A. Pengertian
Homoseksual
Homoseksual secara umum.
Homosekual menurut Soejono adalah hubungan sesama pria. Gejala ini terdapat
juga di Indonesia walaupun tidak sebanyak yang kita jumpai di Amerika / Eropa.
Homosex di Indonesia dianggap sebagai perbuatan terkutuk dan yang tertangkap
diajukan kepengadilan, meskipun petugas-petugas hukum menyadari bahwa perbuatan
tersebut diluar keinginan sipelaku dan merupakan penyakit. Biasanya
gejala-gejala tersebut dimulai didalam penjara. homoseks dipenjara.
Homoseks sesungguhnya biasanya
terdapat dipenjara dan ditempat itu mereka saling mengajak para anggota
sekelamin untuk bersetubuh atau merusak moral orang yang belum dewasa. Secara
bersama-sama mereka mengambil keuntungan dari penyimpangan fisiknya sehingga
membuat kesulitan bagi pegawai-pegawai penjara. Pengawas-pengawas ini rata-rata
mempunyai pengetahuan dalam menghadapi orang-orang semacam ini. Mereka biasanya
membalas tiap-tiap tindakan individu itu dengan cenderung untuk menghina dan
melakukan kekerasan tanpa belas kasihan.
Abnormalitas dalam pemuasan dorongan
seksual itu dibagi dalam tiga golongan, yaitu:
1.
Abnormalitas seks disebabkan oleh dorongan seksual abnormal. Termasuk di
dalamnya adalah (1) prostitusi pelacuran;
(2) promiskuitas; (3) perzinaan atau adultery; (4) seduksi bujukan dan
perkosaan; (5) frigiditas atau kebekuab seks; (6) impotensi; (7) ejakulasi
premature; (8) coupulatory Impotency dan pshycogenic aspermia, atau pembuangan
sperma yang terlalu cepat; (9) nymphomania atau hyperseksualitas; (10)
satyriasis atau satiro mania, yaitu hyperseksualitas pada pria; (11) vaginismus
atau kontraksi pada vagina; (12) dispareuni yaitu sulit dan merasa sakit
sewaktu bersaenggama; (13) anorgasme yaitu ejakulasi atau pengeluaran air mani
namun tanpa puncak kepuasaan seksual/orgasme dan (14) kesukaraan coitus
pertama.
2.
Abnormalitas seks disebabkan oleh partner seks yang abnormal. Termasuk di
dalamnya ialah : (1) homoseksualitas, oral erotisme, anal erotisme, dan interfemoral
coitus, (2) lesbianisme, (3) bestialisty atau persetubuhan dengan binatang, (4)
zoofilia, bentuk cinta-mesra denagn binatang, (5) nekrofilia yaitu hubungan
seksual dengan orang mati,(6) pornografi dan obscenity /dukana, (7) pedofilia
atau persetubuhan dengan anak kecil, (8) fathisisme, (9) frottage, yaitu
kepuasan seks dengan meraba-raba orang lain, (10) geronto-seksualitas yaitu
persetubuhan denagn wanita tua atau berumur lanjut, (11) incest atau relasi
seks dalam kaitan kekerabtan/keturunan yang snagta dekat, (12) saliromania,
yaitu mendapatkan kepuasan seks dengan mengotori badan wanita, (13) tukar
isteri disebut juga sebagai tukar kunci, (14) misofilia, koprofilia dan
urofilia, yaitu melakukan coitus yang dibarengi dengan kesenangan pada kotoran,
hal-hal yang najis tahi dan air kemih.
3.
Abnormalitas seks dengan cara-cara yang abnormal dalam pemuasan
dorongan seksualnya. Termasuk dalam kelompok ini ialah : (1) onani atau
masturbasi, (2) sadism, (3) masokhisme dan sadomasokhisme, (4) voyeurism, yaitu
mendapatkan kepuasn seks dengan diam-diam melihat orang bersenggama dan
telanjang melalui lubang kunci, (5) ekhsibionisme, kepuasan seks dengan
memperlihatkan alat kelaminnya, (6) skoptifilia mendapatkan kepuasan seks
dengan melihat orang-orang lain bersetubuh, atau melihat alat kelamin orang
lain, (7) transvestitisme, yaitu nafsu patologis untuk memakai pakaina dari
lawan jenis kelamin, (8) transseksualisme, merasa memiliki seksualitas yang
berlawanan dengan struktur fisiknya/banci, (9) triolisme atau melakukan
senggama, dengan mengikut sertakan orang lain untuk menonton dirinya.
Homoseksual secara khusus. Ketika seseorang
menyebutkan homoseksual, kata-kata homoseksual ini dapat mengacu pada tiga
aspek:
1. Orientasi Seksual / Sexual
Orientation
Orientasi seksual -
homoseksual yang dimaksud disini adalah ketertarikan
/ dorongan / hasrat untuk terlibat secara seksual dan emosional terhadap
orang yang berjenis kelamin sama. American Psychiatric Association menyatakan
bahwa orientasi seksual berkembang sepanjang hidup seseorang. Sebagai informasi
tambahan, dalam taraf tertentu, pada umumnya setiap orang cenderung memiliki
rasa ketertarikan terhadap sesama jenis. Seperti misalnya saja: pria yang
mengidolakan aktor / musisi / tokoh pria tertentu dan juga sebaliknya wanita
yang mengidolakan aktris / musisi / tokoh wanita tertentu.
2. Perilaku Seksual / Sexual Behavior
Homoseksual dilihat dari
aspek ini mengandung pengertian perilaku
seksual yang dilakukan antara dua orang yang berjenis kelamin sama. Perilaku seksual manusia melingkupi
aktivitas yang luas seperti strategi untuk menemukan dan menarik perhatian
pasangan, interaksi antar individu, kedekatan fisik atau emosional, dan
hubungan seksual.
3. Identitas Seksual / Sexual
Identity
Sementara homoseksual jika
dilihat dari aspek ini mengarah pada identitas seksual sebagai gay atau lesbian. Sebutan gay digunakan
pada homoseksual pria, dan sebutan lesbian
digunakan pada homoseksual wanita. Tidak semua homoseksual secara
terbuka berani menyatakan bahwa dirinya adalah gay ataupun lesbian
terutama kaum homoseksual yang hidup di tengah-tengah masyarakat / negara yang
melarang keras, mengucilkan, dan menghukum para homoseksual.
B. Sebab
Terjadinya Homoseksual
Dinegara kita dikenal istilah
“WADAM” laki-laki yang suka berdandan
sebagai wanita dan mungkin inilah yang suka melayani homosex, namun tidak
dibenci oleh masyarakat, karena rupanya masyarakat menyadari bahwa mereka yang
mengidap penyakit kelamin (abnormal). sebenarnya patut dikasihani. Homosex di Indonesia
sangat tertutup (tersenyum) jarang yang sampai kepengadilan, jumlahnya sulit
diketahui. Banyak kaum homoseks yang cerdas dengan caranya sendiri menghasilkan
suatu penyesuaian yang memuaskan.
Banyak orang yang bersikap homoseks,
seperti terlihat dalam laporan KENSEY dinyatakan bahwa kurang lebih 37 dari
pria kulit putih Amerika dihinggap penyakit tersebut. Sebab-sebab penyimpangan
ini adalah kompleks. Beberapa orang yang dihinggapi homoseks disebabkan oleh factor-faktor
jasmani misalnya pembawaan sejak lahir, cidera, dan mungkin
rangsangan-rangsangan yang mendorong untuk berbuat hal-hal tersebut. Yang lain
memasuki kelakuan ini melalui kesalahan-kesalahan dan hal-hal luar biasa dalam
hubungan keluarga, kesalahan dalam pendidikan, seks, pengalaman pahit tentang
seks, pengalaman seks yang abnormal.
Kecenderungan pada homoseks, muncul
akibat tidak adanya dasar-dasar fisik, tetapi mereka tidak dapat mengendalikan diriniya. Kemudian menjelma
menjadi homoseks akibat perubahan phisik atau oleh tipe-tipe khusus dari
lingkungan dan pengalamannya. Homoseks yang sesungguhnya banyak kurang dipahami
oleh kalangan bukan ahli dan polisi. Masyarakat beranggapan bahwa ia adalah
kemerosotan dari suatu generasi lebih dari pada penderitaan suatu kesengsasraan
yang bukan karena kesalahannya sendiri. Walaupun banyak diantara kaum homoseks
yang baik dan perasa dalam karakternya, namun mereka adalah tidak wajar.
Hampir seluruh kota-kota besar di
Amerika dan Eropa memiliki individu-individu semacam itu, baik yang mempunyai pekerjaan
tukang batu, tembok untuk produktifitasnya yang abnormal yang tidak merugikan.
Tetapi homoseks yang diakibatkan oleh dasar-dasar phisik biasanya kurang bisa
disembuhkan walaupun terdapat faedah yang penting dari terapi kelenjar, terutama apabila kecenderungan akan homoseks telah terlihat
jauh sebelumnya dalam kehidupan seks tersebut. Kaum homoseks mungkin sebagai
salah satu yang pasif dimana ia berperan sebagai wanita tanpa memandang sexnya
yang sebenarnya apakah ia laki-laki atau,
wanita dapat dianggap sebagai partner yang mempunyai peranan pasif.
Dalam tiap persoalan mereka akan saling merangsang disebabkan oleh sifat dan
kondisinya.
Homoseks pria bersifat pasif, jika
tidak dikekang kebiasaannya akan berpakaian sebagai wanita, memakai lipstick,
memakai cutek dan mengeriting rambutnya. Walaupun tak dihalangi hal ini akan
berlangsung lama. Wanita homoseks yang bersikap aktif akan merangsang
partnernya dengan memiliki celana atau pakaian pria lainnya berlagak dan
berperan sebagai laki-laki.
Terdapat tiga
garisan besar kemungkinan faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya
homoseksual sebagai berikut:
1. Biologis
Kombinasi / rangkaian
tertentu di dalam genetik (kromosom), otak , hormon, dan susunan syaraf
diperkirakan mempengaruhi terbentuknya homoseksual. Deti Riyanti dan Sinly Evan
Putra, S.Si mengemukakan bahwa berdasarkan kajian ilmiah, beberapa faktor
penyebab orang menjadi homoseksual dapat dilihat dari :
-
Susunan Kromosom
Perbedaan
homoseksual dan heteroseksual dapat dilihat dari susunan kromosomnya yang
berbeda. Seorang wanita akan mendapatkan satu kromosom x dari ibu dan satu
kromosom x dari ayah. Sedangkan pada pria mendapatkan satu kromosom x dari ibu
dan satu kromosom y dari ayah. Kromosom y adalah penentu seks pria. Jika
terdapat kromosom y, sebanyak apapun kromosom x, dia tetap berkelamin pria.
Seperti yang terjadi pada pria penderita sindrom Klinefelter yang memiliki tiga
kromosom seks yaitu xxy. Dan hal ini dapat terjadi pada 1 diantara 700
kelahiran bayi. Misalnya pada pria yang mempunyai kromosom 48xxy. Orang
tersebut tetap berjenis kelamin pria, namun pada pria tersebut mengalami
kelainan pada alat kelaminnya.
-
Ketidakseimbangan Hormon
Seorang pria
memiliki hormon testoteron, tetapi juga mempunyai hormon yang dimiliki oleh
wanita yaitu estrogen dan progesteron. Namun kadar hormon wanita ini sangat
sedikit. Tetapi bila seorang pria mempunyai kadar hormon esterogen dan
progesteron yang cukup tinggi pada tubuhnya, maka hal inilah yang menyebabkan
perkembangan seksual seorang pria mendekati karakteristik wanita.
-
Struktur Otak
Struktur otak
pada straight females dan straight males serta gay females dan gay males terdapat perbedaan. Otak
bagian kiri dan kanan dari straight
males sangat jelas terpisah dengan membran yang cukup tebal dan tegas. Straight females, otak antara bagian
kiri dan kanan tidak begitu tegas dan tebal. Dan pada gay males, struktur otaknya sama dengan straight females, serta pada gay females struktur otaknya sama dengan straight males, dan gay
females ini biasa disebut lesbian.
-
Kelainan susunan syaraf
Berdasarkan
hasil penelitian terakhir, diketahui bahwa kelainan susunan syaraf otak dapat
mempengaruhi perilaku seks heteroseksual maupun homoseksual. Kelainan susunan
syaraf otak ini disebabkan oleh radang atau patah tulang dasar tengkorak. Kaum
homoseksual pada umumnya merasa lebih nyaman menerima penjelasan bahwa faktor
biologis-lah yang mempengaruhi mereka dibandingkan menerima bahwa faktor
lingkunganlah yang mempengaruhi.
2. Lingkungan
Lingkungan diperkirakan turut
mempengaruhi terbentuknya homoseksual. Faktor lingkungan yang diperkirakan
dapat mempengaruhi terbentuknya homoseksual terdiri atas berikut:
-
Budaya / Adat-istiadat
Dalam budaya
dan adat istiadat masyarakat tertentu terdapat ritual-ritual yang mengandung
unsur homoseksualitas, seperti dalam budaya suku Etoro yaitu suku pedalaman
Papua New Guinea, terdapat ritual keyakinan dimana laki-laki muda harus memakan
sperma dari pria yang lebih tua untuk memperoleh status sebagai pria dewasa dan
menjadi dewasa secara benar serta bertumbuh menjadi pria kuat. Karena pada
dasarnya budaya dan adat istiadat yang berlaku dalam suatu kelompok masyarakat
tertentu sedikit banyak mempengaruhi pribadi masing-masing orang dalam kelompok
masyarakat tersebut, maka demikian pula budaya dan adat istiadat yang
mengandung unsur homoseksualitas dapat mempengaruhi seseorang.
-
Pola asuh
Cara mengasuh
seorang anak juga dapat mempengaruhi terbentuknya homoseksual. Sejak dini
seorang anak telah dikenalkan pada identitas mereka sebagai seorang pria atau
perempuan. Dan pengenalan identitas diri ini tidak hanya sebatas pada sebutan
namun juga pada makna di balik sebutan pria atau perempuan tersebut, meliputi:
1. Kriteria penampilan fisik
: pemakaian baju, penataan rambut, perawatan tubuh
2. Karakteristik fisik : perbedaan alat kelamin pria
dan wanita; pria pada umumnya memiliki kondisi fisik yang lebih kuat
dibandingkan dengan wanta, pria pada umumnya tertarik dengan kegiatan-kegiatan
yang mengandalkan tenaga / otot kasar sementara wanita pada umumnya lebih
tertarik pada kegiatan-kegiatan yang mengandalkan otot halus
3. Karakteristik sifat : pria pada umumnya lebih
menggunakan logika / pikiran sementara wanita pada umumnya cenderung lebih
menggunakan perasaan / emosi; pria pada umumnya lebih menyukai
kegiatan-kegiatan yang membangkitkan adrenalin, menuntut kekuatan dan
kecepatan, sementara wanita lebih menyukai kegiatan-kegiatan yang bersifat
halus, menuntut kesabaran dan ketelitian
4. Karakteristik tuntutan dan harapan : Untuk
masyarakat yang menganut sistem paternalistik maka tuntutan bagi para pria
adalah untuk menjadi kepala keluarga dan bertanggung jawab atas kelangsungan
hidup keluarganya. Dengan demikian pria dituntut untuk menjadi figur yang kuat,
tegar, tegas, berani, dan siap melindungi yang lebih lemah. Sementara untuk
masyarakat yang menganut sistem maternalistik maka berlaku sebaliknya bahwa
wanita dituntut untuk menjadi kepala keluarga.
-
Figur orang yang berjenis
kelamin sama dan relasinya dengan lawan jenis
Dalam proses
pembentukan identitas seksual, seorang anak pertama-tama akan melihat pada:
orang tua mereka sendiri yang berjenis kelamin sama dengannya: anak laki-laki
melihat pada ayahnya, dan anak perempuan melihat pada ibunya; dan kemudian
mereka juga melihat pada teman bermain yang berjenis kelamin sama dengannya.
Homoseksual terbentuk ketika anak-anak ini gagal mengidentifikasi dan
mengasimilasi - apa, siapa, dan bagaimana - menjadi dan menjalani peranan
sesuai dengan identitas seksual mereka berdasarkan nilai-nilai universal pria
dan wanita.
-
Kekerasan seksual /
Penderaan seksual / Sexual abuse dan Pengalaman traumatik
Kekerasan
seksual yang dilakukan oleh orang-orang tidak bertanggung jawab terhadap orang
lain yang berjenis kelamin sama adalah salah satu faktor yang mempengaruhi
terbentuknya homoseksual. Banyak hal yang dapat membuat seseorang melakukan
kekerasan seksual semacam ini, antara lain:
1. Hasrat seksual / nafsu
2.
Pelampiasan
kemarahan / dendam
3. Ajang ngerjain orang, seperti: perploncoan
dari senior kepada yunior, nge-bully teman
yang culun, dan sejenisnya
Pada dasarnya semua orang
yang melakukan hubungan seksual terhadap orang lain tanpa adanya persetujuan
dari orang tersebut sudah termasuk ke dalam kategori melakukan kekerasan
seksual. Seperti apa bentuk kekerasan seksual yang dilakukan sangat bervariasi.
Mulai dari memegang alat kelamin sesama jenis, menginjak-injak, memaksa untuk
melakukan sesuatu hal terhadap alat kelaminnya sendiri maupun alat kelamin si
pelaku, hingga menggunakan alat-alat tertentu sebagai media dalam melakukan
kekerasan seksual.
Kekerasan seksual seperti
ini menempatkan korban dalam sebuah situasi yang sangat ekstrim tidak
menyenangkan, mengancam jiwa, tidak aman, meresahkan, kacau, dan membingungkan.
Ini menjadi sebuah pengalaman traumatik dalam diri korban. Pengalaman demikian
dapat mengganggu kondisi psikologis korban. Ia berusaha untuk menghindari
ingatan mengenai kejadian tersebut yang membuatnya sangat tidak nyaman dan
sangat terluka / "sakit". Setiap hal yang memicu ingatannya
terhadap kejadian tersebut membuatnya menjadi sangat resah, kadang muncul rasa
marah, dan seringkali baik disadari maupun tanpa disadari korban melakukan
upaya untuk merusak / "menyakiti" dirinya sendiri. Ini dinamakan
trauma psikologis. Pengalaman traumatik tidak hanya terbatas pada mengalami
kekerasan seksual, melihat seorang yang melakukan kekerasan seksual ataupun
melakukan hubungan homoseksual juga dapat menjadi sebuah pengalaman traumatik bagi
seseorang.
3. Interaksi antara biologis
dan lingkungan
Penelitian yang dilakukan
tidak pernah secara pasti menyatakan bahwa seseorang dilahirkan sebagai
homoseksual. Dalam faktanya, penelitian yang dilakukan mengindikasikan
adanya banyak faktor, termasuk kemungkinan faktor biologis dan lingkungan yang
berkontribusi terhadap orientasi homoseksual.
Konsep Asuhan Keperawatan Homosexsualitas
Pengkajian
Berikut ini
pedoman wawancara yang baik dalam mengumpulkan data yang berkaitan dengan aspek
psikoseksual :
- Menggunakan pendekatan yang jujur dan berdasarkan fakta yang
menyadari bahwa klien sedang mempunyai pertanyaan atau masalah seksual
- Mempertahankan kontak mata dan duduk dekat klien
- Memberikan waktu yang memadai untuk membahas masalah seksual,
jangan terburu-buru
- Menggunakan pertanyaan yang terbuka, umum dan luas untuk
mendapatkan informasi mengenai pengetahuan, persepsi dan dampak penyakit
berkaitan dengan seksualitas
- Jangan mendesak klien untuk membicarakan mengenai seksualitas,
biarkan terbuka untuk dibicarakan pada waktu yang akan datang
- Masalah citra diri, kegiatan hidup sehari-hari dan fungsi
sebelum sakit dapat dipakai untuk mulai membahas masalah seksual
- Amati klien selama interaksi, dapat memberikan informasi
tentang masalah apa yang dibahas, bigitu pula masalah apa yang dihindari
klien
- Minta klien untuk mengklarifikasi komunikasi verbal dan
nonverbal yang belum jelas
- Berinisiatif untuk membahas masalah seksual berarti menghargai
kjlien sebagai makhluk seksual, memungkinkan timbulnya pertanyaan tentang
masalah seksual.
Perlu dikaji
berbagai mekanisme koping yang mungkin digunakan klien untuk mengekspresikan
masalah seksualnya, antara lain :
- Fantasi, mungkin digunakan untuk meningkatkan kepuasan sekasual
- Denial, mungkin digunakan untuk tidak mengakui adanya konflik
atau ketidakpuasan seksual
- Rasionalisasi, mungkin digunakan untuk memperoleh pembenaran
atau penerimaan tentang motif, perilaku, perasaan dan dorongan seksual
- Menarik Diri, mungkin dilakukan untuk mengatasi perasaan lemah,
perasaan ambivalensi terhadap hubungan intim yang belum terselesaikan
secara tuntas
Diagnosa dan
Intervensi Keperawatan
1. Disfungsi
seksual berhubungan dengan perubahan struktur dan fungsi tubuh, depresi.
Batasan
Karakteristik :
- Tidak adanya hasrat untuk aktivitas seksual lawan jenis
- Menyukai terhadap sesama jenis
- Dorongan sexual abnormal
Tujuan Jangka
Pendek :
- Pasien akan mengidentifikasi stresor yang berperan dalam
penurunan fungsi seksual dalam 1 minggu
- Pasien akan mendiskusikan patofisiologi proses penyakitnya yang
menimbulkan disfungsi seksual dalam 1 minggu
Tujuan Jangka
Panjang :
- Pasien dapat mempersepsikan dengan baik dengan masalah seksual
Intervensi :
- Kaji riwayat seksual dan tingkat kepuasan sebelumnya dalam
hubungan seksual
- Kaji persepsi pasien terhadap masalah
- Bantu pasien menetapkan dimensi waktu yang berhubungan dengan
awitan masalah dan diskusikan apa yang terjadi dalam situasi kehidupannya
pada waktu itu
- Kaji alam perasaan dan tingkat energi pasien
- Tinjau aturan pengobatan, observasi efek samping
- Dorong pasien untuk menanyakan hal-hal yang berkenaan dengan
seksual dan fungsi yang mungkin menyusahkan dirinya
b. Perubahan
pola seksualitas berhubungan dengan pilihan sksual yang berbeda, penyesuaian
diri terhadap seksual terlambat.
Batasan
Karakteristik :
- Laporan adanya kesukaran, pembatasan atau perubahan dalam
perilaku atau aktivitas seksual
- Laporan bahwa getaran seksual hanya dapat dicapai melalui
praktik yang berbeda
- Hasrat untuk mengalami hubungan seksual yang memuaskan dengan
individu lain tanpa butuh getaran melalui praktik yang berbeda
Tujuan Jangka
Pendek :
- Pasien akan mengatakan aspek-aspek seksualitas yang ingin
diubah
- Pasien dan pasangannya akan saling berkomunikasi tentang
cara-cara dimana masing-masing meyakini hubungan seksual mereka dapat
diperbaiki
Tujuan Jangka
Panjang :
- Pasien akan memperlihatkan kepuasan dengan pola seksualitasnya
sendiri
- Pasien dan pasangannya akan memperlihatkan kepuasan dengan
hubungan seksualnya
Intervensi :
- Ambil riwayat seksual, perhatikan ekspresi area ketidakpuasan
pasien terhadap pola seksual
- Kaji area-area stress dalam kehidupan pasien dan periksa
hubungan dengan pasangan seksualnya
- Catat faktor-faktor budaya, sosial, etnik dan religius yang
mungkin menambah konflik yang berkenaan dengan praktik seksual yang
berbeda
- Terima dan jangan menghakimi
- Bantu therapy dengan perencanaan modifikasi perilaku untuk
membantu pasien yang berhasrat untuk menurunkan perilaku-perilaku seksual
yang berbeda
- Jika perubahan pola seksualitas berhubungan dengan penyakit
atau pengobatan medis, berikan informasi untuk pasien dan pasangannya
berkenaan dengan hubungan antara penyakit dan perubahan seksual
DAFTAR PUSTAKA
Soejono. 1974. Pathologi
Sosial. Bandung: Penerbit Alumni
Kartono Kartini. 1981. Patologi Sosial. Bandung:
Rajawali Perss.
Intisari. (December 4, 2003). "Homoseksual!"
Kompas Cyber Media. Data diperoleh dari http://64.203.71.11/kesehatan/news/0312/04/064545.htm
Gunadi, H., Rahman, M., Indra,
S., & Sujoko. (September 26, 2003). "Jalan Berliku Kaum Homo
Menuju Pelaminan". Gatra, Laporan Utama, Edisi 46. Data diperoleh dari http://www.gatra.com/2003-09-26/versi_cetak.php?id=31335
1 komentar:
terima kasih sudah berbagi informasi yg bermanfaat
OBAT KUAT
OBAT KUAT
Posting Komentar