampingan, mau mengutarakan masalah yang
dihadapi.
Intervensi I : Bina
hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik.
a. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun
nonverbal
b.Perkenalkan diri dengan
sopan.
c. Tanyakan nama lengkap dan panggilan yang
disukai klien
d.Jelaskan tujuan pertemuan
e.Jujur dan menepati janji
f. Tunjukan sikap empati dan
menerima klien apa adanya.
g.Beri perhatian dan
perhatikan kebutuhan dasar klien
TUK II : Klien dapat mengenal halusinasinya.
Kriteria
evaluasi :
Klien
dapat menyebutkan waktu,isi,frekuensi timbulnya halusinasi.
Intervensi II :
1. Adakan kontak sering dan
singkat secara bertahap
2. Opservasi perilaku klien
yang berhubungan dengan halusinasi .
3. Terima halusinasi sebagai
hal yang nyata bagi klien dan tidak nyata bagi perawat.
4. Identifikasi bersama klien
tentang waktu munculnya halusinasi,isi,dan frekuensi timbulnya halusinasi.
5. Dorong klien untuk
mengungkapkan perasaannya ketika halusinasi muncul.
6. Diskusikan dengan klien
mengenai perasaannya saat terjadi halusinasi
TUK II :Klien dapat mengendalikan halusinasinya.
Kriteria Evaluasi :
·
Klien dapat menyebutkna tindakan yang biasanya dilakukan
untuk mengendalikan halusinasinya
·
Klien dapat menyebutkan cara baru
·
Klien dapat memilih cara mengatasi halusinasinya seperti yang
telah didiskusikan dengan klien
·
Klien dapat melaksanakan cara yang dipilih untuk mengedalikan
halusinasinya
·
Klien dapat mengukuti terapi.
Intervensi III :
1. Identifikasi bersama klien
tindakan yang biasa dilakukan bila suara tersebut ada.
2. Beri ujuan terhadap
tindakan klien yang positif
3. Bersama klien merencanakan
kegiatan untuk mecegah terjadinya halusinasi.
4. Diskusikan cara mencegah
halusinasinya dan mengendalikan halusinasinya.
Contoh : bicara dengan
orang lain, melakukan kegiatan, mengatakan pada suara “saya tidak
mendengar/saya tidak mau dengar/pergi kamu dari sini.”
5. Dorong klien untuk memilih
cara yang akan digunakan dalam menghadapi halusinasi.
6. Beri pujian pada pilihan
klien yang tepat dan benar.
7. Dorong klien untuk
melakukan tindakan sesui cara yang telah dipilih dalam menghadapi halusinasinya
8. Diskusikan dengan klien
upaya yang telah dilakukan,
9. Beri pujian atas upaya
yang berhasil dan beri jalan keluar atas upaya yang belum berhasil
TUK IV : Klien dapat dukungan keluarga untuk mengendalikan
halusinasinya.
Kriteria Evaluasi :
·
Keluarga dapat membina hubungan saling percaya dengan
perawat.
·
Keluarga dapat menyebutkan pengertian,tanda,dan tidakan untuk
mengendalikan halusinasinya.
Intervensi IV :
1. BHSP dengan keluarga
2. Kaju pengetahuan keluarga
tentang halusinasinya dan tindakan yang dilakukan dalam merawat klien
3. Beri penguatan dan pujian
pada tindakan yang positif.
4. Diskusikan dengan keluarga
tentang halusinasi,tanda,dan cara perawatan di rumah
5. Anjurkan keluarga untuk
mendemonstrasikan cara merawat klien diramah
6. Beri penguatan dan pujian
terhadap tindakan yang tepat.
TUK V : Klien dapat menggunakan obat untuk mengendalikan
halusinasinya.
Kriteria hasi/evaluasi :
·
Klien dan keluarga dapat menyebutkan manfaat,dosis,dan efek
samping obat.
·
Klien dan keluarga dapat mendemonstrasikan penggunaan obat
yang benar.
·
Klien dapat informasi tentang manfaat dan efek samping obat.
·
Klien dapat mengetahui akibat berhentinya minum obat tanpa
konsultasi
·
Klien dapat menyebutkan prinsip 5 benar dalam menggunakan
obat.
Intervensi V :
1. Diskusikan dengan klien
dan keluarga tentang obat yang tepat untuk mengendalian halusinasinya
2 komentar:
Mantap benar Laporan nya
Blogs are not just for socializing with others but it can also give us useful information like this. Just like me, I’m a new blogger and this article gave me lots of ideas on how to start blogging to a site or posts. Askep Hepatitis
LP Hipertensi Terbaru
Posting Komentar